Isnin, 14 November 2011

FITNAH....pengundang kemudaratan, pemusnah kesejahteraan..

 Dipetik daripada : 
http://kontaktokoh.multiply.com/journal/item/87
M. Al Khaththath : Fitnah kepada Islam dan Umatnya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “fitnah” berarti perkataan bohong atau tanpa dasar kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang. Dalam Kamus Kontemporer Arab Indonesia, kata “fitnah” diartikan dengan beberapa makna seperti daya tarik, wibawa, guna-guna, sihir, godaan, kegaduhan, huru-hara, cobaan, dan ujian.  

Al Quran menggunakan kata “fitnah” (nakiroh) dalam 21 ayat, dan kata “al fitnah” (ma’rifat) pada 6 ayat dengan makna yang berbeda-beda sesuai dengan konteks ayat.  Salah satu di  antaranya kata “al fitnah” yang disebut sebagai “lebih besar daripada pembunuhan” sebagaimana disebut dalam QS. Al Baqarah 217 (al fitnah akbaru minal qatl).  Allah SWT berfirman:

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh… (QS . Al Baqarah 217).

Penulis Fathul Qadir  memberikan makna kata “al fitnah” dalam ayat tersebut antara lain: kekufuran, pengusiran penduduk (Rasulullah da kaum muslimin) al haram, fitnah yang dialami kaum dluafa di antara orang-orang mukmin di Mekkah yang dibinasakan karena mempertahankan agamanya.

Ayat di atas turun setelah pasukan yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy yang diutus Rasulullah saw. untuk mengintai pergerakan orang-orang Quraisy di antara Thaif dan Mekkah telah menyerang rombongan Quraisy, menewaskan sebagian orang  Quraisy itu dan menawan sebagian yang lain.  Itu terjadi pada akhir bulan Rajab, salah satu bulan haram.

Kejadian tersebut dijadikan bahan propaganda hitam (black campaign) oleh orang-orang Quraisy dan didukung kekuatan Yahudi untuk memojokkan kaum muslimin.  Namun turunnya ayat tersebut justru memberikan klarifikasi kepada mereka bahwa tindakan pasukan Abdullah bin Jahsy dibenarkan oleh Allah SWT. Penulis tafsir Fathul Qadir mengatakan seolah Allah SWT berfirman: “Wahai kaum kafir Quraisy, kalian sungguh membesar-besarkan perang di bulan haram, padahal apa yang kalian lakukan berupa menghalang-halangi orang yang ingin masuk Islam; kalian kufur kepada  Allah; dan kalian menghalang-halangi ornag masuk masjidil Haram; maupun kalian mengusir para penduduk al haram dari kota tersebut; semua itu lebih besar haramnya di sisi Allah”.  

Dengan demikian fitnah di sini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam dan muslimin karena  agama mereka dan dimaksudkan untuk memutuskan hubungan mereka dengan agama mereka.  Fitnah inilah yang akan terus dilancarkan oleh orang-orang kafir hingga kaum muslimin murtad, yakni meninggalkan Islam dan kembali kepada kekufuran (QS. Al Baqarah 217). 

Fitnah inilah yang kini dilancarkan dalam bentuk terror dan serangan militer oleh Israel, Amerika, Rusia, dan negara-negara kafir lainnya atas kaum muslimin di Palestina, Irak, Afghanistan, Checnya, Rohingya, Pattani, Moro, Kashmir, dan bagian dunia Islam lainnya. 

Fitnah inilah yang dilancarkan oleh antek-antek AS dan sekutu baratnya di seluruh dunia Islam, termasuk di Indonesia,  kepada para pejuang Islam yang bergerak dengan berbagai macam bentuk organisasi dakwah dan harakahnya.  Cap-cap fitnah untuk menghancurkan perjuangan penegakan syariat Islam dan para pejuangnya telah dibuat dan disebarkan: ekstrimis, fundamentalis,  radikalis, anarkis, teroris, preman berjubah, dan berbagai cap buruk lainnya.  

Upaya pembubaran dan pemberangusan dengan berbagai alasan pun mereka lakukan. Dalam kasus terror opini dan politik untuk membubarkan FPI baru-baru ini mereka mempropagandakan kasus Banyuwangi sebagai kekerasan FPI yang layak dibubarkan. Tentu tujuannya adalah agar tidak ada umat lagi yang punya kekuatan untuk menggerakkan amar makruf nahi mungkar dan tidak ada lagi yang berani berjuang untuk mengembalikan kedaulatan syariat Allah di bumi pertiwi ini.   

Kiranya Allah mengingatkan kepada kita terhadap QS. Al Baqarah ayat 217 di atas. Dengan memahami konteks ayat di atas, kita bisa menyatakan bahwa: “Segala makar yang mereka buat untuk menghapus gerakan Islam dan perjuangan untuk menegakkan syariat Allah di bumi pertiwi ini jauh lebih besar dosanya daripada berbagai tindakan “anarkis” yang dilakukan oleh anggota FPI dan ormas-ormas Islam lainnya yang selalu mereka besar-besarkan sambil melupakan anarkisme yang extra ordinary yang dilakukan oleh para pendukung calon pilkada yang kalah sebagaimana kasus Tuban dan Mojokerto maupun berbagai anarkisme yang dilakukan berbagai kelompok lainnya”.

Kiranya FPI dan berbagai ormas Islam lainnya, para ulama, habaib, pimpinan pondok pesantren, majelis-majelis taklim, dan berbagai simpul umat Islam wajib mencatat siapa-siapa yang terlibat di dalam membuat fitnah kepada Islam dan umat Islam di negeri ini untuk disikapi secara bersama dan proporsional. Agar tidak ada lagi fitnah-fitnah keji tersebut dan umat Islam bisa menjalankan syariat agamanya dengan tenang. Wallahua’lam!
**************************************************
Dipetik daripada :
http://www.facebook.com/notes/dakwah-semua-umat/fitnah-dan-ciri-ciri-dajjaal/128733634558

Fitnah dan Ciri-ciri Dajjaal

by Dakwah Semua Umat on Monday, 07 September 2009 at 02:52
Kita sekarang berada di akhir zaman. Kiamat sudah dekat. Salah satu tanda kiamat adalah munculnya Dajjaal. Ada Dajjaal yang sebenarnya sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits shahih, dan ada pula anak buah Dajjaal atau orang-orang yang memiliki karakter seperti Dajjaal. Keduanya senantiasa menimbulkan fitnah, kerusakan, dan penyesatan. Proyek perusakan dan penyesatan mereka, kadang begitu gamblang menyolok mata. Kadang dibungkus dengan berbagai macam alasan yang masuk akal.


Bagi umat Islam yang memahami Islam atau belajar tentang Islam, pasti mendengar berita tentang Dajjaal. Karena hadits yang membicarakan tentang Dajjaal sangat banyak dan kebenaran beritanya sampai ke tingkat mutawattir (periwayatan hadits yang disampaikan oleh orang banyak dari satu generasi ke generasi berikutnya). Dan hadits mutawwatir dipastikan kebenarannya dan tidak ada yang mengingkarinya dari kalangan ulama.


Datangnya Dajjaal yang kemudian berhadapan dan dibunuh oleh Nabi Isa a.s., merupakan salah satu tanda-tanda dari hari kiamat. Bahkan Nabi Isa a.s. bukan hanya membunuh Dajjaal, tetapi menghancurkan salib dan memerangi orang-orang kafir. Nabi Isa a.s. pada saat itu menjadi pemimpin yang adil dan mengikuti syariat Nabi Muhammad saw. Berita tentang turunnya Dajjaal dan Nabi Isa a.s. adalah aqidah yang harus diyakini oleh umat Islam secara keseluruhan, karena bersumber dari hadits shahih dari Rasulullah saw.


Begitu besarnya bahaya fitnah Dajjaal, sampai Rasulullah saw. memerintahkan kepada umatnya untuk senatiasa berdoa dalam setiap shalat agar terbebas dari fitnah tersebut. Beliau bersabda, “Jika kalian membaca tasyahud, maka berlindunglah dari empat hal, yaitu berkata: ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari buruknya fitnah al-Masih ad-Dajjaal.’” (HR Muslim)


Arti Dajjaal


Dajjaal menurut bahasa berasal dari kata dajala, berarti berdusta dan menutup. Dajala haq bil batil artinya menutupi atau mencampuradukkan yang hak dengan yang batil. Disebut dajjaal karena menutupi kebenaran dengan kata-kata dustanya. Dajjaal berarti seorang yang sangat pendusta dan menutupi kebenaran. Sedangkan Dajjaal yang disebutkan dalam hadits adalah satu mahluk khusus sebangsa manusia yang akan muncul di hari-hari menjelang kiamat, memfitnah manusia, dan mempunyai karakteristik khusus.


Hadits-hadits tentang Dajjaal


Disebutkan dalam hadits- hadits Rasulullah saw.:


“Selain Dajjaal lebih aku takuti atasmu dari dajjaal. Jika Dajjaal keluar dan aku berada di hadapan kalian, maka aku melawannya membela kalian. Tetapi jika ia keluar dan aku tidak di antara kalian, maka setiap orang membela diri sendiri. Allah akan melindungi setiap muslim. Dajjaal adalah pemuda berambut keriting, mata (kirinya) menonjol, seperti saya umpamakan dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan. Siapa yang menjumpainya, maka bacalah awal surat al-Kahfi. Dajjaal akan keluar di antara jalan Syam dan Irak. Berjalan membuat kerusakan di kanan dan di kiri. Wahai hamba-hamba Allah, tetap teguhlah (pada ajaran Islam).” (HR Muslim)


“Setiap negeri pasti didatangi Dajjaal, kecuali Mekkah dan Madinah.” (HR Muslim).


“Mengikuti Dajjaal 70 ribu orang-orang Yahudi dari Asbahan yang memakai topi.” (HR Muslim).


“Setiap Nabi pasti memperingatkan kaumnya dengan si buta pendusta. Ingatlah bahwa Dajjaal adalah buta, dan Rabb kalian Azza wa Jalla tidak buta. Dajjaal ditulis di antara dua matanya k f r (kafir).” (Muttafaqun alaihi).


“Maukah aku ceritakan berita tentang Dajjaal, sesuatu yang pernah diceritakan setiap nabi pada kaumnya. Dajjaal adalah buta, dia datang dengan sesuatu seperti surga dan neraka. Apa yang dikatakan surga adalah neraka.” (Muttafaqun ‘alaihi).


“Dajjaal akan muncul pada umatku, maka ia hidup selama 40 (saya tidak tahu apakah 40 hari, atau bulan atau tahun). Kemudian Allah mengutus Isa bin Maryam, ia seperti Urwah bin Mas’ud. Maka Isa as. mencari Dajjaal dan menghancurkannya. Kemudian Isa tinggal bersama manusia 7 tahun, tidak akan terjadi permusuhan di antara dua kelompok.” (HR Muslim).


“Perang besar, pembukaan kota Konstantinopel dan keluarnya Dajjaal (terjadi) dalam 7 bulan.” (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Ciri-Ciri Dajjaal


Banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan ciri-ciri dan karakteristik Dajjaal yang akan datang di akhir zaman. Dan dari beberapa hadits di atas dapat disimpulkan tentang sifat dan karakteristik Dajjaal adalah:


¨ Mahluk dari bangsa manusia keturunan Yahudi.


¨ Ciri khas fisiknya: berambut keriting, mata kanannya buta, mata kirinya menonjol, di antaranya tertulis kafir.


¨ Senantiasa berdusta dan menipu manusia agar menjadi kafir dan menjadi pengikutnya.


¨ Aktivitasnya membuat kerusakan di bumi.


¨ Pengikut setianya orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir.


¨ Senantiasa keliling dunia, kecuali Mekkah dan Madinah.


¨ Datang membawa keajaiban yang dapat menyihir dan menipu manusia, dengan harta, kekuasaan, dan wanita.


¨ Dajjaal akan berhadapan dan dibunuh oleh Nabi Isa a.s.


Namun, di samping Dajjaal yang sebenarnya, Rasulullah saw. juga mengingatkan umatnya akan bahaya orang-orang yang memiliki sifat Dajjaal. Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bersabda : “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai munculnya Dajjaal-Dajjaal pendusta sekitar 30 orang, semuanya mengaku utusan Allah.” (HR Muslim).


“Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku dari Dajjaal, yaitu para pemimpin yang sesat.” (HR Ahmad).


Fitnah Dajjaal


Dajjaal hadir untuk membuat fitnah yang menyebabkan orang beriman menjadi sesat dan kafir. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, di samping ada Dajjaal yang sebenarnya, ada juga manusia-manusia yang mempunyai karakteristik seperti Dajjaal. Oleh karena itu umat Islam juga harus mewaspadainya. Mereka adalah para pemimpin yang sesat dan nabi-nabi palsu. Mereka sangat berbahaya karena datang pada setiap tempat dan waktu. Sedangkan Dajjaal akan datang hanya menjelang hari kiamat. Maka para pemimpin yang sesat yang memiliki sifat-sifat Dajjaal tingkat bahayanya lebih kuat dari Dajjaal yang sebenarnya. Namun keduanya adalah fitnah yang harus diwaspadai oleh setiap muslim.


Para pemimpin di sepanjang masa selalu ada yang menjadi musuh para nabi dan para dai yang mengajarkan kebenaran. Dari mulai Raja Namrud, Fira’aun, dan Abu Jahal, sampai pemimipin sesat setelah wafatnya Rasulullah saw. Mereka di antaranya pemimpin-pemimpin dunia yang membantai dan menghancurkan negeri muslim, dan pemimpin-pemimpin dunia lainnya yang menimbulkan fitnah, menebar kesesatan, dan membuat kerusakan di dunia.


Fitnah Dajjaal, baik yang sebenarnya maupun para pemimpin yang memiliki sifat Dajjaal, adalah bahaya laten yang harus dihadapai umat Islam. Fitnah Dajjaal membuat umat Islam menjadi sesat dan kafir. Dan umat Islam dapat saling bunuh karena fitnah Dajjaal tersebut. Dajjaal memutarbalikan fakta, sehingga yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar, yang haram menjadi halal dan yang halal menjadi haram. Fitnah tersebut didukung dengan dana, media masa, dan oknum-oknum yang memang telah sesat. Lebih dahsyat lagi Dajjaal didukung lembaga internasional dan negara-negara adidaya.


Fitnah yang paling bahaya dari Dajjaal adalah yang keluar dari mulutnya. Dan fitnah ini didukung media masa dan disebarkan keseluruh penduduk dunia. Masuk ke rumah-rumah keluarga muslim dan menyesatkan mereka. Dajjaal –baik yang sebenarnya atau yang mirip-mirip– senantiasa mengucapkan kata-kata yang membuat manusia sesat dari agama Allah. Dajjaal senantiasa memproduk ungkapan sesat, batil, dan kontroversial. Sehingga kebenaran menjadi kabur dan tidak jelas, sedangkan kebatilan seolah-olah indah dan menarik. Kebenaran selalu ditutup-tutupi dan dibungkus dengan dusta. Syariat Islam dianggap kejam dan tidak manusiawi, sedangkan nilai-nilai sekular dianggap baik, adil, dan paling cocok untuk kehidupan di era modern. Nilai-nilai agama dijauhkan dan direduksi dari kehidupan sosial dan kenegaraan. Bid’ah dianggap sunnah dan sunnah dianggap bid’ah. Umat Islam dicap fundamentalis, ekstrem, dan teroris; sedangkan non-muslim dianggap humanis, baik, dan demokratis.


Apakah Ibnu Shayyaad adalah Dajjaal?


