Jumaat, 9 September 2011

CINTA , KASIH & SAYANG

Dipetik daripada:
http://blog.myfenris.net/2006/04/14/kasih-dan-cinta-dalam-islam/

“Syair Arab menyebut, apabila seseorang yang
bercinta di tanya, “Apakah kau menyintai atau
sedang bercinta dengannya?”, maka
dijawabnya, “Oh, tidak…kawan sahaja atau apa
sahaja alasannya,” Ketahuilah dia seorang
pasangan KAZZAB (penipu)”
______________________________________
“…Rasa hormat adalah asas penting menjalin
hubungan cinta yang suci sesuai dengan aturan
Allah swt. Hormat kepada perintah Allah, ajaran
Rasul serta hormat ke atas hak dan maruah di antara pasangan amat dititik beratkan ke arah satu hubungan yang berkekalan.Seorang lelaki yang jujur terhadap cinta dan kasih sayang yang terjalin terhadap seorang wanita tidak sewenang-wenangnya menyentuh tangan
wanita atau memegang erat tubuhnya. Wanitabukannya objek yang boleh diperalatkan.
Jika ini terjadi, seorang wanita perlu berfikir,
apakah pasangan seperti ini mampu melindungi
dan menjaga maruahnya apabila berkahwin
nanti?

Jika hari ini haknya tergadai kerana seorang yang
dinamakan kekasih, apa kesudahan yang bakal
berlaku satu hari nanti?…”
______________________________________
Istilah cinta amat popular dan menjadi satu ungkapan setia di bibir-bibir remaja yang menganggapnya satu kalimah suci dan bererti.
Ada yang berbangga memiliki seorang kekasih yang setia dan mula memasang angan-angan
untuk mendirikan rumah tangga bersama pasangan pilihan. Fenomena ini berlanjutan dari bangku sekolah
lagi malah adakalanya membawa kepada sesuatu di luar jangkauan. Cinta perlu difahami. Semestinya seorang remaja perlu memahami kehendak dan definisi yang tepat. Tanya pada diri, sama ada cinta hanya sekadar
gelojak perasaan serta rasa tertarik antara satu sama lain cukup untuk menjelaskan maksudnya?

Di dalam artikel bertajuk Hakikat Percintaan   Dalam Islam, rasa hati yang dinamakan cinta merupakan satu perasaan yang semulajadi dialami oleh setiap insan baik muda mahupun tua. Allah telah menganugerahkan manusia naluri untuk meneruskan keturunan (salah satunya, menyukai pasangan berlainan jantina) atau
dikenali dengan gharizah Al-Nau’.Ini merupakan salah satu naluri manusia dari yang tiga iaitu gharizah Al-baqa’ (naluri untuk meneruskan kehidupan dan mempertahankan), gharizah Al-Tadayyun (naluri untuk menyembah dan beragama) dan gharizah Al-Nau’. Jadi adanya perasaan itu sememangnya sudah
fitrah manusia dan perkara ini wajar dan tidak haram di sisi Islam.

Dalam keadaan ini, manusia perlu memahami kedudukan cintanya dan ke mana hala tuju seterusnya.
Malangnya remaja hilang punca dan meletakkan satu kesimpulan yang mudah tentang hakikat cinta.
Cinta perlu difahami sebagai satu rasa kasih sayang yang penuh rasa hormat, tanggungjawab,
kesetiaan, komitmen, keikhlasan, bermaruah dan ada matlamat. Jika ciri-ciri ini tidak ada dalam apa yang dikatakan sebagai cinta, maka hubungan sedemikian sekadar satu permainan dan kepura-puraan sahaja.

Konsep cinta dalam Islam meletakkan satu aturan yang sistematik dan teratur tanpa mengabaikan hubungan antara manusia dan Allah. Atas dasar ini, Islam meletakkan cinta pada satu kedudukan yang bermaruah dan bernilai baik bagi pihak lelaki dan perempuan. Ke mana hala tujunya destinasi cinta remaja? Adakah setakat mengisi usia remaja dan adakalanya putus di tengah jalan?  Mungkin destinasi cinta remaja yang diingini lebih
kepada konsep ala Barat yang disifatkan penuh romantis dan indah.

