Selasa, 28 Ogos 2012

RENTETAN BEBERAPA MIMPI LALU YANG MEMBERI JALAN KEPADA PENCARIAN PENGERTIAN DAN KEUTAMAAN SEDEKAH DALAM ISLAM, MAKA SAYA MENYENARAIKAN BEBERAPA PETIKAN BAHAN YANG TELAH SAYA BACA DAN PILIH UNTUK DIKONGSIKAN DALAM RUANGAN INI.... SEMOGA DAPAT MEMBERIKAN MANAFAAT YANG BERKESAN, INSYAALLAH..


 
Dipetik daripada : 
http://syaamilquran.com/keutamaan-sedekah-dalam-al-quran-dan-hadits.html

Keutamaan Sedekah dalam Al Qur’an dan Hadits

2
Dalam Al Quran, Allah Swt. berfirman tentang keutamaan bersedekah dan berinfak di jalan-Nya. Apa yang disampaikan Al Qur’an tersebut diperkuat dan diperjelas oleh Rasulullah saw. melalui hadits-haditnya. Pada bahagian ini kita lihat sebagian di antaranya.

Pertama: Dan di antara orang-orang Arab Badui itu ada yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai jalan untuk (memperoleh) doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya infak itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS At Taubah, 9: 99)

Berdasarkan ayat ini, sedekah akan mendekatkan kita kepada Allah, Zat Yang Maha Pemberi rezeki. Dekat dengan Allah Yang Mahakaya akan menjamin terjaganya rezeki dan harta yang kita miliki. Artinya, semakin bakhil kita, akan semakin jauh kita dari rezeki dan nilai hakiki kekayaan yang sebenarnya.

Sejatinya, pemurah adalah sifat yang dimiliki Allah Swt. “Akulah Ar Rahmân dan Ar Rahîm. Aku petikkan baginya dari nama-Ku…,” demikian sabda Allah Swt. dalam sebuah hadits qudsi. Pancaran sifat ini kemudian “diserap” oleh para nabi dan orang-orang saleh sehingga menjadi akhlak utama mereka. Di antara semua manusia, Rasulullah saw. adalah manusia paling mampu mencontoh sifat pemurah ini.
 
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kita diperintahkan untuk berakhlak dengan akhlak Allah, takhalluq bi akhlâqillâh. Untuk itu, kita pun dituntut untuk menjadi seorang pemurah karena itulah satu sifat Allah. Sebagai pengamalan kongkret, akan sangat baik untuk kita mulai membiasakan diri menyisihkan sebagian rezeki kita untuk orang lain, entah itu untuk orang tua, saudara, teman, tetangga, atau pun guru. Ada baiknya orang-orang yang memiliki hubungan kekeluargaan lebih didahulukan, kemudian tetangga dekat, tetangga jauh, dan seterusnya.

Merancang siapa orang yang akan kita kunjungi untuk bersilaturahmi dan memberikan hadiah kepadanya juga sangat baik. Akan sangat baik jika dalam daftar perencanaan tersebut bukan hanya orang-orang yang kita sukai atau yang sering berbuat kebaikan kepada kita. Masukkanlah orang-orang yang selama ini membenci dan menjauhi kita, terutama dari keluarga kita sendiri. Berilah mereka hadiah yang berarti baginya. Menurut Rasulullah saw., ini adalah sebuah keutamaan. “Sedekah yang paling utama ialah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR Muslim)

Sahabat ‘Uqbah bin Amir pun mengungkapkan bahwa Rasulullah saw. pernah menasihati dirinya sebagai berikut.
Wahai ‘Uqbah, maukah engkau kuberitahukan tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Yaitu menghubungi orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberi orang yang pernah menahan pemberiannya kepadamu, dan memaafkan orang-orang yang pernah menganiayamu.” (HR Hakim)

Sedekah atau hadiah yang kita berikan tidak harus selalu barang mahal. Yang penting, hal tersebut bermanfaat, meskipun sederhana. Yang paling utama adalah suasana batin dan keikhlasan serta cara kita dalam melakukannya. Itulah yang akan berbekas.
Tidak akan pernah merugikan kita melakukan semua ini. Apabila kita belum mampu beribadah dengan baik, jarang tahajud, jarang puasa dan shalat sunnah, baca Al Qur’an baru sesekali, alangkah baiknya apabila kita selalu berbuat baik kepada sesama. Allah Swt. pasti akan menolong kita. Allah berfirman sebagai berikut.
Akulah Ar Rahmân dan Ar Rahîm. Aku petikkan baginya dari nama-Ku. Barang siapa yang menghubungkan, niscaya Aku akan menghubunginya; dan barang siapa memutuskannya, niscaya Aku memutuskan hubungan dengannya.