Disebutkan dalam hadits:


Dari Abdullah berkata, kami bersama Rasulullah saw. maka kami melewati anak-anak, di antaranya Ibnu Shayyaad. Anak-anak lari, sedangkan Ibnu Shayyaad tetap duduk. Seolah-olah Rasulullah saw. tidak suka padanya. Rasuullahl saw. berkata padanya: ”Apakah engkau bersaksi bahwa aku Rasulullah saw.?” Ibnu Shayyaad berkata: ”Tidak, tapi apakah engkau bersaksi bahwa aku Rasulullah saw.“ Berkata Umar, ”Wahai Rasulullah saw., biarkanlah aku membunuhnya.” Rasulullah saw. berkata: ”Jika benar yang engkau lihat (adalah Dajjaal), maka engkau tidak akan bisa membunuhnya.” (HR Muslim)


Rasulullah saw. tidak memastikan bahwa Ibnu Shayyaad adalah Dajjaal yang dimaksud itu, walaupun demikian beliau juga membiarkan dan tidak menafikan ketika sebagian sahabat bersumpah bahwa dia adalah Dajjaal. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat di antara para ulama, apakah Ibnu Shayaad adalah Dajjaal? Memang ketika Rasulullah saw. menyebutkan sifat-sifat Dajjaal yang akan muncul menjelang hari kiamat, di antaranya bahwa Dajjaal adalah kafir dari keturunan Yahudi, tidak akan memasuki Mekkah dan Madinah, dan tidak punya anak. Sedangkan Ibnu Shayaad mengaku muslim, walaupun dari keturunan Yahudi. Dia lahir di Madinah, mempunyai orang tua, dan punya anak. Dan Ibnu Shayyaad sempat berangkat haji menuju Mekkah bersama Abu Said al-Khudri.


Ilmu secara pasti tentang Ibnu Shayyaad Dajjaal atau bukan, hanyalah Allah yang tahu. Tetapi dari isyarat Rasulullah saw. dan sifat-sifatnya, maka para ulama mengambil kesimpulan bahwa Ibnu Shayyaad salah seorang yang memiliki sifat Dajjaal. Dia ahli sihir, dukun, dan mengaku banyak tahu tentang masalah ghaib. Sehingga, ketika sebagian sahabat bersumpah, diantaranya Umar bin Khattab bahwa Ibnu Shayyaad adalah Dajjaal, Rasulullah saw. tidak menafikannya. Wallahu Alam.


Kiat-kiat Menghadapi Fitnah Dajjaal


Untuk menghadapi fitnah Dajjaal, maka umat Islam harus berjihad melawan kebatilan. Ulama harus menjelaskan kepada umat antara yang hak dengan yang batil agar mereka tidak menjadi bingung dan tidak tersesat. Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baiknya jihad adalah perkataan yang benar pada penguasa yang sesat.” (HR Ahmad).


Seluruh bentuk fitnah harus dilawan oleh umat Islam. Fitnah kemusyrikan, fitnah pelecehan terhadap kehormatan Nabi saw., fitnah pembunuhan, fitnah pornografi dan pornoaksi, fitnah pelecehan terhadap Islam dan umat Islam, dan fitnah lainnya. Dan fitnah itu harus dilawan dengan semua bentuk kekuatan yang dimiliki dan bisa dimiliki umat Islam sehingga Islam menjadi ajaran yang eksis di muka bumi ini. Allah swt. berfirman: ”Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 39).


Sedangkan kiat praktis yang harus dilakukan oleh umat Islam, yaitu senantiasa membaca Al-Qur’an dan menghafalkannya. Khususnya surat Al-Kahfi. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang hapal 10 ayat pertama surat al-Kahfi, maka dia selamat dari Dajjaal” (HR Muslim).


 Dipetik daripada :

http://sejarahstpm.blogspot.com

Sunday, 24 April 2011

Fitnah dan Hasutan Dalam Sejarah Pemerintahan Empayar Islam : Satu Tinjauan Ringkas

image SEJARAH kejatuhan dan keruntuhan negara atau empayar Islam sepanjang zaman di mana-mana sahaja adalah berpunca daripada faktor fitnah, hasutan dan adu domba sesama sendiri.
Penghasutnya adalah bijak pandai daripada kalangan mereka, termasuk golongan yang mendakwa dirinya sebagai ahli agama. Hukum-hakam agama adalah alat yang paling berkesan bagi maksud tersebut.
Perkataan hasut membawa erti cocoh, acum, batu api, agitasi dan sebagainya. Dalam bahasa agama disebut fitnah. Semuanya memberi maksud tuduhan jahat yang diada-adakan atau memanjangkan berita buruk yang tidak benar bertujuan kecelakaan dan kemusnahan.
Hasutan fitnah ini sudah wujud sejak zaman Nabi lagi yang dikepalai oleh Abu Jahal dan Abu Lahab. Pada zaman Khulafa Rasyidin pula hanya Khalifah Abu Bakar as-Siddiq sahaja yang mati dalam keadaan biasa. Tiga khalifah yang lain, Umar, Uthman dan Ali semuanya syahid dibunuh oleh penjahat-penjahat yang menerima hasutan.
Peristiwa Majlis Tahkim yang berslogankan tidak ada hukum melainkan daripada hukum Allah adalah peristiwa pembohongan dan penyalahgunaan agama yang paling ketara. Amru Ibnul As mewakili pihak Muawiyah bin Abu Sufian berjaya menggunakan helah politik bagi memperdaya Abu Musa al-Asyaari yang mewakili pihak Khalifah Ali.
Khalifah Ali amat kecewa dan kesal dengan perundingan itu dan merasai dirinya dan orang ramai tertipu dengan slogan tersebut. Beliau memberi komentar dengan ucapannya yang masyhur: `Kata-kata itu benar, tetapi maksudnya adalah batil'.
Berikutan daripada peristiwa Tahkim itulah akhirnya Khalifah Ali dibunuh, runtuhnya kerajaan Khulafa Rasyidin, lahirnya kelompok politik (firqah) dalam masyarakat Islam dan lahirnya kerajaan Umayyah, iaitu kerajaan Islam yang sah yang diterima oleh majoriti umat Islam pada waktu itu.
Perang Jamal (36H/656M) merupakan perang saudara pertama dalam masyarakat Islam yang dicetuskan oleh segelintir penghasut yang tidak senang dengan pemerintahan Khalifah Ali. Peperangan ini yang berlaku di sekitar bandar Basrah telah mengorbankan kira-kira 10,000 umat Islam. Antaranya ialah Talhah bin Ubaidullah dan az-Zubir bin al-Awwam, dua sahabat termulia dan terkemuka di sisi Nabi dan antara sepuluh sahabat yang dijanji mendapat syurga.
Sayyidatina Aisyah, isteri Nabi, juga terlibat dalam peperangan ini yang berakhir dengan kekalahan dan ditawan oleh Khalifah Ali. Dia dilayan baik oleh Khalifah Ali dan kemudiannya dihantar balik ke Madinah.
Setahun kemudian, berlaku pula Perang Siffin antara Khalifah Ali bin Abi Talib dengan Muawiyah bin Abi Sufian. Muawiyah kalah dalam peperangan ini, tetapi menang di meja perundingan.
Amru Ibn al'As bagi pihak Muawiyah telah membuat helah politik mengajak pengikut-pengikutnya menjulang al-Quran di hujung pedang menyeru gencatan senjata dan kembali berhukum dengan hukum Allah. Orang ramai tertipu dengan helah tersebut.
Banyak tragedi yang menyayat hati berlaku selepas itu. Antaranya yang paling sedih ialah peristiwa pembunuhan ramai sahabat Nabi terkemuka, termasuk dua cucunya Hasan dan Husein, putera-putera Siti Fatimah binti Rasulullah. Kesan buruknya berlarutan sehingga hari ini.
Semua permusuhan dan pembunuhan adalah atas nama Islam. Masing-masing dilemparkan tuduhan kononnya tidak melaksanakan keputusan dan pentadbiran menurut ajaran Islam sebenar. Khalifah Uthman dituduh mengamalkan kronisme dan nepotisme serta menyalahgunakan wang negara (Baitulmal). Khalifah Ali yang merupakan sepupu dan menantu Nabi sendiri pun terpalit dengan tuduhan seumpama itu seperti kononnya Khalifah Ali terlibat dengan pembunuhan Khalifah Uthman dan menyokong pemberontak. Kesannya Khalifah Ali kemudiannya syahid dibunuh oleh pembunuh upahan Khawarij.
Muawiyah kemudiannya berjaya mendirikan kerajaan Islam yang baru di atas keruntuhan kerajaan Khulafa Rasyidin. Pusat pentadbirannya berpindah dari Madinah ke Damsyik (Syria).
Kerajaan Umayyah juga tidak terlepas daripada gerakan penghasutan dan agitasi daripada musuh-musuh politiknya sesama Islam. Musuh paling utama ialah Khawarij dan Syiah. Gerakan perseteruannya paling keras dan amat sengit. Orang ramai keliru dengan propaganda mereka, kerana pemimpin mereka adalah terdiri daripada sahabat-sahabat yang hafaz al-Quran dan banyak menyimpan hadis.
Akhirnya, setelah kira-kira 90 tahun memimpin negara Islam, kerajaan dari keluarga Umayyah pula menerima nasib yang sama seperti kerajaan Khulafa Rasyidin. Kerajaan ini digulingkan oleh keluarga Bani Abbas dan golongan Syiah secara paksa hasil daripada gerakan mereka yang sangat lama.
Kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad (Iraq) ditubuhkan selepas keruntuhan kerajaan Umaiyyah dan kerajaan-kerajaan Islam lain yang didirikan kemudian juga tidak terlepas daripada kejadian-kejadian yang sadis dan kejam. Ramai khalifah, gabenor dan ulama dibunuh dengan zalim dan menyayat perasaan.
Ajaran Islam adalah jelas. Islam tiada caacat celanya. Yang cela adalah penganutnya yang terpesong. Allah memerintahkan umat Islam supaya menyatukan barisan dan menghindar diri daripada perpecahan. Ditegah sama sekali benci-membenci, cerca-mencerca, pulau-memulau dan menumpahkan darah. Malangnya perintah seumpama itu tidak dipatuhi. Umat Islam terus-menerus berkelompok dan bercerai-berai. Paling malang apabila hukum-hukum agama dijadikan senjata bagi maksud tersebut.
Berlakunya demikian adalah kerana kesilapan mereka yang terlibat terutama para penyokong yang fanatik dan ketidakfahaman ajaran Islam sebenar, atau kerana kedegilan sebilangan mereka dan keingkaran terhadap ajaran agama, atau kerana desakan politik dan kumpulan, atau menjaga kepentingan keduniaan melebihi segala-galanya.
Walaubagaimanpun, kita wajar berlapang dada dan menghormati ‘ijtihad’ yang dilakukan oleh para Khalifah Rasyidin dan para sahabat dalam menangani permasalahan pada ketika itu. Cuma penerimaan masyarakat, rakyat serta penyokong terhadap keputusan ketua menyebabkan tindakan dan fahaman yang berbeza-beza telah diambil. Wallahu’aklam.
*********************************************************************

Dipetik daripada :
http://mutiaraislam.wordpress.com/
Ketahuilah bahawa sifat-sifat seperti hasad dengki, sombong, takbur, mengumpat, riak dan membuat fitnah adalah seburuk-buruk dan sehina-hina sifat.  Sifat ini sangat-sangat dibenci oleh Allah SWT.  Jika kita mengumpat, membuat fitnah, mengadu domba diantara kawan, keluarga, sudah pasti akan menjadi kucar kacil dan huru hara hubungan diantara manusia.  Sifat-sifat ini tidak dipandang ringan oleh agama kita ia itu Islam.  Ianya dikategorikan sebagai dosa-dosa besar kerana perlakuan sedemian umpama membunuh rakan atau saudara sendiri.
Firman Allah SWT dalam surah “al-Baqarah” – ayat 191 yang bermaksud:

“….. dan perbuatan fitnah itu lebih dasyat kesannya dari perbuatan membunuh …..”

Kita mengakui bahawa setiap insan itu mempunyai keaiban dan kesalahan yang telah dilakukannya.  Maka keaiban itu tidaklah patut dihebah-hebahkan kerana kalau dihebahkan bermaksud kita telah mengaibkan diri sendiri.  Umpat-mengumpat diantara kaum Islam masih berluas-luasa berlaku sejak berzaman hingga ke hari ini dan mungkin berterusan, umpamanya masih terdapat mereka-mereka yang selepas bersolat di masjid-masjid atau surau-surau melakukan perkara-perkara seperti mengumpat sesama sendiri terutama ketika besembang di gerai-gerai atau warong sebelum pulang kerumah.  Adakala apabila timbul isu politik, mereka lah orang yang bijak didalam bidang itu mengalahkan orang politik.  Apabila terlalu jauh membicarakan hal-hal yang tidak bergitu diketahui betul atau tidak perkara yang dibincangkan maka terjadilah perbuatan memfitnah orang-orang yang berkaitan.
Itupun baru hal-hal dengan cerita di warong, lagi bertambah teruk apabila membuat fitnah dan mengumpat didalam internet atau di laman-laman blog.  Kadang-kadang kita terbaca bahawa umpat-mengumpat dan memfitnah di dalam laman blog tidak memberi apa-apa faedah kepada yang berbuat perkara tersebut.  Ianya seakan-akan sedap membicarakan perkara yang diada-adakan atau perkara-perkara yang tidak diketahui sebenar-benarnya. Bukankah perkara ini di kategorikan sebagai fitnah.
Oleh itu, jauhkan umpat-mengumpat kerana ia adalah sifat orang yang jahat dan rosak akhlak, ia sudah semestinya tidak layak diamalkan oleh orang Islam yang beriman. Tiada gunanya orang-orang yang mentaati suruhan Allah SWT seperti mengerjakan solat, berpuasa dan menurut perintah Allah SWT tetapi masih terus membuat fitnah dan umpat-mengumpat sesama kuam Islam sendiri.
Allah SWT berfirman yang bermaksud:

“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjauhkan buruk sangka, kerana buruk sangka itu setengah daripada dosa besar, janganlah kamu mengintai dan janganlah kamu mencerca serta mengumpat, setengah kamu akan setengah lain.  Apakan kamu suka memakan dangging saudara kamu yang telah mati?  Nescaya kamu takut kepada Allah bahawasanya Allah itu Penerima taubat”.

(Surah “al-Hujurat: Ayat 12)
Ayat diatas menjelaskan bahawa umat Islam dilarang menyimpan hasad dengki didalam hatinya keatas saudara-saudara Islam yang mendapata nikmat kerniaan daripada Allah SWT apatahlagi mengumpat saudara-saudaranya sendiri.  Perbuat ini terlalu keji disisi Allah SWT.  Allah SWT telah berjanji akan memasukkan umatNya yang mengumpat, memfitnah bangsa sendiri, negara dan sebagainya ke neraka jahanam sekiranya mereka ini tidak sempat memohon apun dan bertaubat kepada Allah SWT.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah S.A.W. bersabda, mafhumnya:

“Wahai orang yang beriman dengan lisannya shaja dan meimanannya itu meresap kedalam hatinya, janganlah kamu mengumpat kaum Muslimin, janganlah pula menjejaki keburukan mereka, sesiapa yang menjejaki keburukan mereka maka Allah SWT akan menjejaki keburukannya dan barangsiapa yang dijejaki kerburukannya oleh Allah SWT maka Allah SWT akan menyingkap keaibannya sekalipun ia berada di dalam rumah”.

(Riwayat: Abi Barzah al-Aslami R.A.)
Hadis diatas menyatakan bahawa sifat hasad dengki itu tidak memberi faedah langsung kepada yang melakukannya, melainkan dendam dan perbalahan yang akan menjauhkan perpaduan.  Oleh itu jauhkanlah sifat hasad dengki, fitrah memfitnah.  Orang yang hasad dengki membakar diri dan hatinya.  Hasad dengki tidak boleh dipadamkan melainkan kebaikan dan ketaatan diri kepada Allah SWT sahaja.  Memfitnahkan saudara sendiri adalah dilarang oleh Islam sama sekali.  Hendaklah kita hindarkan daripada terus menerus melakukan perbuatan yang dimurkai oleh Allah SWT.
Kita seharusnya menjaga lidah kita supaya tidak mengeluarkan kata-kata yang dilarang dan dilahnati oleh Allah SWT.  Janganlah kita membuat fitnah terhadap sesiapapun sama ada mereka itu saudara kita ataupun tidak tetapi haruslah diingatkan bahawa kesuluruh umat Islam adalah bersaudara yang datang dari satu kaum.  Sebab itulah Islam melarang umatnya memfitnah sesama Islam dan bukan hanya itu sahaja, kita sepatutnya menjauhi daripada mendengar perkara-perkara fitnah yang disampaikan oleh orang lain.
Oleh itu, jauhilah dari membuat perkara-perkara yang dilarang oleh Allah SWT seperti membuat fitnah, mengumpat, mengutok dan menaruh hasad dengki terhadap saudara sendiri mahupun orang lain.
Kita telah diberi nikmat oleh Allat SWT maka hendaklah kita bersyukur kepadaNya.  Janganlah kita bersifat besar hati dan takbur kerana Allah SWT berkuasa mengambil kembali nikmat yang telah diberikanNya kepada kita.  Bersifat takbur itu adalah salah satu daripada satu cara Allah SWT boleh menghilangkan nikmatNya dari kita.  Ingatlah Allah SWT tidak suka kepada orang yang bongkak dan takbur.
Firman Allah SWT dalam surah “al-Nahl” : ayat 23 yang bermaksud:

“Bahawasanya Allah SWT tidak suka kepada orang yang bersifat takbur”.

