I. PENGERTIAN DAN LINGKUP FILSAFAT PENGETAHUAN

1. Pengertian Etimologis

Ditinjau dari segi etimologinya, epistimologgi berasal dari kata Yunani epistema dan logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian, atau ulasan. Berhubungan dengan pengertian filsafat pengetahuan, lebih tepat logos diteejemahakan dalam arti teori, jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan, dalam bahasa inggris dipergunakan istilah theory of knowledge.

2. Pengertian Menurut Definisi

Definisi epistemologi seperti yang dikutip ole h the Laing Gie dari The Encyclopedia of Philosophy, sebagai berikut : ” epistemologi sebagai cabang ilmu filsafat yang bersangkutan dengan filsafat dasar dan ruang lingkup pengetahuan, praanggapan-praanggapan dan dasar-dasarnya serta reabilitas umum dari tuntutan akan pengetahuan.

Dari kutipan diatas nampak jelas bahwa epistemologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang meliputi

a) Filsafat, yaitu sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakekat dan kebenaran pengetahuan

b) Metoda, sebagai metoda bertujuan mengantar manusia untuk memperoleh pengetahuan, dan

c) Sistem, sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.

3. Perbedaan Pengetahuan Dengan Ilmu

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan dapat diartikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusisa untuk memahami sesuatu obyek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu obyek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang fisik, pemahamannya dapat dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indra maupun lewat akal.

Dapat pula obyek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan, cara memahaminya dengan komprehensi atau dapat terwujud subsistensi yang dipahami lewat persepsi.

Perlu dibedakan antara pengetahuan yang sifatnya pra-ilmiah dengan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan yang bersifat pra-ilmiah adalah penget ahuan yang belum memenuhi sysarat-syarat ilmiah pada umumnya. Sebaliknya, pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah.

Metoda yang berifat umum yang harus dimilki oleh pengetahuan ilmiah adalah :

  1. Metoda deduksi ( penyimpulan dari umum ke yang khusus )
  2. Metoda induksi ( penyimpulan dari yang khusus ke yang umum)
  1. b. Definisi Ilmu

Menurut The Liang Gie men gutip Paul Fredman daari buku The Princiles of Scientific Research memberi batasan ilmu pengetahuan sebagai berikut :

” Ilmu adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman yang senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam dimasa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya pada dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri”.

  1. c. Ilmu dan Pengetahuan

Bung Hatta, beliau memperlihatkan perbedaan anatara ilmu dengan pengetahuan sebagai berikut :

” pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut ’ pengetahuan pengalaman’. Atau ringkasnya ’pengetahuan’. Pengetahuan yang didapat dari jalan keterangan disebut ilmu. Bahwasanya pengetahuan saja bukan ilmu, dapat kita persaksikan pada binatang yang juga mempunyai penget ahuan. Misalnya anjing. Dari gerak tangan tuannya atau dari keras atau lemah lembut suara tuannya itu, anjing tahu apa yang dimaksud tuannya terhadap dia. Tiap-tiap ilmu mesti bersendi kepada pengetahuan. Pengetahuan adalah tangga yang pertama bagi ilmu untuk mencari keterangan lebih lanjut.”

Dari keterangan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya pengetahuan berbeda dengan ilmu. Perbedaan itu terlihat dari sifat sistematiknya dan cara memperolehnya.perbedaan tersebut menyangkut pengetahuan pra ilmiah atau pengetahuan ilmiah, sedangkan pengetahuan ilmiah degan ilmu tidak mempunyai perbedaaan yang berarti.

d. Definisi Kebenaran

Menurut harold D. Titus yang dikutip oleh Endang Saifuddin Anshari, sebagai berikut :

” Kebenaran adalah sesutu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi aktual. Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan dengan situasi seputar yang diberikan interprestasi”.

Dari pendapat diatas mengenai kebenaran maka bisa diambil kesimpulan bahwa kebenaran dalam pengetahuan adalah kesesusian antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahuinya

II. FILSAFAT PENGETAHUAN ISLAM

1. Pengertian Filsafat Pengetahuan Islam

Untuk mendapat pengertian yang tepat mengenai Filsafat Pengetahuan Islam maka kita harus menggunakan beberapa pendekatan yang tepat. Dua macam pendekatan yang digunakan disini adalah

  1. Genetivus subyektivus yaitu yang menempatkan Islam sebagai subyek ( suby ek disini dijadikan titik tolak berpikir). Dari titik tolak ini Filsafat Pengetahuan akan dijadikan sebagai bahan kajian.
  2. Pendekatan yang kedua, secara genetivus obyektivus, yaitu menempatkan Filsafat Pengetahuan sebagai subyek ( sebagai titik tolak berpikir ) yang membicarakan Islam sebagai obyek kajian.