Mulianya cinta berlandaskan Islam kerana cinta yang dibina bermatlamat. Kerana ingin mendapat kasih sayang tuhan, manusia sedia berkongsi rasa cinta dan kasih sayang sesama insan. Kerana inginkan kasih sayang tuhan jualah,masing-masing ingin selamat-menyelamatkan antara satu sama lain dari segi hubungan dan
kehidupan di dunia untuk mengejar sesuatu yang abadi di akhirat.  Cinta yang dibina bukan cinta kosong tetapi cinta yang punya pengertian yang luhur dan hanya dapat dirasakan dengan jiwa yang bersih yang
sentiasa mencari tuhan 

Dipetik daripada :
http://www.iluvislam.com/tazkirah/remaja-a-cinta/2529-cinta-dalam-diam.html
CINTA DALAM DIAM

Bila belum bersedia melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam ...
Karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya ...
Kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang,
Kau tak mau merosak kesucian dan penjagaan hatinya..
Karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu..
Menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu ..
Karena diammu bukti kesetiaanmu padanya ..
Karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah ALLAH swt pilihkan untukmu ...
Ingatkah kalian tentang kisah Fatimah dan Ali??
Yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan ...
Tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah ....
Karena dalam diammu tersimpan kekuatan ... kekuatan harapan ...
Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata ...
Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap pada-Nya??
Dan jika memang 'Cinta Dalam Diammu'  itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, biarkan ia tetap diam ...
Jika dia memang bukan milikmu, Allah, melalui waktu akan menghapus 'Cinta Dalam Diammu' itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat ...
Biarkan 'Cinta Dalam Diammu'  itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu menjadi rahsia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu ...
Cintailah ia dalam diam, dari kejauhan, dengan kesederhanaan dan keikhlasan...
Ketika cinta kini hadir tidaklah untuk Yang Maha Mengetahui saat secercah rasa tidak lagi tercipta untuk Yang Maha Pencipta izinkanlah hati bertanya untuk siapa ia muncul dengan tiba-tiba...mungkinkah dengan ridha-Nya atau hanya mengundang murka-Nya...
Jika benar cinta itu karena Allah maka biarkanlah ia mengalir mengikuti aliran Allah karena hakikatnya ia berhulu dari Allahmaka ia pun berhilir hanya kepada Allah..

" Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah ." (QS. Adz Dzariyat:49)

" Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. " (QS. An Nuur: 32)

" Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. "  (QS. Ar-Ruum:21)
Tapi jika memang kelemahan masih nyata dipelupuk mata maka bersabarlah... berdo'alah... berpuasalah...

" Wahai kaum pemuda, siapa saja diantara kamu yang sudah sanggup untuk menikah, maka menikahlah, sesungguhnya menikah itu memelihara mata, dan memelihara kemaluan, maka bila diantara kamu belum sanggup untuk menikah, berpuasalah, karena ssungguhnya puasa tersebut sebagai penahannya " (Hadist) "

" Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. " (QS. Al Israa' :32)

Cukup cintai ia dalam diam...

bukan karena membenci hadirnya.. .tapi menjaga kesuciannya bukan karena menghindari dunia... tapi meraih surga-Nya bukan karena lemah untuk menghadapinya.. .tapi menguatkan jiwa dari godaan syaitan yang begitu halus dan menyelusup..

Cukup cintai ia dari kejauhan...
karena hadirmu tiada kan mampu menjauhkannya dari cobaan karena hadirmu hanya akan menggoyahkan iman dan ketenangan karena hadirmu mungkin saja akan membawa kenelangsaan hati-hati yang terjaga...

Cukup cintai ia dengan kesederhanaan...
memupuknya hanya akan menambah penderitaan menumbuhkan harapan hanya akan mengundang kekecewaan mengharapkan balasan hanya akan membumbui kebahagiaan para syaitan...
Maka cintailah ia dengan keikhlasan...
karena tentu kisah Fatimah dan Ali bin Abi Thalib diingini oleh hati... tapi sanggupkah jika semua berakhir seperti sejarah cinta Salman Al Farisi...?

"...boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. " (QS. AlBaqarah:216) "

" Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)" (QS.An Nuur:26) "

Cukup cintai ia dalam diam dari kejauhan dengan kesederhanaan dan keikhlasan...
karena tiada yang tahu rencana Tuhan... mungkin saja rasa ini ujian yang akan melapuk atau membeku dengan perlahan karena hati ini begitu mudah untuk dibolak-balikan... serahkankan rasa yang tiada sanggup dijadikan halal itu pada Yang Memberi dan Memilikinya biarkan ia yang mengatur semuanya hingga keindahan itu datang pada waktunya...

" Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga. " (Umar bin Khattab ra.)

 Biodata Penulis

Mohd Rusdi Ramlee merupakan graduan UiTM Alor Gajah, Melaka. Kini bertugas di Kastam Diraja Malaysia. Beliau menulis di http://adminskss.blogspot.com/.


Dipetik daripada:
http://hasbollah.blogspot.com/2008/05/hakikat-cinta-menurut-islam.html

Friday, May 9, 2008


HAKIKAT CINTA MENURUT ISLAM

Cinta itu laksana pohon di dalam hati. Akarnya adalah ketundukan kepada kekasih yang dicintai, dahannya adalah mengetahuinya, rantingnya adalah ketakutan kepadanya, daun-daunnya adalah malu kepadanya, buahnnya adalah ketaatan kepadanya dan air yang menghidupinya adalah menyebut namanya. Jika di dalam cinta ada satu bahagian yang kosong bererti cinta itu berkurang.


Apabila Allah s.w.t. cinta kepada kita maka seluruh makhluk di langit dan di bumi akan mencintainya bertepatan dengan hadith dari Abu Hurairah bahawa Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda yang bermaksud:


“Jika Allah s.w.t. mencintai seseorang hamba, maka Jibril berseru, “Sesungguhnya Allah s.w.t. mencintai Fulan, maka cintailah dia!” Maka para penghuni langit mencintainya, kemudian dijadikan orang-orang yang menyambutnya di muka bumi.”
[Riwayat Bukhari dan Muslim]


Dalam Sunan Abu Daud dari hadith Abu Dzar r.a., dia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda:


“Amal yang paling utama ialah mencintai kerana Allah s.w.t. dan membenci kerana Allah s.w.t.”


Imam Ahmad berkata: “Kami diberitahu oleh Isma’il bin Yunus, dari Al-Hassan r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:


“Demi Allah, Allah s.w.t. tidak akan mengazab kekasih-Nya, tetapi Dia telah mengujinya di dunia.”


Bagaimanakah yang dikatakan hakikat cinta itu?


Banyak mengingati pada yang dicintai, membicarakan dan menyebut namanya.


Apabila seseorang itu mencintai sesuatu atau seseorang, maka sudah tentu beliau kan sentiasa mengingatinya di hati atau menyebutnya dengan lidah. Oleh yang demikian, Allah s.w.t. memerintahkan hamba-hamba-Nya sgsr mengingati-Nya dalam apa keadaan sekalipun sebagaiman yang difirmankan oleh Allah s.w.t.:

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan sesuatu pasukan (musuh) maka hendaklah kamu tetap teguh menghadapinya, dan sebutlah serta ingatilah Allah (dengan doa) banyak-banyak, supaya kamu berjaya (mencapai kemenangan).” [Al-Anfaal:45]


Tunduk pada perintah orang yang dicintainya dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri.


Dalam hal ini, orang yang mencintai itu ada tiga macam:


1. Orang yang mempunyai keinginan tertentu dari orang yang dicintainya.
2. Orang yang berkeinginan terhadap orang yang dicintainya.
3. Orang yang berkeinginan seperti keinginan orang yang dicintainya. Inilah yang merupakan tingkatan zuhud yang paling tinggi kerana dia mampu menghindari setiap keinginan yang bertentangan dengan orang yang dicintainya. Firman Allah s.w.t.:


“Katakanlah (Wahai Muhammad): "Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu. dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.”
[A’li Imran:31]


Daripada Abu Hurairah r.a. berkata: Rasul s.a.w. bersabda:


“Akan timbul di akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka menunjukkan kepada orang-orang lain pakaian yang dibuat daripada kulit kambing (berpura-pura zuhud daripada dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan percakapan mereka lebih manis daripada gula. Pada hal hati mereka adalah hati serigala (mempunyai tujuan-tujuan yang jahat). Allah s.w.t. berfirman kepada mereka: Apakah kamu tertipu dengan kelembutanKu? Apakah kamu terlampau berani berbohong kepadaKu? Demi KebesaranKu, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri sehingga orang ‘alim (cendikiawan) pun akan menjadi bingung (dengan sebab tekanan fitnah itu)”
[Riwayat At-Tirmidzi]


Ibnu Abbas berkata: Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar tidak meredhai kemungkaran yang berlaku di tengah-tengah mereka. Apabila mereka mengakui kemungkaran itu, maka azab Allah akan menimpa mereka semua, baik yang melakukannya mahupun orang-orang yang baik.