Janganlah kita lupa diri kerana banyaknya nikmat Allah SWT yang telah kita terima dan rasa sepanjang hayat kita didunia ini.  Jauhkanlah perkara-perkara yang boleh membawa kepada pergaduhan, kerana kita sebagai umat Islam adalah bersaudara dari satu agama dan keturunan.
Kepada kita yang pernah melakukan perkara-perkara yang di larang ole Allah SWT hendak lah segera bertaubat kerana takut sekiranya kita tidak sempat bertaubat kepada Allah SWT dan memohon ampun kepadanya maka kita dimasukan ke neraka.

~ oleh lokmanhashim di April 4, 2010.
**************************************************

Dipetik daripada :
http://bengkelrohani.blogspot.com/2010/11/budaya-fitnah-menghancurkan-umat-islam.html

Wednesday, November 17, 2010

Budaya Fitnah Menghancurkan Umat Islam

Firman Allah S.W.T. bermaksud: “Wahai orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidik (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara tidak diingini, dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menyebabkan kamu menyesali perkara yang kamu lakukan.” (Surah al-Hujurat, ayat 6) Banyak pihak yang turut terbabit menyebar fitnah sebenarnya tidak mempunyai sebarang kepentingan berkaitannya. Tetapi, disebabkan amalan menyebar fitnah sudah menjadi kebiasaan, banyak yang turut menyertainya dan seperti mendapat kepuasan daripada perbuatan itu. Fitnah biasanya disebarkan bertujuan memburukkan individu atau kumpulan. Pada masa sama, perbuatan itu dapat menonjolkan dirinya sebagai lebih baik dan lebih layak berbanding orang yang diburukkan itu. Bahkan ada juga segelintir yang sampai ke tahap melabelkan orang sebagai fasik, munafik, yahudi, kafir dan ahli neraka..! Seolah2 merekalah yang paling baik dan dijanjikan untuk masuk syurga. Sedangkan jaminan seseorang itu masuk ke syurga hanyalah dengan RAHMAT ALLAH.
Kita tak tahu andaikata di akhir hayat seorg pencuri atau pelacur itu entah-entah dia sudahpun insaf sedang menuju ke arah masjid utk bertaubat tp mati kemalangan di dlm perjalanan. Di mulut kita pantas meluncur kata "Tengok tu, di dunia buat dosa, mati pun Tuhan hina!" sedangkan di waktu itu kita tidak tahu entah2 sang malaikat sedang mengukur jarak drp tempat mati beliau ke masjid lebih dkt berbanding tempat maksiat yang ditinggalkannya itu. Kita ambil iktibar juga kisah pelacur memberi minum air kpd anjing (yg telah diabadikan dlm video klip maher zain the chosen one (2:13), yg saya rasakan sbg video klip terbaik utk kurun ini).


Sila ambil perhatian... Dosa membuat fitnah digolongkan sebagai dosa sesama manusia. Justeru, dosa itu tidak akan diampunkan Allah, melainkan orang yang difitnah itu memberi keampunan terhadap perbuatan itu. Mungkin ramai menyangka perbuatan menyebarkan berita fitnah sekadar satu kesalahan kecil. Sebab itu, perbuatan seumpamanya dilakukan seperti tiada apa merugikan.

Hakikatnya, dosa membuat fitnah menjauhkan diri penyebar fitnah dari syurga. Sabda Rasulullah SAW bermaksud: “Tidak masuk syurga orang yang suka menyebarkan fitnah.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim). Dosa menyebar fitnah umpama api membakar ranting kering kerana ia cepat merebak dan akan menjadi abu sepenuhnya. Dosa menyebar fitnah menyebabkan pahala terdahulu dihilangkan sehinggakan penyebar fitnah menjadi muflis di akhirat nanti. MAKA SIA-SIALAH SEGALA AMAL IBADAT SEMBAHYANG, PUASA, BERZAKAT, HAJI dll.

Mengenai berita benar dan berita tidak benar yang disebarkan tanpa kebenaran atau kerelaan orang berkaitan, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Adakah kamu semua mengetahui apakah ghibah (mengumpat)? Sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Lalu Baginda meneruskan sabdanya: Kamu berkata mengenai saudara kamu perkara yang tidak disenanginya. Lalu ditanya oleh seorang sahabat: Walaupun saya berkata perkara yang benar-benar berlaku pada dirinya?’ Rasulullah bersabda lanjut: “Jika kamu berkata mengenai perkara yang benar-benar berlaku pada dirinya bererti kamu mengumpatnya, jika perkara yang tidak berlaku pada dirinya bererti kamu memfitnahnya.” (Hadis riwayat Abu Hurairah)

Larangan mencari dan membocorkan rahsia orang lain jelas dilarang Allah seperti dijelaskan dalam firman-Nya bermaksud: “Dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang lain.” (Surah al-Hujurat, ayat 12). Justeru, setiap Muslim perlu bijak menilai sesuatu berita bagi mengelak daripada menerima dan kemudian menyebarkan sesuatu laporan palso dan berita yang berunsur fitnah.

Perkara pertama perlu diberi perhatian untuk memastikan kesahihan berita ialah memastikan sumber berita itu, yakni siapakah yang mula menyebarkan berita dan rantaian orang yang membawa berita itu. Umat Islam tentu tidak lupa pada sejarah menyebabkan kematian khalifah Saidina Uthman bin Affan yang berpunca daripada FITNAH.

Penyebaran fitnah turut menjadi faktor kehancuran dan penyebab kepada perselisihan malah telah mencetuskan peperangan sesama Islam atau perang saudara ketika zaman pemerintahan Saidina Ali. Menurut riwayat yang dikemukakan oleh Ibn katsir di dalam Bidayah wan Nihayah, jumlah korban Perang Jamal ialah 10,000 orang manakala Perang Siffin ialah 60,000 orang. Fitnah juga meruntuhkan kekuatan Bani Umaiyah malah, sejarah kejatuhan empayar besar kerajaan Melayu Melaka tidak terkecuali kerana fitnah.

Bagi yang diuji dengan fenomena hebah dan fitnah ini, antara cara yang turut dicadangkan oleh nabi Muhammad SAW ialah duduk diam sahaja. Ini berdasarkan sepotong hadith sahih riwayat Bukhari dan Muslim seperti berikut:
انها ستكون فتنة القاعد فيها خير من القائم و القائم خير من الماشي و الماشي خير من الساعي
Sesungguhnya akan terjadi fitnah, orang yang duduk (diam) adalah lebih baik daripada yang berdiri. Orang yang berdiri adalah lebih baik daripada orang yang berjalan. Dan orang yang berjalan adalah lebih baik daripada orang yang berlari.

Ketika berlakunya gejala fitnah, khususnya selepas pembunuhan Saidina Uthman, ramai para sahabat yang mengambil sikap berdiam diri sahaja tanpa menyebelahi mana-mana pihak bagi mengelakkan diri daripada terjebak dalam gejala fitnah. Ini termasuklah Zubair bin al-Awwam serta Abdullah bin Khabab. Ini merupakan tindakan yang betul. Dalam masa yang sama, ada juga yang terpaksa mengharungi dan berhadapan dengan fitnah tersebut, seperti yang dilakukan oleh Saidina al-Hasan. Tindakan beliau bukannya salah, kerana beliau tidak membalas fitnah dengan fitnah, akan tetapi fitnah itu dibalas dengan hikmah, walaupun akhirnya diri beliau yang terpaksa menjadi korban.
Bayangkan berapa puluh tahun fitnah drpd zaman Saidina Uthman berpanjangan sehingga membawa terbunuhnya Saidina Hasan cucu kesayangan Nabi. Betapa maha besarnya dosa yang perlu ditanggung oleh si pembuat fitnah dan juga oleh penyampai2 fitnah. Begitulah juga besarnya dosa orang yang mereka2 cerita dan membuat fitnah di laman sosial dan blog, lalu diperpanjangkan oleh pembaca blog dan status beliau, samada dengan sengaja ataupun tanpa niat (sekadar berbual kosong berkongsi apa yg dibaca di laman sosial) selagi mana fitnah itu berjalan maka selagi itulah dosa akan ditanggung oleh pembuat fitnah dan juga si penyampai, bayangkan kalau cerita palsu itu berpanjangan sehingga ke anak cucu..! Wal-'iyazubillah..

Oleh yang demikian, sekiranya kita menjadi mangsa fitnah, lalu kita membalas dendam dengan melakukan fitnah yang serupa, percayalah bahawa tindakan itu adalah satu kesilapan besar dan tidak langsung menyelesaikan masalah. Kita mungkin puas memfitnah orang lain dalam ucapan dan tulisan kita dalam blog ataupun laman sosial sebagai contohnya, akan tetapi tulisan itu akan terus kekal diingati sama seperti kekal degilnya sikap kita yang enggan memaaf dan melupakan kesalahan orang lain bahkan terus menyuburkan lagi sifat mazmumah dan nafsu amarah di dalam diri.

Fikir-fikirkanlah, sebelum menghantar SMS, e-mel ataupun respon di dalam laman sosial seperti Facebook. Lebih dahsyat lagi hingga ke tahap membuat profil palsu di dalam Facebook untuk memburuk-burukkan peribadi individu. Ini bukan ciri-ciri pejuang dan pencinta kebenaran. Jika masyarakat Islam sendiri boleh berselisih dan berperang sesama sendiri kerana fitnah, apatah lagi masyarakat umum? Sudahnya umat Islam jualah yang akan rugi.. Marilah kita mengambil berkat tahun baru hijrah untuk mengubah sikap dan menjauhkan budaya fitnah yang sangat menghancurkan umat Islam ini. Moga2 Tuhan membela para pencinta kebenaran di mana jua mereka berada...
 ********************************************

Dipetik daripada :

http://rapsodeeperjuangan.blogspot.com/2009/06/hadith-pilihan-minggu-ini-kerana-mulut.html

hadith pilihan minggu ini :kerana mulut badan binasa,kerana lidah..??

apakah monyet ini dilatih untuk menjelirkan lidahnya atau ia sudah menjadi tabiatnya??
namun kita mungkin tertawa melihatnya..
gambar hiasan ini cuba memahamkan pembaca
"terhadap kroniknya lidah orang yang berakal
"

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت
, ومن كان يوم بالله واليوم الاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”.
[Bukhari no. 6018, Muslim no. 47]
salamun salam..entri pilihan hadith minggu ini cuba menyoroti teman2 dengan pemfokusan daripada matan hadith :
فليقل خيراً أو ليصمت
nampak mudah dan lazim didengari bukan?tapi apakah ma'ani yang anda boleh ambil sebagai aplikasi daripada matan hadith di atas??sebagai permulaan sy akan cuba menguraikan ia agar difahami...:bismillahirrahmanirrahim..
Kalimah “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”, itu membawa maksud adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanannya itu)menyelamatkannya dari adzab Allah dan membawanya mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah :
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya”. (QS. Al Isra’ : 36)

Bahaya lisan itu sangat banyak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka karena tidak dapat mengendalikan lidahnya”.

Beliau juga bersabda :
“Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali menyebut nama Allah, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran”.

Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.
Jika tidak, hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah”. Dalam hal ini maka perkataan yang w.pon mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia baik seorang ulama',profesional atau pon sesiapa pon..
Allah berfirman :
“Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS.Qaaf : 18)

Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” , menunjukkan bahwa perkatan yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada berkata buruk. Demikian itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya menggunakan kata-kata “hendaklah untuk berkata benar” didahulukan dari perkataan “diam”. Berkata baik dalam Hadits ini mencakup menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya dan memberikan pengajaran kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik dari semuanya itu adalah menyampaikan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.
sekilas pandang,rupa-rupanya lidah yang tidak bertulang ini banyak sekali musibahnya jika tidak benar-benar dikunci daripada terus rakus memakan diri..
sebenarnya TUJUAN di sebalik penulisan yang tidak seberapa ini cuba menyedarkan pembaca terhadap kroniknya isu "apabila semua berhak bercakap"..maka akan ada kesan yang tidak senang malah menjelikkan dan memalukan..saya percaya pastinya teman-teman di luar sana bisa berhadapan dalam situasi sebegini,maka tidak dapat tidak perlu diketahui hak untuk bercakap itu memang tiada penafiannya tetapi apabila ia sudah didasari tanpa adabiyyat berpendapat dalam perkara2 khilaf..maka itulah penyakitnya yang perlu dirawat segera!!
sengaja untuk menyingkap kembali wasiat Asy-Syahid Hassan Albanna dalam cuba meniliti ANCAMAN seorang kader dakwah itu dalam menjaga lisannya sahaja ada 4 iaitu :
Jangan Banyak BERDEBAT - Sebenarnya bukanlah Hasan al-Banna tidak menggalakkan debat.Tetapi hampir kesemua debat ini lebih banyak mengundang parah dan bahaya perpecahan. Sebabnya, pihak yang berdebat itu tidak berbahas dengan ikhlas, berhikmah, beradab dan intelektual.
Mereka mungkin tak menjaga lidahnya daripada memaki hamun, mengeluarkan kata-kata kesat dan semua ini akan menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu dan akhirnya akan menimbulkan pertengkaran yang berakhir dengan perpecahan.
Apabila berlaku lebih banyak perpecahan, maka yang untungnya adalah golongan kuffar yang sentiasa mengintai kelemahan dan meneropong pekung dalaman umat Islam sendiri. Dan, retak-retak perpecahan itulah yang melambatkan kemenangan dakwah Islam.
JAUHI BICARA AIB orang lain -Ada sebab-sebabnya kenapakah kita suka membuka rahsia keaiban orang lain. Kebanyakannya sikap ini bermula daripada perasaan dengki dan iri hati.Lalu, meluap-luaplah perasaan untuk menjatuhkan maruah, imej dan reputasi orang lain di dalam kerjaya mereka misalnya.
Sepotong hadis sbg renungan,Rasulullah s.a.w menyebutkan bahawa, "Barangsiapa yang menutup aib saudara Muslimnya, nescaya Allah s.w.t akan menutup keaibannya di akhirat kelak."
jangan banyak bergurau dan ketawa - Jangan banyak ketawa sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (zikir) sangat tenang dan tenteram :Menurut beliau, umat yang berjuang itu selalu sibuk bermuhasabah mengenai masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Masalah yang membelenggu umat Islam terlalu banyak, sedangkan mereka yang ingin menyelesaikan masalah tersebut tidak ramai.Sekiranya umat Islam banyak bergurau maka sudah pastilah masalah-masalah umat Islam itu tidak mudah diselesaikan. Sebab itulah beliau menyeru kita agar sentiasa bersungguh-sungguh dalam setiap perkara.
Sabda Rasulullah s.a.w, 'Sesungguhnya Allah s.w.t menyukai apabila seseorang kamu bekerja dan melakukan pekerjaan itu dengan tekun.' (Riwayat Abu Daud).

elakkan bercakap nyaring - Percakapan yang nyaring dan terlebih kuat banyak mengundang masalah seperti mengundang kemarahan orang dan menyuburkan takbur di hati para penceramah dan pendakwah itu sendiri."Dan sederhanakanlah langkahmu semasa berjalan juga rendahkanlah suaramu (semasa berkata-kata), sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keldai." [Luqman: 19].Hal kesantunan bicara ini turut disentuh dalam buku bertajuk Cinta Di Rumah Hasan Al-Banna yang memperihalkan kehidupan rumahtangga Al-Banna sendiri.
maka pada akhirnya di manakah betul dan silapnya kita kalau lisan tidak mampu mengotakan pada amal fardi dan amal dakwi masing-masing..??

berhentilah seketika merenung HATIsebagai tasdiqnya IMAN,LISAN sebagai taqrirnya FAHAM,dan ANGGOTA sebagai amalnya IKHLAS..