Dengan demikian Filsafat Pengetahuan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut : Filsafat Pengetahuan Islam adalah usaha manusia untuk menelaah masalah-masalah obyektuivitas. Metodelogi, sumber serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakn subyek Islam sebagi tolak berpikir.

Rumusan sederhana diatas membawa konsekuensi bahwa Filsafat Pengetahuan Islam membahas masalah-masalah yang juga dibahas epistemologi pada umumnya. Kenyataan ini disatu pihak dapat diterima, dalam arti global, Filsafat Pengetahuan Islam membahas masalah-masalah epistemologi pada umumnya. Tetapi dilain pihak, dalam arti khusus, Filsafat Pengetahuan Islam menyangkut pembicaraan mengenai wahyu dan ilham sebagai sumber pengetahuan dalam Islam. Sumber yang dimaksudkan perlu dijelaskan sebagai berikut : wahyu merupakan sumber pertama (primer) bagi Nabi / rasul untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan bagi manusia wahyu merupakan sumber sekunder. Ilham dapat menjadi sumber primer pengetahuan manusia karena dapat diterima oleh setiap m anusia yang diberi anugerah Allah.

2. Kedudukan Filsafat Islam

Dalam tulisan yang berjudul ” Epistemologi di dalam Islam” yang dimuat dalam surat kabar Salemba terbitan juli 1979 S.I poeradisastra menulis antara lain Epistemologi dalam Islam berjalan dari tingkat-tingkat :

  1. Perenungan tentang sunnatullah sebagaimana yang dianjurkan dalam al Qur’an
    1. Penginderaan
    2. Pencerapan
    3. Penyajian
    4. Konsep
    5. Timbangan
    6. Penalaran

Selanjutnya beliau mengatakan bahwa epistemologi dalam Islam tidak terpusat kedalam manusia yang menganggap manusia sendiri sebagai mahluk mandiri dan menentukan segala-galanya, melainkan berpusat kepada Allah swt. Sehingga berhasil atau tidaknya tergantung seettiap usaha manusia, kepada iradat Allah swt.

Setelah mengetengahkan unsur-unsur filsafat pengetahuan Islam, maka dapat dilihat beberapa perbedaannya dengan epistemologi pada umumnya. Pada garis besarnya, perbedaan itu terletak pada masalah yang bersangkutan dengan sumber pengetahuan dalam Islam yakni wahyu dan ilham; sedangkan masalah kebenaran epistemologi pada umumnya menganggap kebenaran hanya berpusat pada manusia sebagai mahluk mandiri yang menentukan kebenaran. Menurut pendapat penulis Epistemologi Islam juga membicarakan mengenai pandangan pemikir Islam tentang pengetahuan dimana manusia tidak lain hanyalah khalifah Allah, sebagai mahluk pencari kebenaran. Sebagai mahluk pencari kebenaran, manusia tergantung kepada Allah sebagai pemberi kebenaran .

3. Pengetahuan dalam Al Qur’an

Dalam Al Qur’an terdapat banyak sekali ayat tentang berbagai macam sumber pengetahuan; manusia dan alam sendiri merupakan sumber pengetahuan inderawi dan pengetahuan rasional. Di samping itu Tuhan sendiri merupakan sumber pengetahuan melalui wahyu dan ilhamNya.

Pengetahuan didalam Al Qur’an yang dimaksud disini adalah pengetahuan yang terdapat di dalam kitab suci Al Qur’an. Kitab suci Al Qur’an mengandung mutiara-mutiara pengetahuan yang tidak terhingga jumlahnya.