Rasulullah saw. pun pernah berpesan dengan kata-kata yang indah sebagai berikut.

Orang yang pemurah itu dekat kepada Allah, dekat kepada manusia, dekat kepada surga, dan jauh dari api neraka. Sementara itu, orang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat dari api neraka.

Kedua: Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”  (QS Al Baqarah, 2: 261)

Artinya, minimal 700 kali lipat ganjaran dari Allah Swt. bagi siapa pun yang membelanjakan hartanya di jalan Allah. Mengapa disebut minimal? Ada sebuah perumpamaan sangat baik yang diungkapkan oleh Ustaz Arifin Ilham dalam sebuah ceramahnya. Menurutnya, analogi atas sedekah itu sebagai berikut.
  1. Tanaman atau tumbuhan, berupa sebuah pohon yang memiliki tujuh cabang dan setiap cabang memiliki tujuh ranting. Kalau rantingnya seratus, berapa banyak daun-daunnya, berapa banyak buahnya, berapa banyak bunganya, kemudian berapa banyak bibit-bibit baru yang dilahirkannya, berapa banyak perkembangannya? Akan sangat sulit bagi kita untuk menghitungnya. Tentu saja ada catatan bahwa yang ditanam adalah bibit unggul (harta terbaik, terhalal), di tanam di tempat yang paling subur (diberikan kepada yang paling berhak: kaum kerabat yang fakir miskin, yang bekerja untuk kita, kepada tetangga, guru kita, dan lainnya), disiram dengan air (doa, istighfar, dan amal saleh), dan dijaga dari hama dan bakteri perusak (ujub, riya, sum’ah, takabur, tidak ikhlas, dan lainnya)[1]
  2. Kelipatan. Allah Swt. melipatgandakan dari satu menjadi tujuh kemudian menjadi seratus. Seratus ini bukan angka mati karena masih mungkin untuk berkembang. Kemudian, Allah Swt. mengunci dengan kata ”Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” Boleh jadi, sedekah kita menjadi tabungan amal produktif yang akan Allah Swt. lipatgandakan sesuai dengan kehendak-Nya. Ada pesan yang tersirat di sini, “Wahai hamba-Ku, jangan khawatir, akan Aku luaskan rezekimu. Sekecil apa pun, Aku tahu kebutuhan dan amal baikmu.” Maka dari itu, berbuatlah atas dasar batas maksimal kemampuan kita. Jika kita hanya mampu bersedekah seratus rupiah, berikanlah yang seratus rupiah itu. Jika kita memiliki keluasan rezeki dan mampu bersedekah satu juta, berikanlah yang satu juta itu. Jumlah tidak menjadi tolok ukur utama penilaian Allah Swt. karena setiap orang berbeda-beda kemampuannya. Tolok ukur penilaian adalah persentase dan keikhlasan dari sedekah yang kita berikan.

Ketiga: Katakanlah, ’Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.’ Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi Rezeki yang terbaik.” (QS Saba, 34: 39)
Ayat yang mulia ini menyiratkan sebuah pesan bahwa tidak akan ada yang hilang dari rezeki yang kita nafkahkan di jalan Allah Swt. Justru, dengan disedekahkan itulah harta kita menjadi kekal. Sebagai contoh, kita punya uang sepuluh ribu, dua ribunya kita sedekahkan, dan sisanya kita gunakan untuk kepentingan sendiri. Dalam pandangan Allah Swt., uang yang dua ribu itulah rezeki kita sebenarnya yang akan menolong kita di dunia dan di akhirat.
Tidaklah kita menyedekahkan kelebihan harta kita kecuali akan Allah ganti semuanya dengan yang lebih baik. Tidak ada kerugian. Yang ada hanyalah keuntungan. Dalam beberapa ayat Al Qur’an, Allah Swt. menyebut harta yang kita sedekahkan dengat kata ”pinjaman”. Artinya, Allah Swt. meminjam harta yang kita miliki dan Dia akan mengembalikannya dengan berlipat ganda pada saat kita sangat membutuhkannya[2].

Mahasuci Allah. Mahadermawan Dia. Padahal, sangat mudah bagi Dia untuk mengambil harta tersebut walau dengan cara paksaan sekalipun karena semua adalah milik-Nya. Harta yang dimiliki manusia hanyalah sedikit saja dari harta milik-Nya yang Dia titipkan kepada manusia. Oleh karena itu, sampai detik ini, tidak ada orang berinfak secara ikhlas yang menjadi fakir miskin. Mengapa? Karena Allah dan Rasul-Nya telah berjanji bahwa dengan sedekah, seseorang akan mendapatkan rezeki, malaikat pun akan mendoakan untuk kebaikan dan pelipatgandaan rezeki bagi orang yang gemar bersedekah. Selain itu, persentase sedekah yang wajib dikeluarkan pun sangat kecil jika dibandingkan dengan keseluruhan harta yang Allah Swt. titipkan, yaitu 2,5 persen.