CUKUPLAH MENAMBAHKAN DOSA KERANA PERBUATAN SEDAR DIRI SENDIRI..DAN JANGAN BIARKAN IA BERTAMBAH PARAH LAGI..


“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu, dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya dia telah mendapat kemenangan yang besar”(QS al-Ahzab: 70-71)
"فليقل خيراً أو ليصمت"
Sekadar coretan buat renungan bagi mereka yang mahu berfikir...









**************************************************

Dipetik daripada :  http://yusmialfaruqi.blogspot.com/

Isnin, 4 April 2011

BAHAYA FITNAH

ASSALAMUALAIKUM WRMTULLAH WBKTH.


Hadis Huzaifah r.a katanya:
Aku telah mendengar Rasullullah s.a.w bersabda:
"Tidak masuk Syurga orang yang suka menabur fitnah".


HATI adalah organ paling utama dalam tubuh manusia dan nikmat paling agung diberikan Allah sebagai titik untuk menilai keikhlasan dan ketulusan. Di hati lahirnya niat yang menjadi penentu sesuatu amalan diterima sebagai pahala atau sebaliknya.


Hati perlu dijaga dan dipelihara dengan baik supaya tidak rosak, sakit, buta, keras dan tidak mati bagi mengelak penyakit masyarakat yang berpunca daripada hati.Sebagaimana yang telah dipesan oleh baginda Rasulullah saw bahawa hatilah yang menentukan kebaikan kepada akhlak yang ditonjolkan.Sekiranya baik,bersih dan hampir hatinya dengan Allah,maka akan lahirlah akhlak yang mahmudah tetapi sekiranya hati jahat,kotor dan jauh dengan Allah maka lahirlah sifat mazmumah.


Kerosakan pada hati membawa kepada kerosakan seluruh nilai hidup pada diri seseorang individu. Penyakit hati yang menyerang kebanyakan kita ialah penyakit fitnah, sama ada menjadi penyebar atau mudah mempercayai fitnah.


Perbuatan fitnah adalah sebahagian perbuatan mengadu-domba yang mudah menyebabkan permusuhan dua pihak yang dikaitkan dengan fitnah berkenaan.


Masyarakat yang dipenuhi budaya fitnah akan hidup dalam keadaan gawat. Sebelah pihak sibuk menyebarkan fitnah dan sebelah pihak lagi terpaksa berusaha menangkis fitnah itu.


Natijah akibat perbuatan itu boleh mencetus persengketaan dan mungkin berakhir dengan tragedi kerugian harta benda dan nyawa. Individu yang suka menyebar fitnah sentiasa mencari kejadian atau berita boleh dijadikan bahan fitnah.
Dengan sedikit maklumat, berita itu terus disebarkan melalui pelbagai saluran yang merebak dengan mudah. Berita sensasi, terutama berkaitan individu ternama dan selebriti mudah mendapat perhatian khalayak.


Justeru, Allah memberi peringatan mengenai bahaya fitnah. Firman-Nya yang bermaksud: "Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhannya."� (Surah al-Baqarah, ayat 191)


Apabila fitnah tersebar secara berleluasa, ia bermakna nilai agama sudah musnah dalam diri seseorang atau masyarakat. Islam bertegas tidak membenarkan sebarang bentuk fitnah biarpun untuk tujuan apa sekalipun.


Rasulullah SAW bersabda bermaksud:"Akan muncul suatu ketika di mana ilmu Islam dihapuskan, muncul pelbagai fitnah, berleluasa sifat kedekut dan banyak berlaku jenayah."� (Hadis riwayat Muslim)


Penyebaran fitnah mudah berlaku dalam era teknologi komunikasi moden sekarang. Kemudahan khidmat pesanan ringkas (SMS), laman web dan emel membolehkan penyebaran maklumat tanpa memerlukan bertemu secara berdepan, lebih mudah, cepat, meluas dan murah.


Teknologi yang sepatutnya digunakan untuk kebaikan disalahgunakan untuk menyebarkan fitnah. Penyebaran fitnah melalui SMS yang berleluasa memaksa kerajaan menetapkan peraturan semua pemilik kad prabayar didaftarkan.


Islam mempunyai kaedah lebih ketat bagi memastikan kebenaran sesuatu berita supaya tidak terperangkap dengan berita berunsur fitnah. Wajib bagi Muslim menghalusi setiap berita diterima supaya tidak terbabit dalam kancah berita berunsur fitnah.


Sebarang berita diterima perlu dipastikan kesahihannya. Kebijaksanaan dan kewarasan fikiran amat penting digunakan bagi memastikan tidak terpedaya dengan berita berunsur fitnah.


Firman Allah bermaksud:"Wahai orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidik (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara tidak diingini, dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menyebabkan kamu menyesali perkara yang kamu lakukan."� (Surah al-Hujurat, ayat 6)


Banyak pihak yang turut terbabit menyebar fitnah sebenarnya tidak mempunyai sebarang kepentingan berkaitannya. Tetapi, disebabkan amalan menyebar fitnah sudah menjadi kebiasaan, banyak yang turut menyertainya dan seperti mendapat kepuasan daripada perbuatan itu.


Fitnah biasanya disebarkan bertujuan memburukkan individu atau kumpulan. Pada masa sama, perbuatan itu dapat menonjolkan dirinya sebagai lebih baik dan lebih layak berbanding orang yang diburukkan itu.


Dosa membuat fitnah digolongkan sebagai dosa sesama manusia. Justeru, dosa itu tidak akan diampunkan Allah, melainkan orang yang difitnah itu memberi keampunan terhadap perbuatan itu.


Mungkin ramai menyangka perbuatan menyebarkan berita fitnah sekadar satu kesalahan kecil. Sebab itu, perbuatan seumpamanya dilakukan seperti tiada apa merugikan.


Hakikatnya, dosa membuat fitnah menjauhkan diri dari syurga. Sabda Rasulullah SAW bermaksud:"Tidak masuk syurga orang yang suka menyebarkan fitnah."(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)


Dosa menyebar fitnah umpama api membakar ranting kering kerana ia cepat merebak dan akan menjadi abu sepenuhnya. Dosa menyebar fitnah menyebabkan pahala terdahulu dihilangkan sehinggakan penyebar fitnah akan menjadi muflis di akhirat nanti.


Penyebar khabar angin biasanya menyebut perkataan "dengar khabar" mengenai berita yang disebarkan. Bagaimanapun, apabila berita tersebar daripada seorang ke seorang, maklumat yang belum sahih itu sudah hilang dan kemudian disebarkan seperti berita benar.


Dalam Islam, sesuatu berita benar tetap tidak boleh disebarkan jika orang yang berkaitan cerita itu tidak mahu ia disebarkan kepada orang lain. Menyebarkan berita benar tetap dilarang, inikan pula menyebarkan berita tidak benar.


Imam Ghazali dalam buku "Ihya Ulumuddin" menjelaskan perbuatan membocorkan rahsia orang lain dan menjejaskan kehormatannya dengan cara membuka rahsianya yang tidak mahu diketahui orang lain dianggap sebagai perbuatan mengadu-domba dan fitnah.


Mengenai berita benar dan berita tidak benar yang disebarkan tanpa kebenaran atau kerelaan orang berkaitan, Rasulullah SAW bersabda bermaksud:"Adakah kamu semua mengetahui apakah ghibah (mengumpat)? Sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Lalu Baginda meneruskan sabdanya: Kamu berkata mengenai saudara kamu perkara yang tidak disenanginya. Lalu ditanya oleh seorang sahabat: Walaupun saya berkata perkara yang benar-benar berlaku pada dirinya?’ Rasulullah bersabda lanjut: “Jika kamu berkata mengenai perkara yang benar-benar berlaku pada dirinya bererti kamu mengumpatnya, jika perkara yang tidak berlaku pada dirinya bererti kamu memfitnahnya.� (Hadis riwayat Abu Hurairah)


Larangan mencari dan membocorkan rahsia orang lain jelas dilarang Allah seperti dijelaskan dalam firman-Nya bermaksud:"Dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang lain."� (Surah al-Hujurat, ayat 12)


Justeru, setiap Muslim perlu bijak menilai sesuatu berita bagi mengelak daripada menerima dan kemudian menyebarkan sesuatu berita berunsur fitnah.Perkara pertama perlu diberi perhatian untuk memastikan kesahihan berita ialah memastikan sumber berita itu, yakni siapakah yang mula menyebarkan berita dan rantaian orang yang membawa berita itu.Umat Islam tentu tidak lupa pada sejarah menyebabkan kematian khalifah ketiga kerajaan Islam di Madinah iaitu Uthman Affan, yang berpunca daripada fitnah disebarkan kumpulan ekstremis agama.


Penyebaran fitnah turut menjadi penyebab kepada peperangan sesama Islam atau perang saudara ketika zaman pemerintahan Saidina Ali dan zaman selepas itu.Fitnah juga meruntuhkan kekuatan Bani Umaiyah malah, sejarah juga telah membuktikan kejatuhan empayar besar kerajaan Melayu Melaka tidak terkecuali kerana fitnah.Justeru marilah kita kembali kepada landasan Islam dalam kehidupan kita berhubung sesama manusia. Ubatlah penyakit hati kita dengan memperbanyakkan taubat,menuntut ilmu agama,memperbanyakkan amal soleh dan selalu berzikir kepada Allah.Jauhilah amalan fitnah yang mampu merosakkan agama,bangsa dan negara.

Selasa, 18 Oktober 2011

PERKAHWINAN DAN RESTU... APAKAH KAITANNYA?

 Dipetik daripada:
http://bhalaqah.blogspot.com/2009/12/restu-ibu-bapa-dalam-sebuah-perkahwinan.html


Restu Ibu bapa dalam sebuah Perkahwinan


Untuk berkahwin, restu ibu bapa sangat diperlukan.Kenapa? Kita sangat perlu kepada redha atau restu ibu bapa dalam semua perkara termasuk dalam membina rumah tangga.

Redha ibu bapa amat penting kerana ia membekalkan kita keyakinan untuk melangkah ke alam perkahwinan. Dan untuk mendapat redha ibu bapa, kita perlu menjaga hati mereka.


Bayangkan kalau kita melangkah ke alam perkahwinan tanpa doa, restu atau redha ibu bapa, maka di hati kecil kita tidak akan ada keyakinan untuk menempuh alam yang baru itu. Perkahwinan merupakan satu proses untuk menyempurnakan agama. Jadi sekiranya kita tidak mendapat restu mereka, adakah sempurna agama kita jika sesuatu perkahwinan itu tidak mendapat redha ibu bapa? Dan jika ibu bapa tidak redha, adakah Allah meredhai anak itu?

Perkahwinan yang dibina atas dasar cinta semata-mata umumnya tidak akan kekal lama. Kalau berkahwin semata-mata kerana cinta, cinta boleh luntur. Kalau disebabkan dorongan seksual, ia juga boleh berkurang. Kalau berkahwin kerana duit, ini juga mungkin satu hari tidak stabil. Begitu juga kalau sebab kecantikan, kecantikan akan pudar akhirnya. Sebab itu Nabi s.a.w. menekankan bahawa perkahwinan itu adalah untuk menyempurnakan agama. Tanda kita betul-betul beragama, kita berkahwin mengikut sunnah Nabi.

Dalam soal ini, ibu bapa umumnya lebih tahu menilai kesesuaian calon menantu kerana mereka melihat dari banyak aspek.

 Jika Tak Direstui

Kesan yang jelas bagi perkahwinan yang tidak direstui ibu bapa adalah gagal mendapat keberkatan. Hilangnya keberkatan menyebabkan timbul masalah silih berganti dan timbul rasa tidak yakin dalam menghadapi masalah akibat tidak mendapat doa dan redha ibu bapa .

Kalau ada restu ibu bapa, apabila menghadapi sesuatu masalah, kita rasa yakin boleh menyelesaikannya walaupun masalah itu nampak berat. Perkahwinan itu sesuatu yang membahagiakan tetapi tanpa redha ibu bapa maka lebih mudah berlaku huru-hara. Sebaliknya dengan keredhaan ibu bapa, perkahwinan terasa lebih menyeronokkan.

Sering kita terbaca kisah rumah tangga yang porak-peranda dan berlaku cerai-berai. Kalau dikaji, di hujungnya kita akan dapati perkahwinan itu dulunya tidak mendapat keredhaan ibu bapa. Ada yang disebabkan telah berlaku perkara tidak elok sebelum kahwin maka ibu bapa terpaksa setuju mereka berkahwin walaupun hati kecil mereka tidak meredhainya.


Cuba kita renung perkahwinan orang-orang dulu yang jodoh mereka betul-betul atas pilihan ibu bapa. Kita tengok jangka hayat rumah tangga mereka lebih lama. Sekarang kahwin bermula dari cinta tapi peratus cerai tinggi. Hendak kata tak kenal, sudah kenal. Hendak kata tak cinta sudah cinta. Di situ sebenarnya peranan keredhaan ibu bapa. Keredhaan ibu bapa lebih kuat daripada cinta. Lafaz cinta tidak sekuat keredhaan ibu bapa.

Apabila Ibu Bapa Diam

Diam ibu bapa dengan pilihan jodoh anaknya mungkin menandakan mereka tidak bersetuju, cuma mereka tidak menyuarakannya secara terus-terang kerana tidak mahu melukakan hati anak. Begitu sekali ibu bapa cuba untuk menjaga hati anak. Biar hati mereka terguris dengan tindakan anak,namun untuk mereka melukakan ,tidak sekali. Adapula anak yang terlebih ajar, sanggup menegking ibu bapa,memarahi ibu bapa kerana tidak setuju dengan pilihan mereka. Sudahlah berkahwin tanpa restu, memarahi pula jika mereka balik, tidak mendapat layanan ibu bapa.

Sepetutnya, si anak hendaklah cuba memahami isi hati ibu bapa dan menjaga hati mereka.Walaupun diam ibu bapa mungkin juga menandakan mereka berfikir dan bersetuju tetapi si anak perlu bertanya secara berhemah untuk memastikan ibu bapa betul-betul merestui pilihannya. Katanya, lazimnya jika ibu bapa redha dengan pilihan anaknya, mereka akan iringi dengan nasihat dan kata-kata semangat.

Tapi jika tiada respons atau hambar saja, anak kena pastikan betul-betul untuk menjaga hati mereka. Terdapat ibu bapa yang menuruti pilihan calon pasangan anaknya setelah didesak atau dipujuk walaupun hati kecil mereka tidak benar-benar meredhainya.




Cuba kita renung perkahwinan orang-orang dulu yang jodoh mereka betul-betul atas pilihan ibu bapa. Kita tengok jangka hayat rumah tangga mereka lebih lama. Sekarang kahwin bermula dari cinta tapi peratus cerai tinggi. Hendak kata tak kenal, sudah kenal. Hendak kata tak cinta sudah cinta. Di situ sebenarnya peranan keredhaan ibu bapa. Keredhaan ibu bapa lebih kuat daripada cinta. Lafaz cinta tidak sekuat keredhaan ibu bapa.

Apabila Ibu Bapa Diam

Diam ibu bapa dengan pilihan jodoh anaknya mungkin menandakan mereka tidak bersetuju, cuma mereka tidak menyuarakannya secara terus-terang kerana tidak mahu melukakan hati anak. Begitu sekali ibu bapa cuba untuk menjaga hati anak. Biar hati mereka terguris dengan tindakan anak,namun untuk mereka melukakan ,tidak sekali. Adapula anak yang terlebih ajar, sanggup menegking ibu bapa,memarahi ibu bapa kerana tidak setuju dengan pilihan mereka. Sudahlah berkahwin tanpa restu, memarahi pula jika mereka balik, tidak mendapat layanan ibu bapa.