Dalam hubungannya dengan pengetahuan yang terd apat dalam Islam, para pemikir Islam memberi empat klasifikasi pengetahuan yang terdapat dalam Islam sebagai berikut :

  1. Pengetahuan bahasa Arab
  2. Pengetahuan syari’at
  3. Pengetahuan sejarah
  4. Pengetahuan hikmah ( filsafat )

a. Pengertian Al Qur’an

Al Qur’an dapat ditinjau dari pengertian bahasanya, maupun dari sudut definisinya. Dari sudut bahasa, Al Qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti bacaan. Dalam Al Qur’an sendiri jelas disebutkan dalam suarat Al Qiyamah ayat 17-18 :

Artinya ” sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an ( di dalam dadamu ) dan ( menetapkan ) bacaannya ( pada lidahmu ) itu adalh tanggungan kami, 9karrena itu) jika kami telah membacanya, hendakalh kamu ikuti bacaanya ”.

Kemudian kalau ditinjau dari segi definisinya : Al Qur’an adalah Kalam Allah swt. Yang merupakan mu’jizat yang diturunkan ( diwahyukan ) kepada Nabi Muhammad saw., bahwa membacanya adalah ibadah.

Fungsi utama Al Qur’an adalah sebagai petunjuk dan pedoman serta pegangan. Pegangan yang mencakup segala pokok untuk hidup dan kehidupan manusia; petunjuk dan pedoman yang membawa manusia kearah yang benar. Al Qur’an diturunkan untuk seluruh ummat manusia yang menghuni planet bumi ini, dengan demikian apa yang terkandung di dalam Al Qur’an sifatnya universal.

Sehubungan dengan pengetahuan, masalah yang sering dipertanyakan, apakah Al Qur’an mengandung nilai-nilai ilmiah, apakah Al Qur’an tidak bertentangan dengan akal, dan lebih khusus lagi, apakah Al Qur’an tidak b ertentangan dengan masalah filsafat? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sebaiknya ditempuh dua cara pendekatan yaitu :

  1. Pendekatan yang pertama menggunakan tolak ukur sifat-sifat ilmiah. I.R. Poedjawijatna dalam buku Tahu dan Pengetahuan. Pada dasarnya menyebutkan empat pokok syarat ilmiah, antara lain :
    1. Memiliki obyek tertentu
    2. Memiliki Metoda.
    3. Sistem
    4. Universal
    5. Pendekatan kedua, dapat dilakukan demgan melihat isi Al Qur’an itu sendiri. dalam pengetahuan. Ada tiga pertanyaan ilmiah, masing –masing adalah sebagai berikut :
      1. ”Bagaimana?” jawaban pertanyaan ini biasa disebut deskriptif, artinya jawaban yang berbentuk uraian yang menjelaskan seperti apa adanya.
      2. Pertanyaan yang kedua adalah ” mengapa ?” jawaban bersifat kausalitas, umpamanya, ”mengapa besi akan memuai bila dipanaskan?” sifat kausalitas ini banyak didapat dalam ayat-ayat Al Qur’an.
      3. Pertanyaan yang ketiga adalah ” kemana?” jawaban pertanyaan ini bersifat normatif. Al Qur’an mengandung norma-norma yang bahkan universal sifatnya.

b. Pengetahuan Yang Terdapat Dalam Al Qur’an

berikut ini akan diperlihatkan beberapa ayat yang berhubungan dengan berbagai disiplin pengetahuan, sebagai berikut :

1. Ayat Ayat yang berhubungan denga pengetahuan alam

Artinya : ”Dan Sesungguhnya Telah kami berikan kepada Daud kurnia dari kami. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”, dan kami Telah melunakkan besi untuknya,” ( Q.S. As Saba : 10 )

2. Ayat-ayat yang berhubungan dengan pengetahuan geografi

Artinya : ”Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[1][30], padahal kamu Mengetahui.” ( Q.S. Al Baqarah : 22 )

3. Ayat-ayat yang berhu bungan dengan pengetahuan kesehatan

Artinya : ”(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[2], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” ( Q.S. Al Baqarah : 184 )

4. Ayat-ayat yang berhubungan dengan pengetahuan sejarah

Artinya : ”Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka Tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka Tidakkah kamu memikirkannya?” ( Q. S. Yusuf : 109 )

5. Ayat-ayat yang berhubungan dengan pengetahuan matematika

Artinya : ”Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu Telah kami terangkan dengan jelas.” ( Q.S. Al Isra’ : 12 )

6. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ekonomi

Artinya : ”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.” ( Q.S. Al Baqarah : 29 )

III. PENGETAHUAN WAHYU DAN ILHAM

1. Pengetahuan Wahyu

Dai segi bahasa, arti wahyu dapat dipetik dari buku Akal dan Wahyu dalam Islam karan gan Prof. Haarun Nasution, yang menyatakan : ” wahyu berasal dari kata Arab al wahy, dan al wahyadalah kata asli bahasa Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing. Kata itu berarti suara, api, dan kecepatan”.