Ada hal menarik ketika turun surat Saba ayat 39 ini. Para sahabat berlomba untuk bersedekah. Kisah yang paling monumental adalah ”persaingan” antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab dalam menafkahkan hartanya di jalan Allah. Dikisahkan, Umar bin Khattab datang kepada Rasulullah saw. dengan membawa setengah dari harta yang dimilikinya lalu dia menyerahkannya. Rasulullah saw. pun takjub dengan pengorbanan sahabatnya tersebut. Tidak lama kemudian, datanglah Abu Bakar membawa seluruh harta bendanya lalu diletakkan antara dua tangan Rasulullah saw. Melihat banyaknya harta yang dibawa Abu Bakar, Rasulullah saw. terheran-heran lalu bertanya kepadanya, ”Wahai sahabatku, kalau sudah seluruh harta bendamu engkau korbankan, apakah lagi yang akan engkau tinggalkan untuk keluargamu?”

Abu Bakar terdiam lalu menjawab, ”Saya tinggalkan mereka Allah dan Rasul-Nya.”
Demikianlah kehebatan jiwa seorang kader terbaik Rasulullah saw.


Keempat: ”… ada yang memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai suatu kerugian; dia menanti nanti mara bahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa mara bahaya. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS At Taubah, 9: 98)
Sesungguhnya, infak dan sedekah akan menghindarkan kita dari kerugian, bencana, kesusahan, dan marabahaya. Sedekah akan mampu mengubah takdir buruk seseorang menjadi takdir baik.

Ada beragam bala bencana di sekitar kita: dari atas, panas berkepanjangan; dari bawah, gempa bumi; dari samping, perampokan, gangguan orang jahat, dan sebagainya. Ternyata, semua itu bisa dihindarkan melalui infak dan sedekah. Maka dari itu, sangat jauh disebut cerdas orang yang kikir dan menahan hartanya karena dia telah mengundang bala bencana untuk menghampiri dirinya. Rasulullah saw. menyebutkan bahwa sedekah itu bisa menolak bala bencana dan memperpanjang umur. Andaipun takdir buruk tetap menimpanya, itu menjadi sarana dari Allah untuk mengangkat derajat dan menjadi batu loncatan baginya untuk mendapatkan nikmat yang lebih besar.

Saya memiliki pengalaman berharga dengan sedekah ini. Suatu hari, Allah Swt. memberi saya hidayah untuk bersedekah. Saat itu di saku ada uang sekitar 92 ribu rupiah. Delapan puluh ribu rupiah saya sedekahkan dan sisanya saya simpan untuk ongkos pulang dan membeli makanan. Keesokan harinya, ketika pagi-pagi masuk kantor, saya terpeleset dan jatuh dengan muka menghadap ke depan. Di hadapan saya ada kursi yang sandarannya sudah lepas sehingga besi penyangganya yang runcing tersembul ke luar. Ujung besi tersebut berada searah dengan mata. Menurut perhitungan, ketika jatuh itu, ”seharusnya” ujung besi tersebut menusuk salah satu mata saya. Namun ajaib, ketika saya jatuh, ujung besi tersebut tidak mengenai apa pun dari badan saya. Seperti ada kekuatan yang mendorong saya untuk jatuh ke samping kursi. Padahal, saya tidak memiliki kekuatan lagi untuk menahan jatuhnya badan atau berpegang ke dinding. Boleh jadi, sedekah yang delapan puluh ribu itulah yang menjadi ”pemancing” datangnya pertolongan Allah. Kalau tidak, bukan hanya besi itu yang akan menancap di mata, melainkan juga pecahan kaca dari kaca mata yang saya pakai yang akan menusuk dan merusakkan kedua mata ini.