Umar Ibn Abdul Aziz berkata: Bahawa sesungguhnya Allah tidak mengazab orang ramai dengan sebab perbuatan yang dilakukan oleh orang-oeang perseorangan. Tetapi kalau maksiat dilakukan terang-terangan sedangkan mereka (orang ramai) tidak mengingatkan, maka keseluruhan kaum itu berhak mendapat seksa.


"Sesungguhnya Allah telah memfardhukan pelbagai perkara wajib, maka janganlah kamu mengabaikannya, dan telah menetapkan had bagi beberapa keharusan, maka janganlah kamu melewatinya, dan juga telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kamu mencerobihinya, dan juga telah mendiamkan hukum bagi sesuatu perkara, sebagai rahmat kemudahan buat kamu dan bukan kerana terlupa, maka janganlah kamu menyusahkan dirimu dengan mencari hukumannya"( Riwayat Ad-Dar Qutni, ; Ad-Dar Qutni : Sohih, An-Nawawi : Hasan )


Mencintai tempat dan rumah sang kekasih.


Di sinilah letaknya rahsia seseorang yang menggantungkan hatinya untuk sentiasa rindu dan cinta kepada Ka’abah dan Baitulahhilharam serta masjid-masjid sehinggakan dia rela berkorban harta dan meninggalkan orang tersayang serta kampung halamannya demi untuk meneruskan perjalanan menuju ke tempat yang paling dicintainya. Perjalanan yang berat pun akan terasa ringan dan menyenangkan.


Bukannya seperti kebanyakan daripada manusia zaman ini yang lebih cintakan harta benda daripada apa yang sepatutnya mereka cintai.


Daripada Tsauban r.a berkata: Rasul s.a.w. bersabda:


“Hampir tiba suatu masa dimana bangsa-bangsa dari seluruh dunia akan datang mengerumuni kamu bagaikan orang-orang yang hendak makan mengerumuni talam hidangan mereka. Maka salah seorang sahabat bertanya: Apakah dari kerana kami sedikit pada hari itu? Nabi s.a.w. menjawab: Bahkan kamu pada hari itu banyak sekali, tetapi kamu umpama nuih di waktu banjir, dan Allah akan mencabut rasa gerund terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan mencampakkan ke dalam hati kamu penyakit “wahan”. Seorang sahabat bertanya: Apakah “wahan” itu hai Rasul s.a.w? Nabi s.a.w. menjawab: Cinta dunia dan takut mati” [Riwayat Abu Daud]


Mencintai apa yang dicintai sang kekasih.


Dengan mematuhi segala perintah Allah s.w.t. serta mengamalkan sunnah Rasulullah s.a.w.


“Wahai orang-orang yang beriman! masuklah kamu ke dalam ugama Islam (dengan mematuhi) segala hukum-hukumnya; dan janganlah kamu menurut jejak langkah syaitan; Sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata” [Al-Baqarah:208]


Berkorban untuk mendapatkan keredhaan sang kekasih


Keimanan seseorang muslim itu akan lengkap sekiranya dia mencintai Rasulullah s.a.w. dengan hakikat cinta yang sebenar. Rasulullah s.a.w. bersabda:


“Tidak beriman seorang daripada kalian sehingga aku menjadi orang yang lebih dicintainya daripada (cintanya kepada) anak dan bapanya serta sekelian manusia”
[Riwayat Asy-Syaikhany, An-Nasaai, Ibnu Majah dan Ahmad]


Barangsiapa yang lebih mementingkan orang yang dicintai, maka beliau sanggup berkorban nyawa sekalipun demi untuk membuktikan kecintaannya itu kepada sang kekasih yang dicintainya. Oleh yang demikian, kedudukan iman seseorang masih belum dianggap mantap kecuali menjadikan Rasulullah s.a.w. sebagai orang yang paling mereka cintai, lebih besar dari cinta kepada diri mereka sendiri apalagi cinta kepada anak dan seterusnya keluarga dan harta benda. Firman Allah s.w.t.:


“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri[1200] dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik[1201] kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)”


[1200] Maksudnya: orang-orang mukmin itu mencintai nabi mereka lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala urusan.
[1201] yang dimaksud dengan berbuat baik disini ialah berwasiat yang tidak lebih dari sepertiga harta.
[Al-Ahzab:6]


Cemburu kepada yang dicintai.