Dari sebuah catatan M. Hashem dalam buku Islam Agama Rasionil, penulis memberi makna wahyu sebagai berikut : ” wahyu berasal dari bahasa Arab yang sebenarnya berarti memberi sugesti, memasukkan sesuatau kedalam pikiran.

Keterangan mengenai wahyu diatas memberi pengertian ke pada kita bahwa pada pokok wahyu adalah firman Allah sedangkan isi wahyu adalah berupa pengetahuan yang diturunkan oleh Allah kepada manusia yang telah ditunjuk atau telah dipilih sendiri oleh Allah, dalam hal ini Nabi atau rasul.

2. Pengetahuan Ilham

a. Pengertian Ilham

Dalam logat kecil Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta ilham diartikan sebagai ” bisikan (petunjuk) yang datang dalam hati”.

Istilah ilham sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya bisikan atau inspirasi.

Mehdi Khorasani dan A.F.B. Beines-Heweit dalam buku Islam, The Rational Religion merumuskan pengertian ilham sebagi berikut ” Istilah bahasa Arab untuk ’inspirasi’ ialah ilham, dan hendakalh diingat bahwa ilham dalam bahasa arab boleh juga berarti ’naluri hewan’ maupu ’in pirasi’.

b. Pengertian Inspirasi dan Insting (naluri)

I.R. poerwawijatna dalam buku Manusia dengan Alamnya menyatakan terdapat beberapa unsur dalam insting yaitu

” Dalam insting itu tindakan-tindakan lebih kompleks lagi. Tindakan-tindakan itu tak perlu dipelajari, tetapi toh b erarti dan menuju sesuatu, seperti tindakan-tindakan dalam perburuan ( baik pada binatang dan manusia), makan, pengasuhan anak, pembuatan sarang dan rumah. Naluri ini juga dapat menyesuaikan dirinya tanpa sadar dengan keadan baru atau lain. Justru oleh karena ini bukan pelajaran yang sebenarnya, tindakan naluri ini beralihnya dari suatu yang biasa kepada yang luar biasa memerlukan pengaruh yang hebat”.

Oleh beberapa ahli insting dibagi menjadi empat macam yaitu

  1. Insting Egocentros ( mementingkan diri sendiri )
  2. Insting polemos ( berjuang, berkelahi)
  3. Insting Eros ( berkelamin)
  4. Insting Religios ( berbakti kepad Tuhan )

IV. JALAN MEMPEROLEH PENGETAHUAN

1. Pengetahuan Lewat Akal

Islam memberikan kedudukan yang sangat tinggi kepada akal manusia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ayat Al Qur’an. Pengetahuanlewat akal disebut pengetahuan aqli, lawannya adalah pengetahuan naqli. Aktivitas akal disebut berpikir. Berpikir merupakan ciri khas yang dimiliki oleh manusia sebagai mahluk yang paling tinggi derajatnya dimuka bumi ini. Definisi yang paling umum dari berpikir adalah perkembngan ide dan konsep.

Para filsuf Islam membagi akal menjadi dua jenis, yakni :

  1. Akal praktis ( amilah) yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indera pengingat yang ada pada jiwa akal.
  2. Akal teoritis ( alimah ) yang menagkap arti-arti murni yaitu arti-arti yang tak p ernah ada dalam materi, seperti Tuhan, Roh, dan Malaikat.

Akal teoritis memilki tingkat-tingkat sebagai berikut :

  1. Akal material
  2. Akal bakat .
  3. Akal aktual
  4. Akal perolehan

Aktivitas akal-akal tersebut diatas dapat dijelaskan secara singkat : akal materia l semata-mata berupa potensi, hanya mampu menagkap sesuatu dari luar jika mendapat rangsangan. Akal bakat adalah akal yang telah mampu menagkap hal-hal yang bersifat abstrak; akal ini memerlukan abstraksi. Akal fi’l merupakan wadah untuk menyimpan pengertian ( hasil abstraksi ), kemudian diteruskan kepada akal mustafad menjadi pengertian sebenarnya.