Kelima: Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS Al Baqarah, 2: 274)
Allah Swt. telah berjanji bahwa sedekah akan membuat hati menjadi tenang dan tenteram, jauh dari kegelisahan dan penyakit-penyakit kejiwaan. Betapa tidak, sedekah akan menanamkan semangat kasih sayang dan silaturahmi di antara sesama manusia. Sedekah itu pintu silaturahmi dan pintu persaudaraan. Sedekah bisa membuat lawan menjadi kawan, musuh menjadi saudara, yang benci menjadi cinta. Bahkan, lebih jauh lagi, sedekah yang dilakukan secara berkesinambungan akan mampu melahirkan keseimbangan di tengah-tengah masyarakat sehingga terjadinya kesenjangan sosial dan rusaknya tatanan kehidupan bermasyarakat bisa diminimalisasi. Oleh karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan agar kita selalu berbuat baik kepada sesama, sekalipun terhadap seorang kafir.
Ada sebuah kisah dari Asma binti Abi Bakar. Dia berkata, “Pada masa Rasulullah saw. Hidup, ibuku datang menemuiku dan dia adalah seorang perempuan musyrik. Aku meminta fatwa dari Rasulullah saw., ’Ibuku menemuiku dan dia ingin aku memberikan hadiah untuknya. Apakah aku harus bersikap baik kepadanya?’ Rasul bersabda, ’Ya, bersikap baiklah kepada ibumu’.”

Sebuah kebaikan berpotensi melahirkan kebaikan-kebaikan lainnya. Betapa banyak orang yang terbuka hatinya karena sebuah kebaikan yang sepele dalam pendangan manusia. Saling memberi dan bersedekah sangat efektif untuk mempererat tali persaudaraan dan menumbuhkan kasih sayang di antara sesama. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
Wahai kaum muslimat, jangan memandang rendah sedekah yang diberikan tetanggamu, meskipun sekadar telapak kaki kambing.” (HR Bukhari)

Mengapa Rasulullah saw. melarang kita memandang remeh sedekah dan hadiah yang sangat sederhana sekalipun? Menurut beliau, sedekah yang diberikan secara ikhlas dan dengan cara yang baik akan mampu melembutkan hati dan mempersatukan hati-hati yang terpisah.
Bersalam-salamlah kamu, niscaya hal itu akan menghilangkan perasaan iri hati. Saling memberilah di antara kamu, niscaya kamu akan saling mencintai antara sesama kamu dan hal itu akan menghilangkan permusuhan.” (HR Malik)

Keenam: sedekah akan membuat yang fana menjadi kekal. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat bagi manusia, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR  Muslim).
Inilah peluang emas bagi kita untuk menabung harta dan perbekalan di akhirat. Bukankah kehidupan dunia itu sementara sifatnya dan kita akan menuju kehidupan yang kekal abadi? Al Quran menyebutkan sebagai berikut.
Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS Al Mu’min, 40: 39)

Dikutip dari Buku :
AGAR PARA MALAIKAT BERDOA UNTUKMU
Penulis : Sulaiman Abdurrahim
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
 Dipetik daripada :
 http://www.islam2u.net/index.php?option=com_content&view=article&id=401:keutamaan-sedekah&catid=27:fadhilat-amal&Itemid=62


 Shadaqah adalah baik seluruhnya, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung kondisi orang yang bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran shadaqah tersebut. Di antara shadaqah yang utama menurut Islam adalah sebagai berikut:

1. Shadaqah Sirriyah

Yaitu shadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Shadaqah ini sangat utama karena lebih medekati ikhlas dan selamat dari sifat pamer. Allah subhanahu wata’ala telah berfirman,

“Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 2:271) Yang perlu kita perhatikan di dalam ayat di atas adalah, bahwa yang utama untuk disembunyikan terbatas pada shadaqah kepada fakir miskin secara khusus. Hal ini dikarenakan ada banyak jenis shadaqah yang mau tidak mau harus tampak, seperti membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan lain sebagainya.

Di antara hikmah menyembunyikan shadaqah kepada fakir miskin adalah untuk menutup aib saudara yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah, bahwa dia orang papa yang tak punya sesuatu apa pun.Ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam ihsan terhadap orang fakir.

Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alihi wasallam memuji shadaqah sirriyah ini, memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk dalam tujuh golongan yang dinaungi Allah nanti pada hari Kiamat. (Thariqul Hijratain)

2. Shadaqah Dalam Kondisi Sehat

Bersedekah dalam kondisi sehat dan kuat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan tipis harapan kesembuhannya. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

"Shadaqah yang paling utama adalah engkau bershadaqah ketika dalam keadaan sehat dan bugar, ketika engkau menginginkan kekayaan melimpah dan takut fakir. Maka jangan kau tunda sehingga ketika ruh sampai tenggorokan baru kau katakan, "Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian." (HR.al-Bukhari dan Muslim)

3. Shadaqah Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi

Allah subhanahu wata’ala telah berfirman,

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. 2:219)

Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

"Tidak ada shadaqah kecuali setelah kebutuhan (wajib) terpenuhi." Dan dalam riwayat yang lain, "Sebaik-baik shadaqah adalah jika kebutuhan yang wajib terpenuhi." (Kedua riwayat ada dalam al-Bukhari)

4. Shadaqah dengan Kemampuan Maksimal

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alihi wasallam,

"Shadaqah yang paling utama adalah (infak) maksimal orang yang tak punya. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu." (HR. Abu Dawud)

Beliau juga bersabda,

"Satu dirham telah mengalahkan seratus ribu dirham." Para sahabat bertanya," Bagaimana itu (wahai Rasululullah)? Beliau menjawab, "Ada seseorang yang hanya mempunyai dua dirham lalu dia bersedakah dengan salah satu dari dua dirham itu. Dan ada seseorang yang mendatangi hartanya yang sangat melimpah ruah, lalu mengambil seratus ribu dirham dan bersedekah dengannya." (HR. an-Nasai, Shahihul Jami')

Al-Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, "Hendaknya seseorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir. Sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan infak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala. Shadaqah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri manusia. Rasululllah shallallahu ‘alihi wasallam tidak mengingkari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuyang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga beliau tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Nabi khawatir terhadap selain Abu Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu. Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meski sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan juga itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin.” (Syarhus Sunnah)

5. Menafkahi Anak Istri

Berkenaan dengan ini Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

"Seseorang apabila menafkahi keluarganya dengan mengharapkan pahalanya maka dia mendapatkan pahala sedekah." ( HR. al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda,

"Ada empat dinar; Satu dinar engkau berikan kepada orang miskin, satu dinar engkau berikan untuk memerdekakan budak, satu dinar engkau infakkan fi sabilillah, satu dinar engkau belanjakan untuk keluargamu. Dinar yang paling utama adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu." (HR. Muslim).

6. Bersedekah Kepada Kerabat

Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha'. Ketika turun ayat,

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai." (QS. 3:92)

Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah dan mengatakan bahwa Bairuha' diserahkan kepada beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak beliau. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam menyarankan agar ia dibagikan kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi tersebut dan membaginya untuk kerabat dan keponakannya.(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alihi wasallam juga bersabda,

"Bersedakah kepada orang miskin adalah sedekah (saja), sedangkan jika kepada kerabat maka ada dua (kebaikan), sedekah dan silaturrahim." (HR. Ahmad, an-Nasa'i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan, adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok, yaitu:

•             Anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

”(Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir.” (QS. 90:13-16)

•             Kerabat yang memendam permusuhan, sebagaimana sabda Nabi,

"Shadaqah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzai, Shahihul jami')

7. Bersedekah Kepada Tetangga

Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam surat an-Nisa' ayat 36, di antaranya berisikan perintah agar berbuat baik kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh. Dan Nabi juga telah bersabda memberikan wasiat kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,

"Jika engkau memasak sop maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu." (HR. Muslim)

8. Bersedekah Kepada Teman di Jalan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

"Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang untuk keluarganya, dinar yang dinafkahkan seseorang untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang diinfakkan seseorang kepada temannya fi sabilillah Azza wa Jalla." (HR. Muslim)

9. Berinfak Untuk Perjuangan (Jihad) di Jalam Allah

Amat banyak firman Allah subhanahu wata’ala yang menjelaskan masalah ini, di antaranya,

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah.” (QS. 9:41)

Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. 49:15)

Di dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

"Barang siapa mempersiapkan (membekali dan mempersenjatai) seorang yang berperang maka dia telah ikut berperang." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Namun perlu diketahui bahwa bersedekah untuk kepentingan jihad yang utama adalah dalam waktu yang memang dibutuhkan dan mendesak, sebagaimana yang terjadi pada sebagian negri kaum Muslimin. Ada pun dalam kondisi mencukupi dan kaum Muslimin dalam kemenangan maka itu juga baik akan tetapi tidak seutama dibanding kondisi yang pertama.

10. Shadaqah Jariyah

Yaitu shadaqah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

"Jika manusia meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga hal; Shadaqah jariyah, ilmu yang diambil manfaat dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim).

Di antara yang termasuk proyek shadaqah jariyah adalah pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

Sumber: Buletin “Ash-Shadaqah fadhailuha wa anwa’uha”, Ali bin Muhammad al-Dihami.
###################################################################

Dipetik daripada :
http://sklaiman1.blogspot.com/2010/06/renungan-keutamaan-bersedekah.html

Thursday, June 17, 2010

RENUNGAN - KEUTAMAAN BERSEDEKAH


Semalam saya menziarahi emak saudara yang baru lepas menjalani pembedahan pendarahan usus. Beliau tinggal bersama anak perempuannya di Country Resort, Rawang. Rumahnya besar dan amat selesa. Saya rasa selesa dengan layanan dan keraian daripada anak dan menantunya. Mereka sangat menghormati tamu.