Orang yang mencintai Allah s.w.t. dan Rasul-Nya sentiasa cemburu hatinya apabila hak-hak Allah s.w.t. dan Rasul-Nya dilanggar dan diabaikan. Dari kecemburuan inilah timbulnya pelaksanaan amal makruf dan nahi mungkar. Oleh kerana itulah, Allah s.w.t. menjadikan jihad sebagai tanda cinta kepada-Nya. Firman Allah s.w.t.:


”Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui” [Al-Maaidah:54]


Menghindari hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan orang yang dicintai dan membuatnya marah.


”Hai nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan bertawakkallah kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara” [Al-Ahzab:1-3]


”Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”


[106] yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah. [Al-Baqarah:165]


“Sesudah itu, patutkah mereka berkehendak lagi kepada hukum-hukum jahiliyah? padahal - kepada orang-orang yang penuh keyakinan - tidak ada sesiapa yang boleh membuat hukum yang lebih pada daripada Allah” [Al-Maaidah:50]


“Dan janganlah kamu makan (atau mengambil) harta (orang-orang lain) di antara kamu dengan jalan yang salah, dan jangan pula kamu menghulurkan harta kamu (memberi rasuah) kepada hakim-hakim kerana hendak memakan (atau mengambil) sebahagian dari harta manusia dengan (berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (salahnya)”
[Al-Baqarah:188]


Daripada Abu Hurairah r.a. katanya: aku mendengar Rasul s.a.w. bersabda:


“Umatku akan ditimpa penyakit-penyakit yang pernah menimpa umat-umat terdahulu. Sahabat bertanya: Apakah penyakit-penyakit umat-umat terdahulu itu? Nabi s.a.w. menjawab: Penyakit-penyakit itu ialah (1) terlalu banyak seronok (2) terlalu mewah (3) menghimpun harta sebanyak mungkin (4) tipu menipu dalam merebut harta benda dunia (5) saling memarahi (6) hasut-menghasut sehingga jadi zalim menzalimi”
[Riwayat Al-Hakim]




[Dipetik dari buku Cinta dan Rindu oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah / Al-Hikam oleh Syeikh Ibn Ata'illah Al-Sakandari]

 

Dipetik daripada:

http://nezha.abatasa.com/post/detail/2267/arti-cinta-dalam-islam

Arti Cinta dalam Islam

Kata pujangga cinta letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya tampak sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan tindakan. Sungguh, Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta (Jalaluddin Rumi).


Namun hati-hati juga dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu disambut oleh para pecinta palsu. Cinta yang tidak dilandasi kepada Allah. Itulah para pecinta dunia, harta dan wanita. Dia lupa akan cinta Allah, cinta yang begitu agung, cinta yang murni.


Cinta Allah cinta yang tak bertepi. Jikalau sudah mendapatkan cinta-Nya, dan manisnya bercinta dengan Allah, tak ada lagi keluhan, tak ada lagi tubuh lesu, tak ada tatapan kuyu. Yang ada adalah tatapan optimis menghadapi segala cobaan, dan rintangan dalam hidup ini. Tubuh yang kuat dalam beribadah dan melangkah menggapai cita-cita tertinggi yakni syahid di jalan-Nya.


Tak jarang orang mengaku mencintai Allah, dan sering orang mengatakan mencitai Rasulullah, tapi bagaimana mungkin semua itu diterima Allah tanpa ada bukti yang diberikan, sebagaimana seorang arjuna yang mengembara, menyebarangi lautan yang luas, dan mendaki puncak gunung yang tinggi demi mendapatkan cinta seorang wanita. Bagaimana mungkin menggapai cinta Allah, tapi dalam pikirannya selalu dibayang-bayangi oleh wanita/pria yang dicintai. Tak mungkin dalam satu hati dipenuhi oleh dua cinta. Salah satunya pasti menolak, kecuali cinta yang dilandasi oleh cinta pada-Nya.