Sepatutnya, si anak hendaklah cuba memahami isi hati ibu bapa dan menjaga hati mereka.Walaupun diam ibu bapa mungkin juga menandakan mereka berfikir dan bersetuju tetapi si anak perlu bertanya secara berhemah untuk memastikan ibu bapa betul-betul merestui pilihannya. Katanya, lazimnya jika ibu bapa redha dengan pilihan anaknya, mereka akan iringi dengan nasihat dan kata-kata semangat.

Tapi jika tiada respons atau hambar saja, anak kena pastikan betul-betul untuk menjaga hati mereka. Terdapat ibu bapa yang menuruti pilihan calon pasangan anaknya setelah didesak atau dipujuk walaupun hati kecil mereka tidak benar-benar meredhainya.

Bawa Berbincang

Hati sudah suka, pasangan ‘ideal’ sudah ditemui tapi ibu bapa pula tidak bersetuju. Bagaimana? Jalan terbaik ialah bawa berbincang.

Perlunya syura atau perbincangan. Tetapi apa yang berlaku hari ini adalah pertengkaran, bukan perbincangan. Pertengkaran tidak mendatangkan natijah yang baik.Banyak masalah yang nampaknya berat dan tidak boleh diselesaikan tetapi apabila dibawa berbincang, ia selesai akhirnya. Begitu juga dengan masalah pilihan calon pasangan.

Syura yang diadakan dalam keadaan hati bersih dan baik, insya-Allah natijahnya baik, bukan ibu bapa saja perlu mendengar pandangan anak tapi anak juga perlu bersikap terbuka dalam mendengar pandangan ibu bapa. Sikap berterus-terang perlu ada dalam berbincang dan kalau perlu, si anak boleh meluahkan perasaannya.

Terdapat kes ibu bapa sayang pada anaknya tapi kadang-kadang hendak kawal anaknya dalam semua perkara… Bagi anak, dia rasa dikongkong. Dalam soal ini, ayah atau ibu jangan terlalu ketat sebab Sayidina Ali k.w. menyarankan agar kita mendidik anak mengikut zamannya. Minat dan citarasa tak sama. Bagi si anak, dia juga perlu cuba memahami ibu bapa, kerana niat ibu bapa adalah untuk menjaga demi kebaikan anaknya.

Menurutnya, jika si anak merasakan ada kongkongan dalam memilih calon pasangan, dia perlu meluahkan isi hatinya tetapi dengan cara yang tertib dan tenang. Kalau anak diam dan simpan, tidak selesai masalah juga. Memendam perasaan tidak boleh selesaikan masalah. Kena ada proses berterus-terang. Kalau dipendam hingga rasa tertekan, nanti kita akan sakiti hati ibu bapa pula apabila merasakan ibu bapa tidak memahami. Setiap masalah ada penyelesaiannya tapi cara menyelesaikannya perlu betul.

Jaga Hati Mereka Sampai Bila-bila

Hati ibu bapa tetap perlu dijaga sampai bila-bila walaupun seseorang itu sudah ada tanggungjawab lain dalam rumah tangga yang dibina.

Bagi seorang wanita yang sudah berkahwin, tanggungjawab untuk mentaati suami tidak mengurangkan hak ibu bapanya untuk ditaati dan dijaga hati mereka. Terdapat kes anak perempuan yang bila sudah berkahwin, tidak balik jenguk ibu bapa dan tidak hubungi mereka dengan alasan mentaati suami. Tidak dinafikan perlunya taat pada suami tapi dalam masa yang sama dia ada tanggungjawab pada ibu bapa yang hatinya perlu dijaga.

Tanggungjawab yang dipikul sebagai isteri atau suami tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabai dan melukakan hati ibu bapa dengan tidak membantu, menghubungi dan mengambil tahu kehidupan mereka. Pendek kata, menurutnya, si anak tidak boleh mengambil sikap, “Saya dah jadi isteri orang atau suami orang, tanggungjawab pada ibu bapa dah kurang.”

Dalam hidup ini, setiap sesuatu akan dibalas. Jika kita menyakiti hati ibu bapa, apakah kita sanggup satu hari nanti anak kita melakukan perkara yang sama pada kita pula?

Di bawah ini ummi bawakan hadith untuk rujukan anak-anak berkaitan mendapat restu dan redha ibu bapa di dalam memilih pasangan hidup.


Hadith ke dua belas : Ibubapa Memiliki Hak Dalam Pemilihan Pasangan Hidup Anak.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidak ada nikah kecuali dengan wali.[1]

Apa yang baginda maksudkan dengan hadis di atas ialah, pernikahan adalah tidak sah tanpa izin wali. Hadis berikut memperincikan maksud hadis di atas:Mana-mana wanita yang bernikah tanpa izin walinya maka pernikahan tersebut adalah batal (baginda mengulanginya tiga kali).[2]

Jika dua hadis di atas merujuk kepada anak perempuan, maka dua hadis berikut merujuk kepada anak lelaki pula. ‘Abd Allah ibn ‘Umar radhiallahu 'anhuma berkata:Aku pernah memiliki seorang isteri yang sangat aku cintai akan tetapi ‘Umar (bin al-Khaththab,yakni ayahnya) tidak menyukainya dan menyuruh aku menceraikannya. Namun aku enggan.Maka ‘Umar membawa hal ini kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan apa yang berlaku. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab (kepada ‘Abd Allah ibn ‘Umar): “Ceraikanlah dia.”[3]

Dalam sebuah kes yang lain, Abu Darda’ radhiallahu 'anh berkata:Bahawa seorang lelaki datang bertanya: “Sesungguhnya aku memiliki seorang isteri akan tetapi ibu aku menyuruhku menceraikannya.” Abu Darda menjawab: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ibubapa adalah pintu syurga yang paling tengah. Terserah kepada kamu (seorang anak) sama ada untuk mensia-siakan pintu itu atau memeliharanya.”[4]

Hadis-hadis di atas juga perlu dikupas dari dua sudut.


Sudut Pertama:

Ia adalah dari sudut keutamaan, dimana ia membuktikan betapa besar kedudukan dan peranan ibubapa terhadap kita sebagai anak sehingga ia juga menyentuh persoalan pasangan hidup. Memang, ibubapa tidak boleh memaksa kita berkahwin dengan pasangan yang tidak kita sukai. Akan tetapi pada waktu yang sama, kita juga tidak boleh memaksa ibubapa menerima menantu yang tidak disukai mereka. Ringkas kata, anak dan ibubapa tidak boleh saling memaksa dalam persoalan ini. Sebaliknya perlu sama-sama suka dan redha.

Timbul persoalan, bukankah yang berkahwin ialah anak? Maka kenapa pula perlu mendapatkan izin dan redha ibubapa? Persoalan ini dapat dijawab seperti berikut:

1. Ibubapa adalah orang dewasa yang telah merasai asam garam kehidupan berumahtangga. Mereka memiliki pengetahuan yang luas, sama ada melalui pengalaman sendiri atau rakan-rakan, tentang apa yang dapat menjamin kebahagiaan rumahtangga dan apa yang tidak. Berbeza dengan kita sebagai anak-anak, yang dikenali hanyalah cinta. Lazimnya keputusan untuk berkahwin tidak didirikan atas apa-apa penilaian yang matang kecuali cinta semata-mata. Maka izin dan redha ibubapa adalah penting kerana ia dapat membantu dan membimbing kita membina rumahtangga yang berjaya.

2. Perkahwinan bukan sesuatu yang melibatkan pasangan suami isteri sahaja, tetapi ia juga melibatkan keluarga daripada kedua-dua pihak. Justeru izin dan redha ibubapa memainkan peranan yang penting dalam menjamin kebahagiaan dan kesinambungan hidup berumahtangga.

3. Mendapatkan izin dan redha ibubapa termasuk dalam keumuman sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:Keredhaan Allah terletak pada keredhaan ibubapa manakala kemurkaan Allahterletak pada kemurkaan ibubapa.[5]

Maka jika kita ingin membina rumahtangga yang diredhai oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala, binalah ia dengan cara memperoleh keredhaan ibubapa terlebih dahulu.

Sudut Kedua:

Ia adalah dari sudut hukum fiqh, maka hadis-hadis di atas perlu dibaca bersama hadis-hadis yang melarang ketaatan dalam perkara maksiat. Ini kerana: “Sesungguhnya ketaatan tidak lain hanya dalam perkara ma’ruf (kebaikan yang selari dengan syari‘at Islam).”[6] Oleh itu pemahaman dan pelaksaan hadis-hadis di atas boleh dibahagikan kepada tiga suasana:

Suasana Pertama:

Apabila ibubapa enggan menerima calon pilihan kita berdasarkan alasan yang dibenarkan syari‘at. Contohnya ialah calon yang bukan beragama Islam dan dia memang tidak bercadang untuk memeluk Islam. Maka dalam kes ini ibubapa layak menegah kita daripada berkahwin dengan calon tersebut dan kita wajib mematuhinya.

Suasana Kedua:

Apabila ibubapa enggan menerima calon pilihan kita disebabkan alasan yang menyelisihi syari‘at. Contohnya apabila ibubapa enggan menerima calon isteri pilihan kita semata-mata kerana dia berpakaian menutup aurat, atau enggan menerima calon lelaki pilihan kita semata-mata kerana dia sering pergi solat berjamaah. Maka dalam kes ini ibubapa tidak sepatutnya menegah kita daripada calon tersebut. Akan tetapi ini tidaklah bererti kita boleh “kahwin lari”. Sebaliknya hendaklah kita berbincang dengan sopan dan hikmah bersama ibubapa agar mereka akhirnya bersetuju dengan calon pilihan kita.

Suasana Ketiga:

Kita dan ibubapa saling berselisih dengan masing-masing memiliki alasan yang harus di sisi syari‘at. Dua contoh yang lazim berlaku adalah:

1. Kita ingin berkahwin tetapi masih menuntut. Ibubapa tidak membenarkannya sehinggalah ditamatkan pengajian terlebih dahulu.
2. Calon lelaki pilihan kita tidak memiliki pekerjaan yang mampu menyara hidup.

Bagi kedua-dua contoh di atas atau apa-apa yang seumpama, hendaklah kita berbincang dengan ibubapa untuk mencari jalan penyelesaian yang dipertengahan. Jika perbincangan tidak membuahkan hasil yang diingini, hendaklah kita mengalah kepada ibubapa. Ketahui bahawa apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah jauh lebih baik daripada kekasih yang ada di hati.

Masih merujuk kepada hadis-hadis di atas, terdapat dua perkara penting yang ingin saya ingatkan:

Peringatan Pertama:

Banyak berlaku kes “kahwin lari” dengan menggunakan “wali tersendiri”. Perlu diingatkan bahawa “wali” yang dimaksudkan dalam dua hadis pertama di atas adalah ayah kepada pasangan perempuan. Seorang anak perempuan tidak boleh memilih wali yang lain kecuali jika dia memiliki alasan yang dibenarkan syari‘at, seperti ayah yang sudah tiada, jelas-jelas fasiq[7] atau tidak siuman. Pun begitu, hak wali beralih kepada yang terdekat iaitu datuknya. Jika tidak ada yang layak mengganti, maka ia diwakilkan kepada seorang hakim yang adil lagi amanah.

Pernikahan tanpa keizinan wali, yakni seorang ayah kepada pasangan perempuan, adalah tidak sah dan batal kepada kedua-dua pasangan, lelaki dan perempuan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan, maksudnya: “Mana-mana wanita yang bernikah tanpa izin walinya maka pernikahan tersebut adalah batal (baginda mengulanginya tiga kali).”[8] Selain itu diingatkan bahawa tanggungjawab untuk mendapatkan izin ayah pasangan perempuan terletak di bahu pasangan lelaki kerana dia adalah pemimpin kepada rumahtangga yang bakal didirikannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:Setiap daripada kalian adalah pemimpin dan setiap daripada kalian akan dipersoal akan apa yang dipimpinnya. Seorang amir adalah pemimpin (kepada rakyatnya),

seorang lelaki adalah pemimpin ke atas ahli keluarganya dan seorang wanita adalah pemimpin ke atas rumah suaminya dan anak-anaknya. Maka setiap daripada kalian adalah pemimpin dan setiap daripada kalian akan dipersoal akan apa yang dipimpinnya.[9]

Pada waktu yang sama, pasangan lelaki juga wajib mendapatkan izin dan redha ibubapanya sendiri. Ini kerana lambat-laun ibubapanya tetap akan mengetahui bahawa anaknya telah “kahwin lari” dan jika mereka tidak setuju, mereka memiliki hak untuk menyuruh anak tersebut menceraikan pasangannya. Demikian juga, jika sampai kepada pengetahuan ibubapa pasangan perempuan bahawa anak mereka telah “kahwin lari”, mereka juga memiliki hak untuk menceraikan perkahwinan tersebut jika mereka tidak menyetujuinya.

Oleh itu hendaklah setiap yang berhajat untuk mendirikan rumahtangga memerhatikan perkara ini benar-benar. Juga, hendaklah setiap yang sudah terlanjur bertaubat kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Pengampun kepada para hamba-Nya. Kemudian rendahkanlah diri kepada ibubapa masing-masing. Berbicaralah, carilah keredhaan mereka dan mohonlah maaf, kerana: “…ibubapa adalah pintu syurga yang paling tengah. Terserah kepada kamu (seorang anak) sama ada untuk mensia-siakan pintu itu atau memeliharanya.”[10]

Peringatan Kedua:

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:Seorang wanita dinikahi kerana empat sebab: hartanya, keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah kerana agamanya, jika tidak kamu akan rugi.[11]

Adakalanya seorang anak membuat pilihan calon tersendiri berdasarkan petunjuk hadis di atas. Namun calon yang dipilih tidak dipersetujui oleh ibubapa mereka. Berdasarkan anggapan bahawa mereka berada di pihak yang benar, anak tersebut sanggup meninggikan suara terhadap ibubapanya kerana menyangka dia berada di pihak yang betul.

Hadis di atas adalah benar akan tetapi tidak boleh beramal dengan satu hadis dan meninggalkan hadis-hadis yang lain. Justeru seandainya ibubapa bersifat terbuka kepada apa sahaja kriteria yang dipilih oleh anak mereka, maka memang tepat jika anak tersebut memilih calonnya berdasarkan hadis di atas.

Akan tetapi jika ibubapa turut prihatin dengan kriteria yang dipilih oleh anak dan mereka menolak calon yang dipilih oleh anak semata-mata kerana kebaikan agamanya, maka penolakan ibubapa bukanlah alasan yang dibenarkan oleh syari‘at. Pun begitu, anak tidak boleh sewenang-wenangnya meninggikan suara di hadapan ibubapanya. Hendaklah dia berbincang kepada mereka dengan perbincangan yang penuh rendah diri, sopan dan sabar. Tidaklah bijak untuk mengejar satu kebaikan dengan meninggalkan banyak kebaikan yang lain. Kebijaksanaan terletak pada mengejar semua kebaikan mengikut keutamaannya (Fiqh al-Awlawiyat: فقه الأولويات).

Demikian dua belas buah hadis yang dapat dikemukakan bagi menerangkan kedudukan ibubapa menurut al-Sunnah. Inti daripadanya adalah jelas, bahawa ibubapa memiliki kedudukan yang amat penting kepada kita sementara berbuat baik kepada ibubapa membuahkan hasil yang pelbagai manfaatnya di dunia dan akhirat. Maka beruntunglah anak-anak yang berusaha untuk berbuat baik kepada ibubapa mereka manakala rugilah anak-anak yang enggan berbuat sedemikian.

Rujukan

[1] Sahih: Dikeluarkan oleh Abu Daud

[2] Sahih: Dikeluarkan oleh Abu Daud d

[3] Sahih: Dikeluarkan oleh Abu Daud
[4] Sahih: Dikeluarkan oleh al-Tirmizi

[5] Sahih: Dikeluarkan oleh al-Tirmizi

[6] Sahih: Dikeluarkan oleh al-Bukhari

[7] Maksudnya benar-benar menenggelamkan dirinya dalam perbuatan yang dilarang seperti selalu mabuk, selalu berjudi dan mengamuk apabila marah, suka memukul ahli keluarga dan sebagainya. Jika ayahnya berbuat salah sekadar menghisap rokok, solat berjamaah sekali-sekala, memakai seluar pendek dan sebagainya, dia tidak termasuk dalam kategori fasiq yang dimaksudkan di atas.