Kebetulan sewaktu menziarahi beliau, ibu sayapun ada bersama untuk menemani beliau. Walaupun usianya sudah menjangkau 86 tahun tetapi, para doktor berani melakukan pembedahan kecemasan untuk mengatasi masalah pendarahan usus selama hamper tiga jam. Lazimnya dalam usia yang sedemikian memang para doktor akan berfikir banyak kali sebelum membuat pembedahan. Ini mungkin disebabkan beliau tidak menghadapi sebarang penyakit seperti darah tinggi, kencing manis, buah pinggang atau pun lazimnya dihidapi oleh orang zaman moden sekarang.


Apa rahsia yang dapat saya belajar ialah, tabiat beliau sejak dari muda lagi, suka menjamu tetamu dengan makanan serta sangat pemurah orangnya. Beliau akan pastikan tetamunya mesti makan dahulu sebelum beredar. Tambahan pula beliau merupakan tukang masak.

Mari kita renungi mengenai kelebihan bersedekah;

"Bandingan pemberian orang-orang yang membelanjakan hartanya pada jalan Allah, sama seperti sebiji benih yang tumbuh mengeluarkan tujuh tangkai, setiap tangkai itu mengandungi 100 biji. Dan ingatlah, Allah akan melipatgandakan pahala bagi sesiapa yang dikehendakiNya dan Allah Maha Luas ( rahmatNya ) lagi meliputi ilmu pengetahuanNya". ( Al-Baqarah : 261 )

DIPANJANGKAN UMUR & MENCEGAH AJAL YANG BURUK
Maksud sabda Rasulullah saw : "Sesungguhnya sedekah seseorang muslim itu memanjangkan umur dan mencegah dari mati dalam keadaan buruk
dan Allah Taala pula menghapuskan sikap sombong dan membangga diri si penderma dengan sebab sedekahnya" ( H.R. Tabrani ) 
 
MENOLAK BALA BENCANA
Maksud sabda Nabi saw : "Segeralah kamu bersedekah, kerana bala bencana itu tidak dapat melangkahi sedekah " ( H.R Al-Baihaqi )

SELAGI PELUANG MASIH ADA…
Dari Abu Hurairah r.a katanya : Seorang lelaki menghadap Rasulullah saw lalu bertanya : Wahai Rasulullah! Sedekah mana satu yang lebih besar ? Nabi saw menjawab : Engkau bersedekah ketika sihat dan sangat sayangkan hartamu; ketika engkau takutkan kepapaan dan berharap
hendakkan kaya-raya. Janganlah engkau bertangguh untuk bersedekah, sehingga apabila nyawa sampai ke kerongkong, barulah engkau berkata : Aku mahu bersedekah untuk si anu.. sekian untuk si anu dan sekian lagi untuk si anu ( H.R Al-Bukhari )

”Dan hendaklah orang yang disempitkan rezekinya bersedekah.” (At Talaq:5)

”Tidak akan berkurang rezeki orang yang bersedekah, kecuali bertambah, bertambah, bertambah.”(maksud hadis)

Dari Abu Hurairah rodhiallohu‘anhu, ia berkata: Rasulullah sholallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari selagi matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Dzar rodhiallohu‘anhu dia berkata: Ada sekelompok sahabat Rasulullah melapor, “Wahai Rasulullah orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka sholat sebagaimana kami sholat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah dan pada setiap tahlil ada sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan mendatangi istrimu juga sedekah.” Mereka bertanya. “Wahai Rasulullah, apakah jika seseorang memenuhi kebutuhan syahwatnya itu pun mendatangkan pahala?” Beliau bersabda, “Apa pendapatmu, bila ia menempatkan pada tempat yang haram, bukankah ia berdosa? Demikian pula bila ia menempatkan pada tempat yang halal, ia akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Tiap muslim wajib bersedekah. Para sahabat bertanya, "Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?" Nabi saw. menjawab, "Bekerja dengan keterampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu Bersedekah." Mereka bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?" Nabi saw. menjawab: "Menolong orang yang memerlukankan yang sedang teraniaya" Mereka bertanya: "Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?" Nabi saw. menjawab: "Menyuruh berbuat ma'ruf." Mereka bertanya: "Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?" Nabi saw. menjawab, "Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sedekah." (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Sedekah adalah memberikan kebaikan kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Dengan demikian sedekah maknanya luas mencakup seluruh kebaikan, berupa perkataan atau perbuatan.