2. Pengetahuan Indera

Pengetahuan indera adalah segala pengetahuan yang dapat diperoleh manusia lewat kelima inderanya (panca indera ) yakni mata, hidung, perasaan (Kulit), telinga dan lidah. Pengetahuan indera disebut pengetahuan inderawi (naqli) atau penge tahuan empiris.

Dalam pandangan Islam, indera manusia terdiri dari indra luar (pancaindra) dan indra dalam. Indra dalam maupun indra luar mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Harun Nasution menjelaskan sebagai berikut :

  1. Indra bersama
  2. Indra penggambar
  3. Indra pengreka
  4. Indra Penganggap
  5. indra pengingat.

Proses aktivitas penginderaan dalam tersebut kiranaya dapat dirumusakn secara singkat sebagai berikut : indra bersama menerima masukan (input), kemudian di proses ( konversi ) oleh ketiga indra lainnya untuk dikeluarkan menjadi output ( pengertian ) oleh indra pengingat.

V. PANDANGAN FILSUF ISLAM MENGENAI FILSAFAT PENGETAHUAN

AL KINDI

Pandangan Filsafat Al Kindi

Al Kindi mencoba mempertemukan antara agama ( Islam ) dengan pengetahuan ( fisafat ), sehingga tidak bertentangan antara satu dengan yang lain. Al Kindi menolak pandangan ulama tang menyatakan ,” kemahiran pengetahuan adaalah kufur ”.

Corak pemikiran Al Kindi adalah rasionalis. Ia berusaha menyelami kegiatan akal untuk memperoleh kebenaran. Al Kindi menyatakan bahwa antara jiwa dan raga, satu dengan yang lain berbeda tapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Bimbingan itu dibutuhkan manusia agar manuisia itu lebih serasi dan seimbang. Ketidakseimbangan akan terjadi apabila salah satu dari unsur ini berkuasa. Umpamanya, jika rasa yang berkuasa, manusia akaan dikuasai oleh hawa nafsunya. Untuk mencapai keseimbangan, manusia memerlukan tuntunan. Yang menuntun adaalh iman dan wahyu. Walaupun Al Kindi penganut rasionalitas dalam arti umum, tetapi dia tidak mendewakan akal.

Epistimologi Al Kindi

Pandangan Al Kindi terhadap Epistemologi nampaknya dapat dilihat dari pandangannya melalui filsafat. Filsafat dirumuskan Al Kindi sebagai berikut, ” Filsafat adalah ilmu tentang hakekat ( kebenaran ) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu KeTuhanan, Ilmu Keesaan ( wahdaniyah ), ilmu keutamaan ( fadilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan”.

Thonmas Michael menyimpulkan isi filasafat Al Kindi yaitu

  1. Ilmu pengetahuan realiitas yang meliputi : teologi ( al rububiyah ), ontologi, dan akhlak serta ilmu-ilmu yang berguna lainnya;
  2. Wahyu nabawi dan kebenaran filosofis selalu sesuai
  3. Pencarian ilmu telah diperintahkan oleh Allah swt.

Argumen –argumen yang dibawa oleh Al Qur’an lebih menyakinkan daripada argumen filasafat. Kedua pengetahuan ini antara satu dengan yang lain tidak bertentangan, hanya dasar dan argumentasinya yang berbeda. Pengetahuan filasfat adalah pengetahuan yang berda sarkan akal, sedangkan pengetahuan Al Qur’an adalah pengetahuan yang berasal dari wahyu.

AL FARABI

Filsafat Farabi

Filsafat bagi Al Farabi adalah ” ilmu yang menyelidiki hakekat sebenarnya dari segala yang ada ini”. Dari rumusan diatas, dapat kita simpulkan, bahwa menurut Al Farabi fisafat itu adalah ilmu yang tujuannya mencari hakekat kebenaran segala sesuatu yang ada. Dengan kata lain, filasafat mempunyai obyek penyelidikan segala yang ada ( obyek material ) dengan tujuan untuk mencari hakekat obyek material tersebut ( obyek formal ).