[8] Sahih: Dikeluarkan oleh Abu Daud

Terdapat perbezaan pendapat di kalangan ahli fiqh tentang hukum wali dalam perkahwinan dan ia dapat diringkaskan kepada tiga pendapat:

1. Wali adalah tidak wajib. Ini adalah pendapat yang lemah berdasarkan hadis yang bermaksud: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.” [Sahih: Dikeluarkan oleh Abu Daud ]

2. Wali adalah wajib dan yang berhak menjadi wali adalah sesiapa sahaja yang layak. Ini kerana perkataan “Wali” dalam hadis “Tidak ada nikah kecuali dengan wali”, bersifat umum sehingga siapa sahaja yang layak, maka dia termasuk dalam keumuman tersebut.

3. Wali adalah wajib dan yang berhak menjadi wali adalah ayah. Keumuman hadis “Tidak ada nikah kecuali dengan wali” dikhususkan oleh hadis berikutnya: “Mana-mana wanita yang bernikah tanpa izin walinya maka pernikahan tersebut adalah batal.” Sabda baginda “…tanpa izin walinya…” menunjukkan wujudnya faktor keizinan dan tiada siapa yang memiliki peranan dalam faktor keizinan melainkan seorang ayah.

Pendapat yang terakhir adalah yang terkuat dan paling mendekati kebenaran. Hal ini bukan sahaja disebabkan gandingan antara kedua-dua hadis berkenaan wali, akan tetapi seluruh dalil al-Qur’an dan al-Sunnah berkenaan hak ibubapa terhadap anak-anak sepertimana yang telah dikemukakan dalam buku ini sejak awal. Oleh kerana itulah saya menyusun bab berkenaan hak ibubapa dalam pemilihan calon perkahwinan anak sebagai bab yang terakhir supaya para pembaca sekalian dapat menilainya berdasarkan keseluruhan dalil al-Qur’an dan al-Sunnah.

Sebahagian pembaca mungkin merasa berat untuk menerima pendapat ini kerana telah sekian lama terselesa kepada pendapat yang menyatakan tidak boleh memaksa anak menerima calon perkahwinan pilihan ibubapa. Malah ada segelintir yang berlebih-lebihan dalam hal ini dalam rangka membela hak wanita di hadapan aliran feminism masa kini. Mereka menganggap anak, khasnya anak perempuan, memiliki hak mutlak dalam menentukan calon perkahwinannya.

Yang benar adalah, ibubapa tidak boleh memaksa anak berkahwin dengan pasangan yang tidak disukainya. Pada waktu yang sama anak juga tidak boleh memaksa ibubapa menerima menantu yang tidak disukai mereka. Ringkas kata, anak dan ibubapa tidak boleh saling memaksa dalam persoalan ini. Sebaliknya perlu sama-sama suka dan redha.

[9] Sahih: Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya – hadis no: 5200 (Kitab al-Nikah, Bab seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya).

[10] Sahih: Dikeluarkan oleh al-Tirmizi
[11] Sahih: Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya – hadis no: 5090 (Kitab al-Nikah, Bab yang paling sesuai adalah pada agamanya).


Dipetik daripada :
http://umaralfateh.wordpress.com

Perkahwinan : Antara Kemahuan dan Redha

“Pokwe, nak tanye sket…Ape pendapat ko kalau aku kahwin senyap-senyap??”
‘Hmm…sebelum tu, aku nak tanye ko dulu soalan ni. Ape pendapat ko misalkata ko ni seorang ayah, dan tau-tau je, anak ko dah kahwin tanpa pengetahuan ko??..Ape ko buat??’
Sunyi sepi….
“Ala, aku bukan ape, dah setahun dah aku pujuk mak ayah aku nak kahwin, diorang tak bagi, terutama mak aku.”
‘hmm…ade ko tanye kenapa mak ko tak bagi?’
“Itu r, aku dah tanye, alasan dia, suruh habis belajar dulu.Lepas tu, baru boleh nak fikir pasal kahwin-kahwin ni..”
‘Aku tak rasa satu tu je sebab yang mak kau tak nak bagi..Ko kena fikir dalam-dalam pandangan seorang ibu ni camne..’
“Aku tak faham r mak ayah zaman sekarang ni, diorang tak faham keadaan kita camne. Aku takut tak dapat kawal diri je ni, tu yang aku fikir nak teruskan niat aku”..
Serba sedikit dialog yang pernah terjadi suatu ketika dahulu. Konflik tentang perkahwinan, sentiasa membelenggu para pemuda zaman ini. Antara kemahuan diri dan restu keluarga, sentiasa membelunggu pemikiran anak-anak muda, lebih-lebih lagi yang sedang hanyut dibuai cinta.

Mengapa Dihalang?
Inilah antara persoalan utama yang menjadi titik punca. Pandangan seorang ayah, selalunya dalam hal perkahwinan anak-anak mereka sangat ringkas, dan tidak banyak kerenah. Kalau ada pun, hanya berkaitan dengan soal calonnya, berkenan atau tidak , dan selalunya apa yang menjadi pilihan si anak, ayah akan bersetuju. Apa yang dirasakan oleh si ayah, adalah mungkin sudah sampai masanya si anak belajar untuk membina keluarga sendiri.
Berbanding si ibu. Ibu , mendengar namanya sudah sayu. Dialah yang membesarkan, dialah yang mengandungkan kita, dialah yang menyusukan kita, dan ada kala, ketika si ibu sedang makan, terdengar sahaja rengekan anak kecil, anak disegerakan jamahan makanan itu, tetapi selalunya akan ditinggalkan terus juadahnya hanya untuk anak tercinta. Seorang ibu, membesarkan anak-anaknya sepenuh kasih sayang yang ada padanya. Sedihnya anak, pilu baginya, gembira si anak, senyuman dibibirnya, bak kata, setiap perilaku si anak, semuanya berbekas di hati seorang ibu.
“Mak kau tak bagi mungkin sebab sayang sangat kat kau kot, tu yang tak nak lepas tu”
Mungkin ada benar dan mungkin perlu diselidik apa yang menyebabkan terhalangnya kita meneruskan hasrat untuk berumah tangga. Seorang ibu, jarang menolak permintaan anaknya. Buruk-buruk anaknya, itulah buah hatinya. Sebut sahaja permintaan dari si anak, nak masak lemak la, nak nasi beriyani la, nak jajan, apa sahaja kalau dihitung pasti kita akan mengakui seorang ibu jarang menolak permintaan anaknya. Tetapi, mengapakah pada permintaan yang satu ini sangat susah baginya untuk dia menyatakan persetujuannya?
Seorang ibu, apabila dia menyatakan ketidak setujuannya, pasti ada sesuatu yang tersimpul di balik itu. Seorang ibu, apabila menolak permintaan anaknya untuk mendirikan rumah tangga, dia tahu anaknya belum tiba masa lagi untuk diteruskan hajatnya. Ketika ini, apa yang bermain di fikirannya, apakah anakku ini boleh menjadi ketua keluarga yang bertanggungjawab?.. Mungkin soalan ini timbul kerana, dia akan membandingkan sikap suaminya (ayah kita) dengan sikap kita. Jika dia tidak bersetuju, pasti ada yang kurang pada diri kita yang menyebabkan kurangnya keyakinan dia untuk bersetuju dengan hasrat kita.

Bagaimana sikap Kita ?
Selepas subuh, tarik selimut kembali. Selepas makan , letak pinggan di dalam sinki sahaja, mengharapkan ada orang tolong basuhkan. Baj-baju kotor dibiarkan sahaja bersepah tanpa ada inisiatif untuk basuh. Jika inilah sikap kita di rumah, bagaimanakah seorang ibu mahu membenarkan anaknya untuk mendirikan rumah tangga jika dirinya tidak ada sifat bertanggungjawab sekurang-kurangnya pada diri sendiri, inikan pula bila sudah berumah tangga…
Sikap yang ada ini perlulah diubah dalam memberikan keyakinan si ibu bahawa anaknya sudah kenal erti tanggungjawab. Balik rumah , dalam seminggu dua, pujuklah hati si ibu dengan kerja-kerja rumah yang dilakukan. Unjurkan apa sahaja kerja-kerja rumah dari ibu, bahawa biar sahaja kita yang buat. Belikan sedikit cendera hati pada ibu, untuk menarik hatinya. Bila balik rumah, salam tangan ibu, cium tangan ibu. Kalau boleh buat lebih lagi, kucup pipi ibu, bisikkan pada telinganya ‘bang cik sayang mama’. Usahakan cara-cara yang boleh menarik hati ibu ataupun ayah. Keras mana hati ibu untuk melepaskan kita, pasti akan lembut jua akhirnya jika kita memujuk dengan kerja-kerja, kata-kata kita, dan yang terpenting bahawa kita takkan melupakan mereka walaupun sudah berkahwin nanti.

Mengapa Mahu Tergesa-gesa?
Leceh. Mungkin itulah antara yang terbit dari mulut kita bila diberikan penyelesaian untuk masalah yang timbul. Tetapi, perlu ditanya semula, mengapa mahu tergesa-gesa?.. Mungkin dengan kelecehan itulah, tersingkap suatu keberkatan. Perkahwinan bukan hanya kita berkahwin dengan pasangan kita, tetapi kita juga ber’kahwin’ dengan keluarganya. Selain itu juga, kita membesarkan keluarga kita. Kalau sebelum ini, kita hanya ada 3 orang adik, selepas berkahwin, ada 10 orang adik, sebelum kahwin , hanya ada seorang ibu dan seorang ayah, tetapi selepas berkahwin, kita ada dua orang ayah dan dua orang ibu. dengan kata lain, keluarga kita membesar. Dengan membesarnya keluarga ini, benda paling utama kena jaga adalah hati.
Jika dengan kahwin senyap-senyap itu boleh menyelesaikan ‘perasaan’ itu, boleh mengelakkan zina, maka itu hanya satu segi. Tetapi mengapakah dalam bab ini, kita membelakangkan keluarga yang selama ini membesarkan kita? Kita sanggup bersama pasangan kita yang hanya dikenali tidak terlalu lama, dan membelakangkan kasih sayang yang selama ini dicurahkan kepada kita sejak kecil?
Kita mudah mendapat syurga, tetapi kita ikut jalan yang tidak membawa ke syurga. Syurga ada pada ibu, tetapi kita tidak cuba mendapat syurga itu. Redha Allah pada redha kedua ibu bapa, maka apakah dengan membelakangkan keluarga dalam hal membina keluarga ini kita akan mendapat redha Allah pada keluarga yang kita mahu bina itu?… Perkahwinan bukanlah sehari dua, tetapi kalau boleh sehingga hujung nyawa dan sehingga ke syurga. Jika berkahwinnya dengan tergesa-gesa itu atas alasan kerana tidak mahu terjebak dengan zina atau dengan kata lain, kerana nafsu, maka renunglah kembali. Selama manakah nafsu itu akan bertahan. Apakah sampai mati?.. Apakah kesabaran dalam berpuasa itu tidak boleh mengatasi nafsu yang mengawal diri, aduh, sungguh lemah dirimu.
Jika perkahwinan itu dibina atas agama, maka agama tidak akan terlepas dari diri kita sehingga ke syurga kelak. Setiap hari seseorang itu perlukan agama. Agamalah yang membimbing manusia. Apakah kita mahu membimbing anak-anak dengan nafsu atau agama? Perkahwinan yang dibina di atas kecil hati keluarga, kejayaan rumah tangga yang dibina sangatlah tipis berjaya. Tidak ada bukti bahawa perkahwinan yang dibina di atas tergurisnya hati keluarga membina keturunan yang memberi manfaat pada masyarakat. Jika kita berkahwin di kala ini tanpa pengetahuan ibu dan ayah, maka bolehkah kita boleh menjamin anak-anak yang akan dilahirkan dari sulbi isteri kita tidak akan mengulangi apa yang kita lakukan pada ibu bapa kita??…mungkin ianya boleh jadi, lebih teruk dari apa yang kita lakukan pada kedua ibubapa kita?
 
Bagaimana Jika Sudah Terjadi
Perkahwinan yang telah berlaku tanpa pengetahuan ibu bapa, eloklah dibawa berbincang kembali dengan kedua ibu bapa. Cubalah sedaya mungkin untuk mengambil hati mereka yang terguris. Mohonlah kemaafan dari mereka. Ceritakan kesilapan yang dilakukan bahawa memang betul-betul kesilapan kita. Pokok utama disini, adalah perbincangan dua mata antara kita dan kedua-dua belah keluarga. Mungkin kesilapan yang yang dirasakan kecil itu,boleh menyebabkan dua keluarga berperang. Berbincanglah dengan nada merendah diri, akui kesilapan yang dilakukan. Moga dengan kesilapan yang dilakukan itu, mematangkan lagi kita. Manusia bukan makhluk sempurna, tetapi ketika melakukan kesilapan itulah yang perlu difikir semula dimana silapnya selama ini.
Yang penting disini, sikap berlapang dada kita dalam menilai sesuatu masalah. Walau sebesar manapun masalah itu, ingatlah , bahawa masalah itu, pemiliknya Allah. Dia memberikan kita masalah agar kita untuk menilai kita sejauh mana keimanan kita, sejauh mana kebergantungan kita kepadanya. Semua benda yang berlaku di atas muka bumi ini, ada sebab musababnya. Jika kita yakin dengan keputusan Allah, kita yakin dengan janji Allah, maka di situ kita akan dapat lihat jalan keluar pada setiap masalah yang timbul. Apa yang penting, cekalkan hati, tingkatkan amal agar keteguhan hati bertambah dan lapangkan dada dalam menilai sesuatu, insyaallah, pasti kita akan nampak jalan keluar di dalam kekusutan yang dihadapi.
Volgina Street, Konkova,
117437,Moscow.

###########################################

Dipetik daripada :
http://luthtextile.com/blog/aku-merepek/4-sebab-anda-dan-pasangan-tak-perlu-kahwin-lari
Assalamualaikum WBT dan Salam 1 Malaysia
Haha, tajuk macam panas je kan? Tak ada apa – apa pun sebenarnya, saja tiba – tiba terlintas nak tulis pasal kahwin lari ni. Erm, cerita pasal kahwin lari ni dah banyak menghantui masyarakat kita dan ia merupakan salah satu ragam masyarakat. Anda kesah ke pasal kahwin lari ni? Perlu ke nak kahwin lari? Haha, bagi aku tak bagusla bagi pasangan bercinta nak kahwin lari. Tak patut pun lakukan semua ni. Nak tau ke sebab apa? Meh baca bawah.




1 – Perkahwinan tanpa restu
Kebiasaannya bagi pasangan bercinta, takkanla nak bercinta sampai dua tiga tahun setakat bercinta je kan? Pasti dalam niat pasangan masing – masing untuk terus hidup bersama dengan pasangan yang telah dipilih. Sekarang bukan macam dulu, bila nak kahwin je mak bapak yang tentukan. Dah jadi trend bagi orang muda, diorang mesti ada awek dan mesti nak teruskan hubungan dengan awek tu. Takkan nak jadi awek je kot? Takmau hidup sekali? Bila sebut kahwin lari ni kita boleh simpulkan perkahwinan tanpa restu keluarga. Yela, tiba – tiba je bawak lari anak dara orang terus menikah dan buat serupa kita yang punya.
Dalam perkahwinan mesti ada restu dari kedua – dua belah ibu bapa. Nak ke hidup tanpa restu mak bapak? Eee, mintak simpangla semua ni. Hidup kita tak akan aman kalau tak direstui mereka. Hidup tak tenteram dan akan terjadilah pelbagai ujian yang mendatang. Sebab apa? Sebab kahwin tak ada restu mak bapak!