Dicatat oleh GB SKSS1.
***********************************************************************8
 Dipetik daripada :
 http://rayuan-ramadhan.jim.org.my/blog/di-antara-keutamaan-bersedekah-adalah/

 
1. SEDEKAH MENGHAPUSKAN DOSA
Rasulullah saw bersabda ,  “Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR Tirmizi, di shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmizi). Diampuni dosa-dosanya dengan sebab bersedekah di sini tentu sahaja perlu disertai oleh taubat atas dosa yang dilakukan.  Bukan sebagaimana yang dilakukan oleh sebahagian orang yang sengaja berbuat maksiat seperti rasuah, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim dan sebelum melakukan perkara-perkara itu, ia sudah merancang untuk bersedekah agar  dosanya akan terbayar di meudiannya nanti.  Sikap yang demikian tidak dibenarkan kerana ia termasuk dalam kategori merasa aman dari perancangan Allah yang merupakan dosa besar.  Allah swt berfirman , “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS Al A’raf : 99)

2. MENDAPATKAN NAUNGAN DI HARI AKHIRAT
Rasulullah saw menceritakan tentang 7 jenis manusia yang akan mendapat naungan di suatu hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, iaitu hari akhirat. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah, “Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR Bukhari)

3. MEMBERI KEBERKATAN KEPADA HARTA
Rasulullah saw bersabda, “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR Muslim)
Apakah yang dimaksudkan hartanya tidak akan berkurang?  Dalam ‘Syarah Shahih Muslim’, Imam An Nawawi menjelaskan , “Para ulama’ menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan ungkapan di atas  mencakupi dua perkara . Pertama, hartanya diberkati dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta tersekat  oleh keberkatannya yang bersifat abstrak. Namun ini dapat dirasakan oleh pancaindera dan kebiasaan.  Kedua, jika secara zatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut tersekat oleh jumlah pahala yang diperolehi dan pahala ini akan dilipat-gandakan sehingga berkali ganda banyaknya.”

4. PAHALA BERGANDA-GANDA
Allah swt berfirman , “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki mahupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS Al Hadid : 18)

5. MENJADI BUKTI KEIMANAN SESEORANG
Rasulullah saw bersabda,  “Sedekah adalah bukti.” (HR Muslim). Imam An Nawawi menjelaskan,  “Iaitu bukti kebenaran imannya. Oleh kerana itu sedekah dinamakan demikian kerana merupakan bukti dari ‘Shidqu Imanihi’ (kebenaran imannya)”.

6. MEMBEBASKAN DARI SIKSA KUBUR
Rasulullah saw bersabda, “Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR Thabrani, di shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib).

 *************************************************************************
 Dipetik daripada :
http://penhijau.wordpress.com/2009/04/15/hadis-keutamaan-bersedekah/

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw., ia berkata : “Wahai Rasulullah sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Beliau bersabda : “Kamu bersedekah dan kamu dalam keadaan sehat dan kikir, kamu takut fakir dan mencita-citakan kaya, namun jangan menunda sehingga (nyawamu) sampai di tenggorokan baru kamu katakan : “Untuk Fulan demikian dan Fulan demikian padahal benda itu telah ada pada Fulan.”(HR: Bukhari)

“Dari Aisyah ra. Bahwasanya sebagian isteri Nabi saw. Bertanya kepada Nabi saw. : “Siapakah yang paling segera menyusul engkau?” Beliau menjawab : “Orang yang paling panjang tangannya di antaramu.” Lalu mereka mengambil bambu yang mereka (pergunakan) untuk mengukur hasta mereka, ternyatalah Saudah lah yang tangannya paling panjang. Kemudian kami mengetahui bahwa maksud tangannya panjang adalah sedekah. Dan memang Saudah lah orang yang paling dahulu menyusul beliau, dan ia senang bersedekah.” (HR: Bukhari)

“Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw., beliau bersabda : “?. Dan orang laki-laki yang mensedekahkan sedekah lalu disembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan-tangan.”(HR: Bukhari)
 
“Dari Asma’ ra., ia berkata : Nabi saw. Bersabda kepadaku : “Janganlah kamu menghalangi sedekah sehingga kamu dihalangi rizkimu.” (HR: Bukhari)

“Dari Abadah, ia berkata : Nabi saw. Bersabda : “Janganlah kamu menghitung-hitung maka kamu dihitung-hitung oleh Allah.”(HR: Bukhari)

“Dari Asma’ binti Abu Bakar ra. Bahwasanya ia datang kepada Nabi saw. Lalu beliau bersabda : “Janganlah kamu kikir, maka Allah kikir kepadamu, berilah sesuatu menurut kemampuanmu.”
(HR: Bukhari)