Epistimologi Al Farabi

Berbicara mengenai Epistimologi Al Farabi, nampaknya banyak berkaitan dengan logika. Al Farabi memberi tujuh klasifikasi pengetahuan yaitu sebagai berikut; logika, percakapan, fisika, metafisika, politik, dan fiqih. Dari klasifikasi diatas, kelihatannya bagi Al Farabi logika paling erat hubungannya dengan metafisika. Logika bukan satu-satunya jalan memperoleh pengetahuan, tetapi lebih bersifat alat dan bukan pula jalan untuk mencapai kebenaran.

Menurut Al Farabi ,” logika adalah ilmu tentang peraturan ( pedoman ) yang dapat menegakkan pikiran

dan menunjukkan kepada kebenaran dalam lapangan yang tidak bisa dijamin kebenarannya.

Menurut Al Farabi bahwa tujuan filsafat itu memikirkan kebenaran. Dan oleh karena kebenaran itu hanyalah satu, satu macam dan serupa hakekatnya, mak semua filasafat itu pada prinsipnya tidak ada perbedaan.

Pembagian Akal

Menurut Al Farabi akal itu berjumlah sepuluh. Dasar penetapan itu adalah mengingat jumlah planet yang berjumlah sembilan. Tiap akal membutuhkan satu planet, kecuali akal yang pertama yang tidak membutuhkan planet

IBNU SINA

Filasafat Ibnu Sina

Pemikiran filsafat Ibnu Sina bersifat rasional. Ibnu Sina dalam berfilsafat berusaha mensintesakan antara ajaran filasafat Aristoteles dengan Neo Platonisme. Bagi Ibnu Sina, filsafat tidak lain adalah pengetahuan mengenai segala sesuatu ( benda ) sejauh mana kebenaran obyek itu dapat dijangkau oleh akal manusia.

Ibnu Sina melihat akal dari dua arah, pertama dari segi teoritisnya dan yang kedua dari segi praktisnya. Yang teoritis, terbagi atas ilmu-ilmu fisika, matematika, dan metaphisika, sedangkan yang praktis disebutkannya dengan politik dan etika.

Epistimologi Ibnu Sina

A. Analisa Jalan Tengah

Yang paling erat hubungannya dengan epistimologi dalam filsafat Ibnu Sina adalah masalah logika. Bagaimana kedudukan logika dalam filasat, telah lama menjadi persengketaan antara para filsuf, seolah-olah tidak ada penyelesainnya. Melihat keadan ini Ibnu Sina mencoba mencari penyelesaiyannya dengan memakai istilah analisa jalan tegah. Hasil analisa jalan tengah ini adalah ” barang siapa yang memandang filsafat sebagai pelajaran teori dari sudut pandang secara keseluruhannya, akan menganggap, bahwa logika itu menjadi bagian filsafat dan menjadi alat bagiannya.”

B. Metoda

Dalam berfilsafat Ibnu Sina menggunakan beberapa metoda yakni menggunakan metoda deduksi maupun metoda induksi. Mengenai metoda induksi, ia mempergunakan tanda yaitu sebab adanya dan tanda akibatnya. Disamping metoda induksi, ia mempergunakan pula metoda meditasi yaitu metoda yang menyelidiki keadaan yang didalamnya diperoleh hakekat.

AL RAZI

Nama lengkapnya adalah Muhammad Bakar bin Zakaria Al Razi. Al Razi memiliki cara berpikir dan berpendapat yang berbeda dengan filsuf-filsuf Islam lainnya. Perbedaaan yang paling ekstrim adalah tidak mengakui adanya wahyu. Karena itu ia digolongkan kedalam kelompok orang-orang atheis.Ajaran filsafat Al Razi yang terkenal adalah ajaran Lima yang Kekal, masing masing yaitu

  1. Materi, merupakan apa yang ditangkap dengan panca indera tentang benda itu
  2. Ruang, karena materi mengambil tempatnya
  3. Waktu, karena materi berubah-ubah keadaannya
  4. Diantara benda-benda ada yang hidup, karena itu perlu ada roh
  5. Semua ini perlu Pencipta Yang Maha Bijaksan Lagi Maha Tahu

karena masih mengakui adanya Yang Maha Bijaksana maka Al Razi tidak dapat dikatakan sebagai atheis tetapi seorang monotheis yang percaya adanyan Tuhan. Corak pemikiran Al Razi adalah rasionalis eklektis. Rasioanalis artinya ia selalu mencari kebenaran dengan pangkal tolak kekuatan akal, dan eklektis asrtinya selektif. Mengikuti corak berpikir demikia inin, jelsaslah bahwa Al Razi secara implisit mengakui keterbatasan akal. Akal hanya dijadikan pangkal tolak untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk untuk mengetahu adanya Tuhan.