2 – Malu besar
Keluarga ke dua – dua belah pasangan pasti akan malu besar bila ia terjadi macam ni. Anak orang lain kahwin seronok – seronok, buat jamuan makan panggil kawan – kawan dan adik beradik tapi bila dah kahwin kat Siam nuuun, jadi macam terbalik la pulak. Perkahwinan tu macam nak kena sembunyikan dari pengetahuan masyarakat kalau tidak jadi buah mulut orang. Sampai ke mati la orang dok sebut anak sekian sekian kahwin lari. Nak ke hidup diselubungi perasaan malu dan segan dengan orang ramai? Orang pandang serong tau.

3 – Terjadi masalah apabila hendak mendaftar perkahwinan di Malaysia dan pelbagai masalah lain kelak
Ok, untuk pengetahuan anda takrifan kahwin lari ini merujuk pernikahan yang dilakukan di luar negara dan menggunakan wali hakim. Pasangan yang bernikah diluar dari Malaysia tanpa kebenaran pejabat agama akan dikenakan denda dan juga boleh dihukum penjara dan sabit kesalahan seperti dibawah :
  • Berkahwin diluar kawasan tanpa kebenaran ( penjara tidak melebihi 6 bulan atau denda tidak melebihi RM1,000 atau kedua-duanya sekali)
  • Poligami tanpa kebenaran ( penjara tidak melebihi 6 bulan atau denda tidak melebihi RM1,000 atau kedua-duanya sekali)
  • Mendaftarkan nikah selepas 6 bulan ( penjara tidak melebihi 6 bulan atau denda tidak melebihi RM1,000 atau kedua-duanya sekali)
Tengok, belum apa – apa lagi dah kena denda dan buang duit macam ni? Masa depan tak tahu lagi kan? Kalau si pasangan gagal membayar denda yang dikenakan kepada mereka, pendaftaran perkahwinan di Malaysia tidak akan dilakukan dan seterusnya status perkahwinan mereka tiada dalam senarai pejabat agama. Bila dah jadi macam ni, surat nikah di Malaysia tidak ada, ia akan mendatangkan masalah masa depan seperti pendaftaran anak (baru lahir) di Pejabat Pendaftaran dan lain – lain lagi. Rumit bukan?

4 – Perlakuan kurang ajar
Adat istiadat orang Melayu dah cukup cantik, memang sempurna adat orang dulu – dulu. Kita tahu, jika seorang lelaki berkena pada seorang perempuan dan ia mahu menjadikan si perempuan itu sebagai isterinya apa yang perlu dilakukan oleh si lelaki itu? Pastinya terdapat langkah – langkah yang selalu dibuat orang seperti :
  • Merisik
  • Bertunang
  • Nikah
  • Sanding & Kenduri
Tetapi, jika berlakunya kahwin lari ni bukankah ia lebih layak dikatakan pencuri? Seseorang gadis merupakan hak milik mutlak si bapanya, jika tidak ada keizinan dan persetujuan dari bapanya (yakni wali) si lelaki itu digelar “pencuri” kerana mencuri hak daripada si bapa. So, adakah anda nak dilabel seumur hidup sebagai seorang kurang ajar dan pencuri? Fikir – fikirkan.
Okeylah, cukup empat point aku tulis dalam entry kali ini. Jika ada lagi idea dari anda sila tambah diruangan komen. Apa yang aku nak sampaikan disini bukanlah untuk menghina si pasangan yang kahwin lari tapi aku nak tegaskan disini supaya berfikir beratus – ribu kali sebelum melakukan apa juga tindakan kerana ia melibatkan maruah dan masa depan seseorang.
Jika seseorang tu dijatuhkan hukum “wajib” berkahwin, kot mana pun dia tetap kena kahwin juga gunalah cara yang baik dan terpuji. Jangan buat macam ni. Kita ada agama dan garisan adat. Itu saja untuk kali ini.
*******************************************


Dipetik daripada :
http://www.fitrahpower.com/pilih-jodoh-restu-ibu-bapa-beri-keyakinan/

Pilih Jodoh: Restu Ibu Bapa Beri Keyakinan

“Kita sangat perlu kepada redha atau restu ibu bapa dalam semua perkara termasuk dalam membina rumah tangga,” kata Ustaz Hj. Ahmad Shukri Yusoff, yang merupakan Ketua Unit Syariah dan Penerangan Khas, Pusat Pungutan Zakat Wilayah Persekutuan.
Menurutnya, redha ibu bapa amat penting kerana ia membekalkan kita keyakinan untuk melangkah ke alam perkahwinan. Dan untuk mendapat redha ibu bapa, kita perlu menjaga hati mereka.
“Bayangkan kalau kita melangkah ke alam perkahwinan tanpa doa, restu atau redha ibu bapa, maka di hati kecil kita tidak akan ada keyakinan untuk menempuh alam yang baru itu,” ujar beliau.
Beliau berkata, perkahwinan merupakan satu proses untuk menyempurnakan agama. Tetapi, soal beliau, “Adakah sempurna agama jika sesuatu perkahwinan itu tidak mendapat restu ibu bapa?”
Katanya, perkahwinan yang dibina atas dasar cinta semata-mata umumnya tidak akan kekal lama. “Kalau berkahwin semata-mata kerana cinta, cinta boleh luntur. Kalau disebabkan dorongan seksual, ia juga boleh berkurang. Kalau berkahwin kerana duit, ini juga mungkin satu hari tidak stabil. Begitu juga kalau sebab kecantikan, kecantikan akan pudar akhirnya. Sebab itu Nabi s.a.w. menekankan bahawa perkahwinan itu adalah untuk menyempurnakan agama. Tanda kita betul-betul beragama, kita berkahwin mengikut sunnah Nabi,” jelasnya dalam temubual di kediamannya di Bandar Baru Bangi.
Dalam soal ini, katanya, ibu bapa umumnya lebih tahu menilai kesesuaian calon menantu kerana mereka melihat dari banyak aspek.

Jika Tak Direstui

Kesan yang jelas bagi perkahwinan yang tidak direstui ibu bapa adalah gagal mendapat keberkatan. Ustaz Ahmad Shukri Yusoff berkata, hilangnya keberkatan menyebabkan timbul masalah silih berganti dan timbul rasa tidak yakin dalam menghadapi masalah akibat tidak mendapat doa dan redha ibu bapa tadi.
kahwen1.jpg“Kalau ada restu ibu bapa, apabila menghadapi sesuatu masalah, kita rasa yakin boleh menyelesaikannya walaupun masalah itu nampak berat,” ujarnya.  Katanya, perkahwinan itu sesuatu yang membahagiakan tetapi tanpa redha ibu bapa maka lebih mudah berlaku huru-hara. Sebaliknya dengan keredhaan ibu bapa, perkahwinan terasa lebih menyeronokkan.
“Kita sering membaca kisah rumah tangga yang porak-peranda dan berlaku cerai-berai. Kalau dikaji, di hujungnya kita akan dapati perkahwinan itu dulunya tidak mendapat keredhaan ibu bapa. Ada yang disebabkan telah berlaku perkara tidak elok sebelum kahwin maka ibu bapa terpaksa setuju mereka berkahwin walaupun hati kecil mereka tidak meredhainya,” jelasnya.
Ustaz Ahmad Shukri mengajak kita merenung perkahwinan orang-orang dulu yang jodoh mereka betul-betul atas pilihan ibu bapa.  “Kita tengok jangka hayat rumah tangga mereka lebih lama. Sekarang kahwin bermula dari cinta tapi peratus cerai tinggi. Hendak kata tak kenal, sudah kenal. Hendak kata tak cinta sudah cinta. Di situ sebenarnya peranan keredhaan ibu bapa. Keredhaan ibu bapa lebih kuat daripada cinta. Lafaz cinta tidak sekuat keredhaan ibu bapa,” ungkap Ustaz Ahmad Shukri.

Apabila Ibu Bapa Diam 
Diam ibu bapa dengan pilihan jodoh anaknya mungkin menandakan mereka tidak bersetuju, cuma mereka tidak menyuarakannya secara terus-terang. Menjelaskan perkara ini, Ustaz Ahmad Shukri Yusoff berkata, “Diamnya itu mungkin tanda tidak setuju dengan pilihan anak tetapi dia tidak kata tidak setuju sebab tidak mahu melukakan hati anak.”
Dalam hal ini, katanya, si anak hendaklah cuba memahami isi hati ibu bapa dan menjaga hati mereka.Walaupun diam ibu bapa mungkin juga menandakan mereka berfikir dan bersetuju tetapi si anak perlu bertanya secara berhemah untuk memastikan ibu bapa betul-betul merestui pilihannya.  Katanya, lazimnya jika ibu bapa redha dengan pilihan anaknya, mereka akan iringi dengan nasihat dan kata-kata semangat.
“Tapi jika tiada respons atau hambar saja, anak kena pastikan betul-betul untuk menjaga hati mereka,” ujarnya. Beliau berkata, ada ibu bapa yang menuruti pilihan calon pasangan anaknya setelah didesak atau dipujuk walaupun hati kecil mereka tidak benar-benar meredhainya.
 
Bawa Berbincang
Hati sudah suka, pasangan ‘ideal’ sudah ditemui tapi ibu bapa pula tidak bersetuju. Bagaimana? Jalan terbaik ialah bawa berbincang, kata Ustaz Ahmad Shukri Yusoff.
“Itu perlunya syura atau perbincangan. Tetapi apa yang berlaku hari ini adalah pertengkaran, bukan perbincangan. Pertengkaran tidak mendatangkan natijah yang baik.” Katanya, banyak masalah yang nampaknya berat dan tidak boleh diselesaikan tetapi apabila dibawa berbincang, ia selesai akhirnya. Begitu juga dengan masalah pilihan calon pasangan.
“Syura yang diadakan dalam keadaan hati bersih dan baik, insya-Allah natijahnya baik,” katanya sambil menambah, bukan ibu bapa saja perlu mendengar pandangan anak tapi anak juga perlu bersikap terbuka dalam mendengar pandangan ibu bapa.  Ustaz Ahmad Shukri berkata, sikap berterus-terang perlu ada dalam berbincang dan kalau perlu, si anak boleh meluahkan perasaannya.
“Ada kes ibu bapa sayang pada anaknya tapi kadang-kadang hendak kawal anaknya dalam semua perkara… Bagi anak, dia rasa dikongkong. Dalam soal ini, ayah atau ibu jangan terlalu ketat sebab Sayidina Ali k.w. menyarankan agar kita mendidik anak mengikut zamannya. Minat dan citarasa tak sama. Bagi si anak, dia juga perlu cuba memahami ibu bapa, kerana niat ibu bapa adalah untuk menjaga demi kebaikan anaknya.”
Menurutnya, jika si anak merasakan ada kongkongan dalam memilih calon pasangan, dia perlu meluahkan isi hatinya tetapi dengan cara yang tertib dan tenang. “Kalau anak diam dan simpan, tidak selesai masalah juga. Memendam perasaan tidak boleh selesaikan masalah. Kena ada proses berterus-terang. Kalau dipendam hingga rasa tertekan, nanti kita akan sakiti hati ibu bapa pula apabila merasakan ibu bapa tidak memahami,” tambahnya.  Katanya, setiap masalah ada penyelesaiannya tapi cara menyelesaikannya perlu betul.

Jaga Hati Mereka Sampai Bila-bila
Hati ibu bapa tetap perlu dijaga sampai bila-bila walaupun seseorang itu sudah ada tanggungjawab lain dalam rumah tangga yang dibina, kata Ustaz Ahmad Shukri Yusoff.
Katanya, bagi seorang wanita yang sudah berkahwin misalnya, tanggungjawab untuk mentaati suami tidak mengurangkan hak ibu bapanya untuk ditaati dan dijaga hati mereka.  “Ada kes anak perempuan yang bila sudah berkahwin, tidak balik jenguk ibu bapa dan tidak hubungi mereka dengan alasan mentaati suami. Tidak dinafikan perlunya taat pada suami tapi dalam masa yang sama dia ada tanggungjawab pada ibu bapa yang hatinya perlu dijaga,” terang beliau.
Beliau menambah, tanggungjawab yang dipikul sebagai isteri atau suami tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabai dan melukakan hati ibu bapa dengan tidak membantu, menghubungi dan mengambil tahu kehidupan mereka. Pendek kata, menurutnya, si anak tidak boleh mengambil sikap, “Saya dah jadi isteri orang atau suami orang, tanggungjawab pada ibu bapa dah kurang.”
“Dalam hidup ini, setiap sesuatu akan dibalas. Jika kita menyakiti hati ibu bapa, apakah kita sanggup satu hari nanti anak kita melakukan perkara yang sama pada kita pula?” soal beliau.

#############################################

Dipetik daripada :
http://dir.groups.yahoo.com/group/mymasjid/message/9780

http://ustazmuda.blogspot.com

DILEMA : ANTARA NAFSU DAN RESTU...

Semalam ustazmuda ditegur oleh dua orang sahabat melalui YM ustazmuda. Katanya tertarik dengan beberapa artikel ustazmuda. Alhamdulillah. Syukur... kalau artikel ustazmuda dapat memberikan suntikan semangat dan motivasi. Dalam borak-borak ni banyak cerita yang timbul dan kebetulan pada keduanya isu yang sama. Cerita tentang kahwin.... cerita tentang restu... cerita tentang nafsu... Ingin bersama dia tapi halangan keluarga. Yang seorang dah kerja yang satu lagi masih belajar nun jauh di luar negara... Hubungan sudah terlalu rapat hingga tidak tertahan gelojak rasa. Namun... syukur padaNya kerana masih belum terlalu jauh terlanjur.
Rasanya dengan intro di atas mungkin sahabat telahpun paham duduk cerita. Terus terang aja... kisah ingin berumahtangga tapi halangan keluarga. Tiada restu ibubapa. Bukan kisah dongengan tapi cerita berzaman dengan pelbagai alasan. Mungkin juga cerita antara dua darjat... kalau takpun ibu mertuaku bak kata P. Ramlee.

Apa yang ustazmuda katakan ni, pasti akan menimbulkan polimek pandangan pro dan kontra setuju atau tidak. Apapun ustazmuda gembira kiranya artikel ini sekurangnya dapat membuka minda kita betapa bejatnya gejala di luar sana. Betapa kritikalnya anak muda kita tersepit antara menjaga iman dan kehendak nafsu bermaharajalela. Nafsu yang didorong sepenuhnya oleh massa. Massa yang disokong sepenuhnya oleh mereka yang bergelar penguasa.
Argh... Rasanya persoalan ini seperti menarik rambut dalam tepung, rambut tak putus tepung tak berselerak. Mampu atau tidak berdasarkan kebijaksanaan kita berperanan. Bagaimana kita menarik rambut tersebut agar tepung itu tetap diam membisu tanpa serakan yang bisa menggoyahkan keadaan. Putus atau tidak berdasarkan cara kita menarik. Kitalah yang berperanan... ustazmuda paham perasaan anakmuda. Gelojak rasanya tidak terkawal. Bahananya menikam ke seluruh jiwa. Berat tanggungannya. Andai tersilap punah segala.

Ingin bersama... tapi tiada restu!!! Hanya kerana masih bergelar seorang pelajar. Hanya kerana masih belum bekerja. Bekerja dalam ertikata kepahaman kita, keluar pagi pulangnya malam dan hasil dituai di hujung bulan. Itulah kerja yang sinonim dengan kita. Berseluar slack berpakaian kemas bertali leher membimbit briefcase... selagi itu belum tercapai usah pikir pasal kahwin??? Keras bunyinya tegahan keluarga. Salahkah mereka??? Mana mungkin keluarga tidak ingin melihat anaknya bahagia bukan???

Pada sahabat yang dalam dilema seperti ini, cubalah sedaya mungkin, carilah pilihan yang terbaik. Mujahadahlah mendekatkan diri pada Allah... Ingat akan pesan baginda Rasul 'perbanyakkan berpuasa'. Sabda baginda sesuatu yang pasti. Pasti puasa akan melemahkan segala nafsu syahwat untuk bergerak bebas... Mungkin mengungkapnya terlalu mudah... pahit bagi sahabat menerimanya, namun yang pahit selalunya penawar mujarab. Belajarlah menerima sesutu ujian dengan redha dan penuh penyerahan pada Yang Esa. Insyaallah pasti akan dibantuNya.