Di saat Allah menguji cintanya, dengan memisahkanya dari apa yang membuat dia lalai dalam mengingat Allah, sering orang tak bisa menerimanya. Di saat Allah memisahkan seorang gadis dari calon suaminya, tak jarang gadis itu langsung lemah dan terbaring sakit. Di saat seorang suami yang istrinya dipanggil menghadap Ilahi, sang suami pun tak punya gairah dalam hidup. Di saat harta yang dimiliki hangus terbakar, banyak orang yang hijrah kerumah sakit jiwa, semua ini adalah bentuk ujian dari Allah, karena Allah ingin melihat seberapa dalam cinta hamba-Nya pada-Nya. Allah menginginkan bukti, namun sering orang pun tak berdaya membuktikannya, justru sering berguguran cintanya pada Allah, disaat Allah menarik secuil nikmat yang dicurahkan-Nya.
Itu semua adalah bentuk cinta palsu, dan cinta semu dari seorang makhluk terhadap Khaliknya. Padahal semuanya sudah diatur oleh Allah, rezki, maut, jodoh, dan langkah kita, itu semuanya sudah ada suratannya dari Allah, tinggal bagi kita mengupayakan untuk menjemputnya. Amat merugi manusia yang hanya dilelahkan oleh cinta dunia, mengejar cinta makhluk, memburu harta dengan segala cara, dan enggan menolong orang yang papah. Padahal nasib di akhirat nanti adalah ditentukan oleh dirinya ketika hidup didunia, Bersungguh-sungguh mencintai Allah, ataukah terlena oleh dunia yang fana ini. Jika cinta kepada selain Allah, melebihi cinta pada Allah, merupakan salah satu penyebab do’a tak terijabah.


Bagaimana mungkin Allah mengabulkan permintaan seorang hamba yang merintih menengadah kepada Allah di malam hari, namun ketika siang muncul, dia pun melakukan maksiat.
Bagaimana mungkin do’a seorang gadis ingin mendapatkan seorang laki-laki sholeh terkabulkan, sedang dirinya sendiri belum sholehah.
Bagaimana mungkin do’a seorang hamba yang mendambakan rumah tangga sakinah, sedang dirinya masih diliputi oleh keegoisan sebagai pemimpin rumah tangga..
Bagaimana mungkin seorang ibu mendambakan anak-anak yang sholeh, sementara dirinya disibukkan bekerja di luar rumah sehingga pendidikan anak terabaikan, dan kasih sayang tak dicurahkan. 


Bagaimana mungkin keinginan akan bangsa yang bermartabat dapat terwujud, sedangkan diri pribadi belum bisa menjadi contoh teladan


Banyak orang mengaku cinta pada Allah dan Allah hendak menguji cintanya itu. Namun sering orang gagal membuktikan cintanya pada sang Khaliq, karena disebabkan secuil musibah yang ditimpakan padanya. Yakinlah wahai saudaraku kesenangan dan kesusahan adalah bentuk kasih sayang dan cinta Allah kepada hambanya yang beriman…
 
Dengan kesusahan, Allah hendak memberikan tarbiyah terhadap ruhiyah kita, agar kita sadar bahwa kita sebagai makhluk adalah bersifat lemah, kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali atas izin-Nya. Saat ini tinggal bagi kita membuktikan, dan berjuang keras untuk memperlihatkan cinta kita pada Allah, agar kita terhindar dari cinta palsu. 


Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang betul-betul berkorban untuk Allah Untuk membuktikan cinta kita pada Allah, ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan yaitu:


1) Iman yang kuat
2) Ikhlas dalam beramal
3) Mempersiapkan kebaikan Internal dan eksternal. kebaikan internal yaitu berupaya keras untuk melaksanakan ibadah wajib dan sunah. Seperti qiyamulail, shaum sunnah, bacaan Al-qur’an dan haus akan ilmu. Sedangkan kebaikan eksternal adalah buah dari ibadah yang kita lakukan pada Allah, dengan keistiqamahan mengaplikasikannya dalam setiap langkah, dan tarikan nafas disepanjang hidup ini. Dengan demikian InsyaAllah kita akan menggapai cinta dan keridhaan-Nya.