5. IBNU BAJJAH

Epistemologi Ibnu Bajjah

a. Perbedaan Manusia dengan Hewan

Menurut Ibnu Bajjah, perbedaan yang mendasar antara manusia dengan hewan terletak pada akal yang dimiliki manusia. Dengan sifat akali ini manusia dapat menjadiakn dirinya sebagai mahluk yang melebihi hewan, sebab dari akal manusia dapat memperoleh pengetahuan.

b. Kebenaran

Menurut Ibnu Bajjah, untuk memperoleh kebenaran, manusia harus melalui kebenaran itu sendiri. untuk sampai ketingkat itu, alatnya adalah filasafat murni. Dengan filasafat murni manusia dapat membersihkan hatinya dari pengaruh-pengaruh luar. Hal ini dapat dilakukannya dengan mengasingkan diri.

c. Metoda

Pemikiran Ibnu Bajjah merupakan perpaduan antara perasaan dengan akal. Dalam masalah pengetahuan fakta, dia mempergunakan metoda rasional empiris, tetapi mengenai kebenaran Tuahn dia mempergunakan filsafat. Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh manusia apabila manusia itu menyendiri. Metoda ini disebut dengan metoda kesendirian.

AL GHAZALI

Epistimologi Al Ghazali

a. Klasifikasi Pencari Kebenaran

Dalam usaha manusia untuk mencapai kebenaran, menurut Al Ghazali terdapat empat kelompok manusia pencari kebenaran; masing-masing kelompok memilki ciri khas sendiri-sendiri. keempat kelompok itu adalah

  1. Kelompok Muttakalimun ( ahli teologi ) yaitu yang mengaku bahwa dirinya sebagai eksponen intelektual
  2. Kelompok bathiniyah yang terdiri dari para pengajar yang mempunyai wewenang ( ta’lim ) menyatakan bahwa hanya merekalah yang yang mendapat kebenaran yang datang dari seorang guru yang memilki pribadi yang sempurna dan tersembunyi.
  3. Kelompok filsuf ( ahli pikir ) yang menyatakan diri sebagai kelompok logikus.
  4. Kelompok sufi, yang menyatakan bahwa hanya mereka yang dapat mencapai tingkat kebenaran dengan Allah melalui penglihatan serta pengertian secara bathiniyah.

b. Masalah Metoda

Metoda-metoda yang digunakan oleh kelompok-kelompok diatas adalah sebagai berikut :

  1. Kelompok mutakallimun mempergunakan metoda debat untuk memperoleh pengetahuan
  2. Kelompok bathiniyah mempergunkan metoda yang disebut ta’lum yaitu metoda yang berpangkal tolak bahwa suatu kebenaran dapat diterima bila berasal dari seseorang yang dapat dipercaya yang disebut guru.
  3. Kelompok logikus, semata-mata mendasarkan kebenaran itu pada penalaran akal. Suatu masalah dianggap benar apabila logis diterima oleh akal.
  4. Kelompok sufi atau mistikus, dan metoda yang dipergunakan adalah kontemplasi ( perenungan ).

c. Akal dan wahyu

Menurut Al Ghazali kecerdasan akal adalah merupakan satu tingkatan dari perkembangan manusia dimana ia diperlengkapi dengan mata untuk dapat melihat berbagai macam bentuk sesuatu yang dapat ma’kul ( difahamkan ), yang berada disamping akal pengetahuan.

Menurut Al Ghazali pengetahuan yang diperoleh di dalam kebangkitan disebut ilham. Tetapi ilham bukan merupakan wahyu atau kenabian. Dari sini nampak jelas bahwa Al Ghazali membedakan antara wahyu dan ilham, disamping mengklasifikasi ilmu kedalam jenis pengetahuan laduny : Ilmu Laduny adalah ilmu yang menjadi terbuka dalam rahasia hati tanpa sebab datang dari luar. Selain pengetahuan di dapat dengan wahyu dan ilham, pengetahuan juga bissa diperoleh dengan cara antara lain :

  1. Mukasyafah yaitu pengetahuan ini berdasarkan keyakinan
  2. Muamalah yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat kata-kata atau berhubungan dengan kata-kata

Fungsi pengetahuan menurut Al Ghazali :

  1. Mencapai kemajauan untuk mendapatkan pemenuhan diri
  2. Merupakan suatau cara yang proggresif untuk mengetahui Allah swt.