“Dari Hudzaifah ra., ia berkata : Umar ra. Berkata : “Adakah di antara kamu sekalian yang halal (yakni mengingat) hadist Rasulullah saw. Tentang fitnah (cobaan)? Hudzaifah berkata : 
“Aku mengatakan bahwa akulah yang hafal (ingat) hadist beliau tentang masalah fitnah sebagimana yang disabdakan beliau.” Umar berkata : “Sesungguhnya engkau seorang yang amat berani mengenai hal ini. Jadi bagaimanakah yang beliau sabdakan?” Aku berkata : 
“Fitnah (cobaan) seseorang terletak pada keluarganya, anaknya dan tetangganya. Fitnah (cobaan) tersebut bisa dihapus dengan mengerjakan shalat, sedekah, serta mengerjakan kebaikan.” Sulaiman berkata : dalam riwayat lain Khudzaifah berkata : “Yang dapat menghapus kesalahan yaitu shalat, sedekah, amar ma’ruf dan nahi mungkar.” Umar berkata : “Bukan itu yang kumaksudkan, tetapi masalah fitnah (cobaan) yang menyebabkan timbulnya kegoncangan bagaikan gelombang besar di lautan.” Hudzaifah berkata : “Aku berkata kepada Umar : “Tidak ada fitnah bagimu, wahai Amirul mu’minin, karena antara engkau dan fitnah bagaikan pintu yang tertutup.” Umar berkata : “Apakah kiranya pintu itu tidak dapat dirusak atau dibuka?” Hudzaifah berkata : “Pintu itu dapat dirusak.” Umar berkata : “Jika pintu itu dapat dirusak tentu tidak mungkin untuk ditutup selama-lamanya.” Hudzaifah berkata : “Aku memberitahukan bahwa memang demikian keadaannya (yakni jika sudah dirusak dan terbuka, tentu tidak dapat ditutup lagi).” Abu Wail berkata : “Kita semua yang pada saat itu dekat dengan Umar merasa takut menanyakan kepada Hudzaifah, lalu siapakah yang menjadi pintunya (yakni siapakah yang sebenarnya yang memulai menimbulkan (fitnah). Kami lalu berkata kepada Masruq : “Bertanyalah kepada Hudzaifah!” Kemudian Masruq bertanya kepada Hudzaifah tentang siapa yang menjadi pintunya, lalu Hudzaifah berkata : “Umar.” Kami berkata lagi : “Jadi Umar telah tahu siapa yang engkau maksudkan?” Hudzaifah berkata : “Ya. Seolah-olah tahunya bahwa sebelum besok itu nantinya akan terjadi waktu malam dulu. Dan hal ini disebabkan aku sudah memberitahukan kepadanya suatu uraian yang tidak mungkin salah.” (HR: Bukhari)

“Dari Hakim bin Hizam ra., ia berkata : Saya berkata : “wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapat engkau tentang sesuatu yang saya lakukan sebagai ibadah pada masa jahiliyah, yakni sedekah, memerdekan hamba sahaya dan silaturahim, apakah berpahala?” Lalu Nabi saw, bersabda : “Kamu telah menyelamatkan kebaikan yang telah lalu.” (HR: Bukhari)

“Dari Aisyah ra., ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda : “Apabila seorang perempuan bersedekah dari makanan yang dihasilkan oleh suaminya tanpa membuat kerusakan, maka perempuan itu mendapatkan pahala dan suaminya juga mendapat pahala karena dia yang bekerja. Dan bagi yang menyimpan juga mendapat pahala seperti pahalanya suami isteri itu.” (HR: Bukhari)

“Dari Abu Musa ra. Dari Nabi saw., beliau bersabda : “Penyimpan yang muslim yang terpercaya adalah orang yang melaksanakan.” Barangkali beliau bersabda : “Ia memberikan sesuatu yang diperintahkannya dengan sempurna serta jiwanya baik lalu ia memberikannya kepada sesuatu yang diperintahkan oleh salah seorang dari dua orang yang memberi sedekah.” (HR: Bukhari)

“Dari Aisyah ra., ia berkata : Nabi saw. Bersabda : “Apabila seorang perempuan bersedekah dari rumah suaminya tanpa membuat kerusakan, maka perempuan itu memperoleh pahala, suaminya mendapat pahala seperti isterinya dan penyimpanan mendapat pahala, sebab apa yang telah diusahakan oleh suaminya dan sebab apa yang telah dinafkahkan oleh suaminya.” (HR: Bukhari)