berbagai sumber

 

Dipetik daripada :

http://www.sobatmuslim.com/artikel/keutamaan-cinta-akhirat-dan-zuhud-dalam-kehidupan-dunia/

Keutamaan Cinta Akhirat dan Zuhud dalam Kehidupan Dunia

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7mC9-ZJ14bvepgYqjpB5rGR6AOac-Clrm7yy9PvZ2BaLBYIdD-XkEHtttU8A4HI4wuUXilXiHrp8VUe068MvL4D_25ogNPlzCD6PTc3Tsw2LugsRa5k68rT6pCiETUhWpBXRXSC3TFZ30/s400/b0065.jpgDari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu beliau berkata, “Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya, maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya).” (HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan Syaikh al-Albani).
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan cinta kepada akhirat dan zuhud dalam kehidupan dunia, serta celaan dan ancaman besar bagi orang yang terlalu berambisi mengejar harta benda duniawi (Lihat kitab at-Targib wat Tarhiib, 4/55 karya Imam al-Mundziri).


Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
- Orang yang cinta kepada akhirat akan memperoleh rezeki yang telah Allah tetapkan baginya di dunia tanpa bersusah payah, berbeda dengan orang yang terlalu berambisi mengejar dunia, dia akan memperolehnya dengan susah payah lahir dan batin (lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Igaatsatul Lahfaan, 1/37). Salah seorang ulama salaf berkata, “Barangsiapa yang mencintai dunia (secara berlebihan), maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai macam musibah (penderitaan).” (Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Igaatsatul Lahfaan, 1/37).
- Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata (dalam kitab Igaatsatul Lahfaan, 1/37), “Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini dikarenakan orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) jika telah mendapatkan sebagian dari (harta benda) duniawi maka nafsunya (tidak pernah puas dan) terus berambisi mengejar yang lebih dari pada itu, sebagaimana dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang berisi) harta (emas), maka dia pasti (berambisi) mencari lembah harta yang ketiga.‘” (HR. al-Bukhari, no. 6072 dan Muslim, no. 116).


- Kekayaan yang hakiki adalah kekakayaan dalam hati/jiwa. Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa.” (HR. al-Bukhari, no. 6081 dan Muslim, no. 1051).


- Kebahagiaan hidup dan keberuntungan di dunia dan akhirat hanyalah bagi orang yang cinta kepada Allah dan hari akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya.” (HR. Muslim, no. 1054).


- Sifat yang mulia ini dimiliki dengan sempurna oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah yang menjadikan mereka lebih utama dan mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala radhiallahu ‘anhu berkata, “Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) shalat, dan lebih bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala) daripada kalian“. Ada yang bertanya, “Kenapa (bisa demikian), wahai Abu Abdirrahman?” Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Karena mereka lebih zuhud dalam (kehidupan) dunia dan lebih cinta kepada akhirat.” (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, no. 34550 dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa’, 1/136 dengan sanad yang shahih, juga dinukil oleh Imam Ibnu Rajab dalam kitab Lathaiful Ma’aarif, hal. 279). dibandingkan generasi yang  datang setelah mereka. Ibnu Mas’ud

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A | PengusahaMuslim.com




Dipetik daripada :
http://psipum.org/cinta-dan-rindu-dalam-islam/

TENTANG HATI
Banyak orang bercakap tentang permasalahan cinta tapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara syar’i. Dan seakan-akan yang membahas masalah ini mempunyai pemahaman yang salah bahawa ianya berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan perzinaan, satu perkataan yang keji. Dan dikaitkan pula dengan zina hati. Hal ini adalah salah.

Cinta dan rindu adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi mereka untuk menjaga dan mendorong kehormatan dan kemuliaannya. Aku memandang pembicaraan ini yang terpenting adalah batasannya, penyimpangannya, kebaikannya dan keburukannya. Cinta dan rindu adalah dua kalimat yang ada dalam hati setiap manusia, dan mereka memberi makna tentang kedua-dua hal ini sesuai dengan apa yang mereka rasai.

CINTA (AL-HUBB)
Cinta, iaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai. Itu termasuklah amalan hati, bukan amalan anggota badan atau zahir. Pernikahan contohnya, tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika adanya cinta dan kasih sayang yang lahir dalam hati-hati pasangan suami isteri. Dan kunci kepada tumbuhnya kecintaan adalah melalui pandangan. Oleh disebabkan itulah, Rasulullah SAW menganjurkan pada orang yang meminang untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta.

Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah r.a berkata: “Aku telah meminang seorang wanita.” Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadaku: “Apakah kamu telah melihatnya?” Aku berkata: “Belum.” Maka beliau bersabda: “Maka lihatlah dia, kerana sesungguhnya hal itu pada akhirnya akan lebih menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua.”
Kebanyakan orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut untuk menghadapi cinta kerana tanggapan bahawa cinta yang tumbuh di dalam hati itu adalah dosa dan mereka mengira diri mereka sedang bermaksiat, berzina hati, bahkan salah seorang di antara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang bererti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka tentang cinta dan apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, di mana mereka beranggapan bahawa cinta itu suatu maksiat, kerana sesungguhnya dia memahami cinta itu dari apa-apa yang dilihatnya dari lelaki-lelaki rosak dan perempuan-perempuan rosak di kalangan mereka, yang mana mereka-meraka itu menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan oleh Allah SWT. Mereka saling duduk, bermalam, bergurau mesra, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta. Banyak orang mengira bahawa cinta tidak ada lain kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu, justeru sebaliknya.

Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat daripada syahwat-syahwat yang telah Allah SWT hiaskan pada manusia dalam masalah cinta. Ertinya Allah SWT menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati lelaki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah SWT:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, iaitu: wanita-wanita, anak-anak…” – Aali-’Imran: 14.
Allah SWT-lah yang menghiasi bagi manusia cinta pada syahwat ini, maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam hadis bahawa Nabi SAW bersabda:
Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian: wanita dan wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam solat.” – HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka tidak adalah pernikahan, tidak adalah keturunan dan tidak adalah keluarga.

Namun begitu, Allah SWT tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan di antara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan iaitu pernikahan seperti dalam hadis Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas r.a berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pernikahan.”
Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rosak atau keji, maka Allah SWT telah menyuruh yang pertama sekali agar menundukkan pandangan, kerana ‘pandangan’ itu kunci kepada hati, dan Allah SWT telah haramkan semua sebab-sebab yang membawa pada fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang bukan mahramnya, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita, kerana perkara-perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati Allah SWT.

Sesungguhnya Allah SWT tidak akan menyeksa manusia dalam kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan diseksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya: apabila lelaki dan wanita saling memandang tanpa batasan atau berduaan-duaan, lalu cenderunglah hati kedua-duanya, sesungguhnya kecenderungan hati ini tidak akan menyebabkan kedua-duanya diseksanya, kerana hal itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa menguasai hatinya, akan tetapi, kedua-duanya diazab kerana apa yang mereka lakukan, iaitu memandang tanpa batasan dan berdua-duaan. Dan kedua-duanya akan dimintai pertanggungjawaban, dan akan diseksa juga dari setiap perkara haram yang mereka perbuat setelah itu seperti berciuman, bermesraan dan berzina.
Adapun cinta yang tulus ikhlas dan murni, yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan oleh sebahagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahawa orang yang mencintai seseorang, lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan dijelaskan dalam bab ‘Rindu’ di bawah.

Menjaga kehormatan diri itu sungguh sangat sukar. Yang paling selamat adalah menjauhi semua sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta.
Daripada kedua-dua golongan ini (yang mencintai serta menjaga kehormatan dan yang mengelak daripada cinta), sungguh sangat sedikit mereka yang selamat.

RINDU (AL-’ISYQ)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan. Ada rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kehinaan. Maka rindu tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Boleh jadi, orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan kadang-kadang ada rindu yang disertai kerendahan dan kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan tentang cinta, maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang manusia tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram.
Adapun rindu yang disertai dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya daripada orang-orang, maka padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam kitab Haasyi’ah Marakil Falah dari Imam Suyuthi yang mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan daripada orang ramai meskipun kerinduan itu timbul daripada perkara yang haram.

Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik lelaki mahupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati kerana kerinduan tersebut, maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun tentang hatinya dia tidak bisa menguasai, maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapat pahala.
Wallahu a’lam.

RUJUKAN
http://raisahakim.com/arti-cinta-rindu-dan-cemburu-dalam-islam/