Munajatlah padaNya siang dan malam... terbaik di pertiga malam. Pohonlah moga dilembutkan hati pada semua lantas dipermudahkan segala urusan. Jangan terlalu gelojoh dalam membuat keputusan... Ya, sahabat pernah perkatakan segala hanya kerana menyelamatkan diri dari terjerumus lebih jauh dalam sangkar noda dan dosa. Ingatlah sahabat akan apa yang diperkatakan baginda Rasul " Sesungguhnya Redha Allah pada keredhaan kedua ibubapa..." Maaf, kalau mungkin semalam dikala kita berbicara berdua... ustazmuda seolah mengiyakan pilihan terakhir sahabat untuk mengikatnya jauh dari keluarga atau apa yang kita katakan sebagai kawin lari... tapi hari ini berat sungguh hati ustazmuda mengiyakan. Mungkin itu bukan satu keputusan tepat sekadar menurut kata hati muda sahabat. Sungguh!!! hati terlalu berat walau sebagai pilihan terakhir. Usahakanlah agar peristiwa itu tidak akan berlaku. Usahakan...

Ingat, usahlah kita bergembira dikala ada mereka yang menangis keciwa. Apatah lagi mereka yang pernah bersusah payah membawa kita kehulu ke hilir berbulan lamanya. Betapa berat tanggungan itu... tak mungkin untuk kita membalasnya walau dengan apa cara sekalipun... argh untuk mengeluarkan kita ke dunia inipun bagaikan satu peperangan dengan maut. Antara hidup dan mati. Ya, mereka terlalu kuat dan kita lahir ke dunia kerana kekuatan itu. Kekuatan yang hanya ada pada seorang yang bernama ibu.

Ingatlah, perkahwinan bukanlah kebahagiaan kita berdua... tetapi perkahwinan penyatuan dua keluarga. Kegembiraan bersama... Perkahwinan adalah kerana kehambaan padaNya, bukanlah sesuatu yang berasaskan nafsu semata. Ya, kita lari dari maksiat dan nafsu serakah yang haram pada kehambaan kepadaNya... maniskah kehambaan itu dengan melukakan mereka yang pernah memberikan kita sebuah kehidupan??? Maniskah...

Ya, berat mata memandang berat lagi bahu memikul. Kalaupun pilihan itu berlaku juga... bersegeralah mengadap pada kedua... pohonlah keampunan pada mereka dan pohonlah restu keduanya. Pohonlah. Diam membisulah atas segala leterannya... kuncikan mulut dari mengatakan walau sepatah kata... sabar dan tabah dengan segala apa yang diperkatakan... akur akan kesilapan yang telah dilakukan. Insyaallah pasti mereka akan terbuka menerima kembali. Pasti... Tunjukkan sikap yang terbaik, sebagai anak yang masih mampu memberikan perkhidmatan terbaik walaupun telah menerima tanggungjawab yang besar... sebagai anak yang taat setia pada keluarganya. Sahabat mampu...

Pada sahabat yang punya anak muda remaja... ustazmuda ingin memberi pesanan, walaupun mungkin ustazmuda bukanlah orang yang tepat memberi pesanan kepada mereka yang lebih dulu makan garam dari ustazmuda. Pada mereka yang bergelar ibu dan bapa... zaman kita dan zaman mereka berbeza. Ya, untuk menyebut kalimah kahwin itu sendiripun kita malu. Bahkan untuk menemui seorang perempuan pun agak sukar. Anak-anak dara tika itu setia di dalam rumah. Mengenali suami hanya pada saat diijabkabulkan... Mungkin itu suasana kita. Tidak kini. Perubahan masa menjadikan budaya kita jauh berubah... anak-anak kita lepas bebas. Perempuan dan lelaki. Saling mengenali bercampur mesra... itulah realitinya.

Sesungguhnya pada ibubapa yang anaknya nun di luar sana... di negeri yang tidak pernah kenal sempadan lelaki dan perempuan. Di negeri yang sesiapapun tidak peduli dengan siapa anak kita tinggal... tidak ada yang menjeling kalaupun mereka bercampur tanpa sempadan. Yang ada hanya segenggam iman yang memisahkan antara hak dan batil... itulah kekuatanNya. Sewajarnya kita bersyukur tunduk dan gembira andai anak kita masih punya pegangan untuk hidup dalam suasana halal yang diredhai olehNya. Bantulah mereka dalam usaha menyelamatkan keimanan. Mogakan terselamat dari rencam dunia yang penuh kemaksiatan. Inginkah kita melihat mereka bergelumang dalam dosa dan noda yang tidak berkesudahan??? Pilihan di tangan kita... Insyaallah dengan ilmu yang ada mereka mampu untuk menunaikan tanggungjawab tersebut. Mereka mampu... yakinlah.

Ingatlah, diluar sana mereka boleh berbuat apa sahaja tanpa pengetahuan kita, mereka bebas sebebasnya, namun kerana sekelumit iman yang ada masih mampu untuk mereka pertahankan. Bangun dan bantulah mereka agar tidak rebah dalam pelukan dunia yang menghimpit. Bersyukurlah kerana punya anak yang masih tahu menilai kaca dan permata... Ya!!! mungkin kita mengharapkan sesuatu atas pelaburan yang telah kita keluarkan, atas kejayaan anak tercinta. Pada ustazmuda, kalau harapan itulah yang kita letakkan... sesuatu yang kita inginkan sebagai imbuhan dari satu amanah Allah. Kita perlu bermuhasabah... Ingatlah, membesar dan memberi ilmu pada anak-anak merupakan kewajipan dan amanah yang ditetapkan olehNya... Amanah yang akan dipersoalkan oleh Allah di sana nanti. Cukuplah dengan hasil yang akan kita tuai di sana nanti.

Usah dirisaukan, pastinya... anak-anak yang terdidik dengan amanah ilmu akan sedar dengan sendiri kewajipan itu. Pastinya mereka akan kenang pengorbanan orang tua tanpa dipinta. Mereka membantu tanpa diminta... Pasrahlah pada ketentuanNya.

P/s : Pada sahabat yang ustazmuda maksudkan... kemaafan ustazmuda pohonkan andai warkah ini mengguris hati kalian... moga ukhuwwah yang bertaut akan terus berkembang mekar. Amin.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@


Dipetik daripada :

http://www.rediesh.com/untuk-jejaka/perkahwinan-untuk-mencari-restu-siapa

Perkahwinan Untuk Mencari Restu Siapa?

  • Written by
    Last Updated: April 14th, 2008
    Hidup untuk berkahwin telah menjadi fitrah semulajadi manusia sejak zaman Nabi Adam a.s. sehinggalah dunia ini dikiamatkan oleh Allah S.W.T. Meskipun sejak kebelakangan ini ramai dikalangan anak gadis belum berkahwin sehingga ada yang digelar ‘Andartu’, ini bukan bermakna mereka tidak mahu berkahwin. Berbagai alasan yang boleh diberi namun keinginan dan kemahuan untuk ‘berkahwin’ tetap subur, cuma jodoh belum dipertemukan.

    Sememangnya perkahwinan itu menjanjikan pelbagai keindahan dan kemanisan. Kebenaran tanggapan memang ada, tetapi ia bergantung kepada sejauhmana pasangan suami isteri itu mengendali bahtera perkahwinan itu. Pahit maung dan manis madunya perkahwinan itu terserlah kepada kita. Kitalah yang mewarnai perkahwinan itu dan hari-hari yang seterusnya.
    Perkahwinan yang diredhai, itulah perkahwinan yang diberkati. Ini bukan bermakna perkahwinan hanya mendapat restu dari ibu bapa setelah memadai untuk mengecapi keberkatan. Tetapi konsepnya yang sebenar ialah perkahwinan yang dilangsungkan itu menurut Al Quran dan sunnah Rasulullah S.A.W.
    Di sinilah neraca kita menilai perkahwinan itu diredhai atau tidak. Tidak cukup hanya suka sama suka, dapat restu dari ibu bapa tetapi pelaksanaan bermulanya pertemuan dua hati sehinggalah hari diijabkabulkan hendaklah berada di dalam syariat Allah S.W.T, maka itulah perkahwinan yang didatangi para malaikat dan doa para solehin dan aulia.
    Perkahwinan itu adalah tradisi orang soleh malah para Nabi pun berkahwin dan mempunyai zuriat. Justeru itu perkahwinan mereka juga adalah suatu modul yang perlu kita teladani kerana hasil dari perkahwinan dan perhubungan hati yang intim sesama insan dan kepada Allah telah melahirkan zuriat yang soleh dan solehah.
    Dunia dipimpin dan ditadbir orang yang mulia hatinya dan mendapat pertolongan Allah S.W.T. Apakah kita tidak mahu memiliki anak yang soleh? Apakah kita tidak mahu dipimpin oleh suami yang soleh? Apakah kita tidak mahu hidup di dalam masyarakat yang beriman?
    Ini adalah idaman setiap insan dan juga diri kita. Yang pasti perkahwinan itu di atas disusun dan diuruskan mengikut sebagaimana yang Allah S.W.T mahukan. Kerana segala-galanya bermula di awal perkahwinan kita. Kalau silap dan tidak betul kita laksanakan, tentunya perkahwinan itu tidak menghasilkan kebahagiaan apatah lagi rahmat dan kasih sayang dari Allah.
    Kepada para pembaca yang budiman, dapat kiranya tulisan sehingga akhir. Jika masih terdapat kekurangan, sesungguhnya itu adalah kelemahan kami yang tidak disengajakan. Sesungguhnya yang baik itu datang dari Allah S.W.T dan yang buruk itu adalah dari nafsu ini. Wallahu ‘alam…
    Isteri yang kamu nikai tidaklah semulia Khadijah, tidaklah setaqwa Aisyah, pun tidaklah setabah Fatimah. Justeru isterimu hanyalah wanita akhir zaman yang punya cita-cita menjadi solehah…
    Pernikahan atau perkahwinan mengajar kita kewajiban bersama…
    Isteri menjadi tanah, kamu langit penaungnya.
    Isteri ladang tanaman, kamu pemagangnya.
    Isteri kiasan ternakan, kamu gembalanya.
    Dan isteri adalah murid, kamu mursyidnya.
    Isteri… Isteri bagaikan anak kecil, kamu tempat bermanjanya.
    Saat isteri menjadi madu, kamu teguklah sepuasnya.
    Seketika isteri menjadi racun, kamulah penawar bisanya.
    Seandainya isteri tulang yang bengkok, berhatilah meluruskannya.
    Pernikahan atau perkahwinan menginsafkan kita perlunya iman dan taqwa.
    Untuk belajar meniti sabar dan redha Allah SubhanAllah Wa Taala kerana memiliki isteri yang tidak sehebat mana…
    Justeru kamu akan tersentak dari alpa…
    Bahawa kamu bukanlah Rasulullah S.A.W. Pun Bukanlah Sayyidina Ali Karamallahuw Ajhah. Cuma suami akhir zaman yang berusaha menjadi soleh… Aamiin… Aamiin… Ya Rabbal Alamiin…

Dipetik daripada :
http://intim.wordpress.com/2007/08/29/keredaan-ibu-bapa-penting-dalam-perkahwinan/

Keredaan ibu bapa penting dalam perkahwinan

SAYA berkenalan dengan seorang wanita Inggeris ketika belajar di luar negara dan berhasrat untuk berkahwin dengannya dalam masa terdekat. Beliau sanggup tinggal di Malaysia dan memeluk Islam tetapi semua keluarga saya terutama ibu bapa membantah. Saya berpendapat pilihan saya adalah baik dan dia sendiri ikhlas untuk memilih Islam dan berkahwin dengan saya. Soalan saya, bolehkah saya berkahwin walaupun tidak mendapat izin ibu bapa? Apakah sekiranya saya berkahwin juga tanpa restu ibu bapa, saya dianggap anak derhaka dan apakah ada peruntukan undang-undang syariah di negara kita berkenaan perkara ini.
Anak Lelaki Tunggal
————————-
SEBELUM memutuskan untuk berkahwin, lebih wajar kita melihat konsep perkahwinan itu sendiri. Perkahwinan menurut agama kita bukan sekadar menjadi penentu halal kepada hubungan kelamin tetapi mempunyai maksud yang lebih dalam lagi. Akad perkahwinan menghalalkan pergaulan antara lelaki dengan perempuan yang bukan mahram dan menimbulkan hak dan kewajipan antara mereka. Ia adalah penyatuan dua jiwa dan dalam skop lebih luas membabitkan penyatuan antara dua keluarga, dua keturunan serta apa-apa yang berkaitan seperti penyatuan budaya dan pemikiran.
Dari sudut hukum, saudara seorang lelaki dan tidak memerlukan wali untuk menjalankan akad nikah. Tetapi bakal isteri perlu menggunakan wali hakim untuk berkahwin kerana dia tidak mempunyai wali keturunan kerana baru memeluk agama Islam. Namun begitu, sesebuah perkahwinan seharusnya bukan melihat dari segi sah kerana menepati rukun saja tetapi melihat kepada restu ibu bapa, sekufu di antara dua pengantin, kemampuan dan kesediaan berumah tangga, kesanggupan untuk saling tolong-menolong, toleransi dalam menjayakan hak dan tanggung jawab yang akan ditempuh.
Sebagai anak lelaki, saya berpendapat restu dan keredaan ibu bapa perkara penting yang tidak boleh saudara ambil mudah. Dengan restu mereka, rumah tangga terbina lebih dinaungi barakah dan membawa pula kepada keredaan Allah. Apatah lagi sekiranya bapa saudara meninggal, maka tanggungjawab memastikan kebajikan ibu berada di tangan saudara.
Saya sarankan usaha memujuk dan berbincang diutamakan sehingga ibu bapa melihat kesungguhan saudara di samping tidak mengetepikan pandangan mereka. Saudara boleh menggunakan orang yang lebih dihormati seperti imam kampung saudara atau datuk dan sebagainya untuk meyakinkan ibu bapa dan memujuk mereka dengan ganjaran Allah janjikan sekiranya kita berjaya mendakwahkan seseorang daripada agama lain kepada Islam dan tunduk dengan rela hati untuk memeluk Islam.
Bergaduh, meninggikan suara, menggertak dan memutuskan hubungan kekeluargaan dengan ibu bapa jika mereka membantah bukan tindakan yang baik. Ia boleh membawa perasaan kecil hati kepada ibu bapa. Ini berlawanan dengan suruhan Allah yang menyuruh ibu bapa ditaati sehingga jangan mengatakan perkataan ‘uh’ kepada mereka. (al-Israa: 23-24)

Andaikan saudara berkahwin, saudara sebenarnya mempunyai tanggungjawab besar untuk membimbing dan melayannya dengan baik serta membawanya menghayati ajaran agama yang suci ini. Menjayakan usaha ini akan lebih mudah dengan bantuan ibu bapa yang merestui perkahwinan tersebut.
Saya menyarankan saudara menangguhkan hasrat berkahwin sehingga berjaya diselesaikan. Sekiranya bakal isteri berada di Malaysia, saudara boleh menggalakkannya membaca buku agama dan memperkenalkannya dengan ‘support group’ saudara baru yang dianjurkan oleh badan-badan Kerajaan dan bukan kerajaan seperti Perkim, Hidayah Centre anjuran Jemaah Islah Malaysia (JIM), MACMA dan sebagainya. Semoga dengan kefahaman yang kukuh dan keikhlasan yang sebenar akan membawanya kepada memeluk Islam dengan penuh rela hati.

Dari segi undang-undang syariah, tidak ada peruntukan mengenai keredaan ibu bapa, yang ada hanya peruntukan umum mengenai syarat dan rukun untuk dipenuhi bagi menjadikan sesuatu akad perkahwinan adalah sah dan boleh didaftarkan mengikut Enakmen Undang-undang Keluarga terbabit. Pada masa sama, saya juga menyarankan saudara sendiri berusaha mendapatkan sokongan dan mengadakan perbincangan dengan pihak-pihak lain yang berjaya dalam perkahwinan lain bangsa dan budaya untuk mengambil manfaat atas pengalaman mereka.
Jawapan disediakan oleh Nurhidayah Muhd Hashim, Exco Persatuan Peguam Syarie Malaysia (PGSM). Sebarang soalan dan komentar boleh dihantar ke exco_pgsm@yahoo.com