IBNU THUFAIL

Nama yang sebenarnya adalah Abu bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail. Ajaran pokok Ibnu Thufail, empat diantaranya antara lain sebagai berikut : yang pertama urutan-urutan tangga ma’rifah ( pengetahuan ) yang ditempuh oleh akal; yang kedua akal manusia kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidakmmapuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika hendak menggambarkan keazalain mutlak, ketidak akhiran jaman, qadim, dll.; yang ketiga manusia dengan akalnya sanggup mengetahui dasar-dasar keutamaan dan dasr-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan.; dan yang keempat apa yang diperintahkan syari’at Islam dan apa yang diketahui oleh akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan, dan keindahan dapat bertemu kedua-duanya dalam satu titik tanpa diperlisihkan lagi.

Dalam filsafat Ibnu Thufail menggunakan beberapa metoda yaitu pada tahap pertama menggunkan metoda empiris dalam cara berpikirnya, tahap kedua dia menggunakan metoda rasional

IBNU AL ARABI

Corak berpikir Ibnu Al Arabi sofistik, tetapi menafsirkan pengetahuan berdasar dengan interprestasinya sendiri. menurut Ibnu Al Arabi mistik itu diperoleh lewat pengalamn ( rasa ) dan pengetahuan aqli itu diperoleh lewat akal. Perpaduan pengetahuan itu merupakan bentuk pengetahuan yang paling tinggi nilainya. Kebenaran itu sendiri menurut Ibnu Al Arabi sebagai ma’rifah dan tujuan mistiknya tidak lain adalah menuju kepada keesaan Tuhan. Karena itu kebenaran pengetahuan mistik disebut ma’rifah.

Metoda yang digunakan oleh Ibnu Al Arabi adalah inspirasi atau contemplation ). Inspirasi yang dimaksud adalah ilham yang datang dari Tuhan; dimana manusia dapat memperoleh gambaran yang terkandung dalam ilham tersebut. Pengetahuan ini ( ilham ) diperoleh manusia tidak harus dipelajari terlebih dahulu, namun kebenarannya tidak diragukan lagi.

IBNU KHALDUN

Pandangan Ibnu Khaldun mengenai pengetahuan

Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi dua macam yaitu :

  1. Ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faedah yang sebenarnya, dari ilmu itu sendiri, seperti ilmu –ilmu agama, ilmu alam, dan sebagian dai filsafat yang berhubungan dengan Ketuhanan
  2. Ilmu yang merupakan alat yang mempergunakan untuk mempelajari ilmu pengetahuan jenis pertama itu, seperrti ilmu tata bahasa Arab, ilmu hitung, dan ilmu-ilmu lain untuk mempelajari agama, dan logika untuk mempelajari filsafat..

Menurut Ibnu Khaldun, pengertian adalah suatu gambaran yang berbentuk ingatan. Dari pengertian diperoleh penyimpulan, pada gilirannya penyimpulan memperoleh pengetahuan mengenai esensi.

IBNU RUSHD

Hubungan Antara Agama dengan Filsafat

Ibnu Rushd membantah anggapan yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat. Mereka yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat adalah bagi mereka yang tidak memilki metoda untuk mempertemukan keduanya. Untuk mempertemukan keduanya dibutuhkan alat; alat itu adalah pikiran..

Metoda Ibnu Rushd

Seperti diketahui, terdapat dua methoda umum, pertama adalah metoda deduksi dan metoda induksi. Namun Ibnu Rushd mempergunKn metoda khusus yang disebut metoda demonstrant, metoda inayah ( perhatian ) dan metoda ikhtira ( penciptaan ).metoda pertama digunakan dalam memecahkan masalah-masalah filsafat, sedangkan metoda yang kedua dan ketiga digunakan khusus dalam pembahasan ilmu kalam.


[1]ialah segala sesuatu yang disembah di samping menyembah Allah seperti berhala-berhala, dewa-dewa, dan sebagainya

[2] maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari